Chap 12

619 204 17
                                    

"Rania! Barang-barangmu udah semua?! Nggak ada yang ketinggalan?!" Teriak mama Arland.

Rumah Arland dan Arya saat ini sangat sibuk dan ramai akibat semua sedang mempersiapkan kepulangan Rania ke London. Kinan, Letta, Vero, Zidan, dan bang Kevan juga ada di sana membantu Arland, Arya, dan orangtuanya.

"Udah, Tante!" Balas Rania ikut teriak.

"Tante ini ditaruh dimana?" Tanya Kinan ke mama Arland.

"Itu apa?" Tanya balik mama Arland.

"Sepatu Rania," jawab Kinan membuka kardus yang ia bawa.

"RANIAA!! INI SEPATU KAMU! BILANGNYA NGGAK ADA YANG KETINGGALAN!" Rania berlari mendekati Kinan dan tantenya. Ketika melihat kardus yang dipegang Kinan, cengiran muncul di wajahnya. Ia berjalan pelan-pelan mendekati Kinan. Dan ketika kardus itu sudah berada di tangannya, Rania langsung berlari meninggalkan Kinan dan tantenya.

"Anak itu," ujar mama Arland menggelengkan kepala pelan. Kinan tersenyum lalu pamit untuk pergi ke kamar Rania dan berberes lagi. 

Satu jam setengah sebelum pesawat Rania lepas landas, semuanya segera bergegas pergi ke bandara. Arya, Arland, Rania, dan orang tua Arland neik mobil Arya. Kinan, Zidan, Vero, Letta, dan Kevan naik mobil Kevan. 

Sampai di bandara, Arya, Arland, dan Zidan membantu membawa barang-barang Rania lalu ditaruh di troli. 

"Tante, Rania pulang, ya," pamit Rania pada mama Arland dan Arya. 

"Iya, ati-ati. Jangan bandel! Orangtua kamu nggak sesabar tante sama om," ujar mama Arland dan Arya. Rania nyengir lalu memeluk tantenya.

"Kalau itu, Rania nggak janji," balas Rania cengengesan. 

"Udah nggak usah dengerin tante kamu. Bandel dikit nggak papa. Namanya juga anak SMA. Dia aja dulu lebih bandel dari kamu." Mama Arland mencubit lengan papa Arland, Rania terkikik geli.

"Akhirnya lo balik juga. Jadi, nggak ada yang ngerepotin gue," ujar Arland. 

"Iya, nggak bakal ada yang bangunin gue malem-malem cuman buat nyari makanan," timpal Arya. 

"Iya-iya, emang gue bisanya cuman ngerepotin. Abis gini lo berdua bisa nyantai deh," gerutu Rania kesal. Arya dan Arland terkekeh lalu memeluk Rania bersamaan. 

"Jadi cewek yang baik, jangan nakal!"

"Nggak usah ikutin budaya barat, ntar pergaulan lo jadi rusak." Rania mengangguk dan membalas pelukan kedua sepupunya. Selesai dengan sepupu-sepupunya, Rania beralih ke Kinan, Vero, dan Letta. 

"Thanks, buat lo berdua yang udah mau jadi sahabat gue selama gue pertukaran pelajar di sekolah kalian. Makasih juga buat kak Letta udah mau bergaul sama abg begajulan kayak gue." Rania memeluk Letta sekilas lalu memeluk Kinan dan Vero bersamaan. 

"Jangan lupain kita," ujar Vero.

"Kalian juga jangan lupain gue," balas Rania.

"Nggak akan," timpal Kinan. Rania melepaskan pelukannya lalu bersalaman dengan Kevan. Kini, ia berhadapan dengan Zidan yang menatapnya sambil tersenyum berusaha tegar. 

"Chat setiap hari." Zidan mengangguk.

"Telponan juga setiap hari." Zidan mengangguk. 

"Skype juga setiap hari." Zidan mengangguk. 

"Jangan genit!" Zidan mengangguk. 

"Jauh-jauh dari si nenek Kuyang itu! Jangan deket-deket!" Zidan mengerutkan dahinya. 

"Nenek Kuyang siapa?" Tanya Zidan tidak mengerti. 

"Itu si siapa? Jean? Jenong? Je-" 

"Jenny, Rania," potong Vero. 

"Ah, ya, dia maksudnya," ujar Rania mengibaskan tangannya. Zidan terkekeh.

"Yakali sama dia. Kalau gue mau selingkuh ya milih-milih kali." Rania mangut-mangut. Tunggu dulu! Dia melotot ke arah Zidan. 

"Berani lo selingkuh!" Ancam Rania.

"Bercanda, Rania sayang," ujar Zidan gemas sambil mencubit pelan pipi Rania yang memerah. Mereka berpelukan, Rania menyeka air matanya dan mengakhiri pelukannya dengan Zidan. Ia berbalik mengambil troli lalu berjalan menjauh. 

Seharusnya ia sudah terbiasa, bukan pertama kalinya Rania merasakan momen ini, tapi entah kenapa ia selalu berat meninggalkan Indonesia.

"INGET! SKYPE SETIAP HARI! GUE SAYANG LO RANIA!" Air mata Rania kembali menetes. Lagi-lagi ia menyeka air matanya lalu berbalik menatap Zidan. 

"Love you too, " balas Rania tanpa suara. Ia melambaikan tangannya lalu berbalik pergi.

Arland menepuk bahu Zidan pelan. Zidan menghapus air matanya lalu melihat Arland sekilas dan melihat Rania lagi. 

"Udah, jangan cengeng! Balik, yuk!" Ajak Arland. Zidan menghela nafas lalu mengangguk. Mereka semua berbalik menuju parkiran. Zidan dan Letta ikut mobil Arya karena Kinan, Kevan, dan Vero akan langsung pulang.

Sampai di rumah, Zidan pamit langsung pulang. Letta juga ingin langsung pulang, jadi ia berfikir lebih baik ia pulang bersama Zidan lagipula rumah mereka searah. Tapi Arya tidak setuju, biar dia saja nanti yang mengantar Letta.

Sementara Letta dan Arya sibuk cekcok, Arland memilih naik ke kamarnya dan mengistirahatkan tubuhnya di atas tempat tidur.

Brak

"Sampai pintu gue rusak awas lo!" Ancam Arland tanpa melihat siapa yang datang. Sementara Arya menampakkan cengirannya tidak merasa bersalah.

"Sorry-sorry, kebawa emosi tadi. Hehe," balas Arya. Ia merebahkan tubuhnya di sofa yang ada di kamar Arland. Ia mengeluarkan ponselnya dan mengecek beberapa notif yang ada.

"Land," panggil Arya. Tidak ada sahutan dari Arland.

"Arland," panggil Arya lagi. Masih tidak ada jawaban. Arya melirik ke arah dimana Arland berada. Tapi ia tidak bisa melihat Arland sedang apa sebenarnya.

"Arland!" Panggil Arya lebih keras. Arland melihat Arya dengan tatapan bertanya.

"Lo... Ah, gue tahu. Lo lagi mikirin masalah bokap, kan?" Tebak Arya. Arland menghela nafas panjang.

"Gimana caranya Kita bisa bantuin bokap ya, Ya?" Tanya Arland balik.

"Udah, nggak usah dipikirin. Gue udah tau caranya gimana," jawab Arya santai. Arland mendudukkan tubuhnya dan menatap Arya serius.

"Gimana caranya, Ya?" Tanya Arland.

"Kita kerja," jawab Arya.

"Kerja apaan?"

"Ya, cari-cari aja dulu," Arland mangut-mangut dan kembali membaringkan tubuhnya.

#####

6 Mei 2017

Enough [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang