Prolog

6K 656 40
                                        













10 tahun..kemudian.













Dia termenung.

Dia bergeming.



Suara-suara dentuman itu bermain dalam harmoni, didengarkannya. Dia menghela nafasnya. Telinga pucat itu menangkap kejanggalan hingga membuatnya bergerak menekan tombol pause dan meraih kertas-pulpennya.

Lima belas menit..

Hanya butuh lima belas menit untuknya menyelesaikan koreksinya. Kemudian dia bangkit dan berjalan menuju keyboard kesayangannya yang ada di ujung ruangan. Dimainkannya nada dan koreksian yang baru ia selesaikan. Sedetik kemudian dia mengangguk. Nadanya sudah benar. Lalu dia pun bangkit merapikan mejanya dan menyimpan koreksinya di salah satu map project yang dia letakan di rak plastik miliknya.

Kemudian dia berhenti..

Setelah meletakkan kembali map itu, matanya menangkap benda berwarna coklat kayu dengan lingkaran merah yang dililit sebuah tali. Tangannya tergerak meraihnya, lalu tubuhnya terduduk di kursi kerjanya.

Sebuah amplop...



Amplop dari seorang artis ternama yang usianya lebih muda darinya yang ia dapatkan sekitar seminggu yang lalu. Amplop yang seharusnya selalu ia terima setiap tahunnya jika ia tak menolak.

Dia menghela nafasnya..



Nafasnya tiba-tiba terasa berat, jantungnya berdegup cepat. Sesuatu yang selalu ia pendam mulai merayap dan meminta dimunculkan--





Dear, Min Yoongi, kakakku.

Aku tahu kau selalu menolak menerima kabar mereka dariku...

Tapi, aku tahu kau hanya memaksakan dirimu,makanya aku tak menyerah.

Maaf kali ini aku sedikit keras pada Mark untuk memintamu menerima suratku ini.. kau sudah lihat piagamnya? Itu piagam asli..



Dia mengalihkan pandangannya ke amplop itu lagi. Dua buah piagam, seperti yang disebutkan dalam surat. Dua buah piagam yang membuat sesuatu itu semakin memberontak. Genangan itu pun perlahan muncul. Tangannya yang mulai bergetar kembali mendekatkan surat itu ke hadapannya.



Yoonji dan Jiyoon memutuskan untuk mengikuti jejak Kakaknya yang mengikuti kelas khusus hingga strata 3. Aku tidak memaksanya, sungguh. Tapi karena mereka bersikeras dan akhirnya mendapat izinku, aku akhirnya ikut mengawasi mereka supaya mereka disiplin dan bertanggung jawab dengan keputusan yang mereka buat.

...



Dia meneruskan membacanya hingga dia tak sadar, sesuatu yang memberontak itu sudah tiba di ujung. Nafasnya sudah tak lagi berat, namun sesegukan. Benar.. dia menangis. Dia tak kuasa menahan dirinya untuk tenang dan biasa membaca kata demi kata dari surat itu.



Dia menangis...

Membaca tulisan itu, melihat piagam itu, dan memeluk graduating picture potrait itu..





"Astaga... kalian benar-benar cheonjae. Hiks." Suaranya serak sempurna.

Dan sesuatu itu pun sudah tiba, tak terbendung lagi.









Minggu depan anak-anak akan kembali ke Seoul, mereka akan bersekolah disana. Tapi sementara mereka akan tinggal dengan paman mereka. Aku dan Mark masih mengurus beberapa hal dan belum tahu kapan selesai. Tapi aku sudah mengurus semua persyaratannya, tenang saja.

Aku tak tahu apa kau masih bisa menahan dirimu setelah ini, Kak. Kuharap kau menyiapkan dirimu setelah ini. Kau tahu,aku cukup berani untuk memberimu kejutan yang bisa membuatmu kesal dan senang sekaligus hehe..

Aku tahu kau berusaha pasti akan berusaha menolak. Namun aku harap kau ingat kalimatku ini. Kalian terjalin. Sesulit apapun perjalanan kalian, kalian sudah terjalin...

Oh, nomorku ada di bawah ini. Hubungi aku jika sempat, Ok.



Tertanda, Asisten Choi-mu, Choi Nana.









--Sesuatu itu bernama. Rindu.













tbc~

apakah aku masih akan digorok setelah ini.. uehehhe :p

IntertwinedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang