Part 2 - Night Call

48.9K 5.6K 127
                                    

From : regitamaheswari @ yourmail .com

To : gerrydams @yourmail .com

Sepulang aku dari Australia, jujur aja banyak yang terjadi di hidup aku. Aku udah pernah cerita sama Abang tentang ini kan? Dan aku yakin ini yang bikin Abang semakin 'gencar' waktu itu.  Waktu itu,  ketika aku, dan bahkan keluargaku hampir menyerah, Abang datang ... 

Abang, I never told you this before, but you ... you are the one who made us whole again. Abang yang sebenernya (secara nggak langsung) bantu menyatukan serpihan-serpihan hati kami sekeluarga setelah hancur berantakan.

So let's skip to one year later, ketika suatu malam, ada orang yang berani-beraninya gangguin aku tidur! Pada akhirnya aku memang bersyukur Abang datang di hidup aku ... tapi nggak gini juga ya caranya ...

Dari dua puluh empat jam yang tersedia dalam satu hari, dan laki-laki ini milih jam satu pagi buat neror telpon aku!! I mean, harus banget jam satu ya? Lo mau pedekate apa bikin insomnia gue kambuh lagi coba? :'))

**

Regita

Ada tiga hal yang paling aku tidak sukai dalam hidupku :

1. Dibohongi

2. Orang bermuka dua yang baik di depanku tetapi ternyata doyan menusukku dari belakang

3. Dibangunkan paksa saat jam tidurku

Malam itu aku terbangun oleh suara dering handphone tepat di telingaku. Aku yang masih setengah sadar, mengira itu adalah alarm yang sudah aku set untuk membangunkanku di pagi hari. Jadi langsung saja aku gelagapan mengumpulkan lembaran kertas-kertas hasil penelitian yang harus aku serahkan pagi ini ke Profesor Dinata, yang masih berceceran di atas tempat tidur dan lantai kamar. Aku hendak mematikan alarm handphone ketika kusadari ternyata suara berisik yang membangunkanku itu bukanlah alarm, tetapi nomor asing yang menghubungi handphone-ku.

Aku refleks melihat jam dinding, jam satu pagi!!

Kurang ajar! Siapa lagi yang berani-berani neror gue jam satu gini!!! Harusnya sudah selesai kan??? 

Bukan sekali ini saja sebenarnya ada orang iseng yang menghubungiku di waktu-waktu abnormal, membuatku kesal bukan main. Apalagi serangan 'teror' tahun lalu, yang sempat membuatku trauma dengan nomor asing. Makanya, jika ada nomor asing seperti ini akan kuabaikan begitu saja. Tetapi akibat diburu tugas satu minggu terakhir, stres dan kurang tidur membuat sumbuku kian pendek. Maka dengan emosi aku pun langsung mengangkat telpon itu,

"Siapa lagi lo sekarang? Nggak cukup lo neror gue? Mau apa lagi lo sekarang??"

"Mmm ... maaf ganggu sebelumnya, tapi apa benar saya bicara dengan Regita Maheswari?" terdengar laki-laki bersuara renyah, bertanya padaku dengan sopan. Mungkin akan lain cerita jika dengan nada dan suara seperti itu, ia menelpon di pagi hari atau jam-jam normal yang lain, mungkin aku akan dengan senang hati melayaninya. Tapi tidak malam ini, tidak ketika aku masih punya dua setengah jam berharga yang bisa kugunakan untuk istirahat.

"Iya ini gue. Puas? Sekarang lo dengerin gue ya! Gue capek banget, jadi kalau memang urusan lo penting banget, telpon aja besok pagi! Gila aja lo kek orang nggak punya aturan!" aku segera menutup sambungan telpon.

Kutarik napas dalam-dalam dan melepaskannya perlahan, menenangkan diri. Kantuk yang kurasakan sudah menghilang, jadi kuputuskan saja untuk memperbaikin laporan penelitian yang sudah kubuat. Aku berjalan ke meja belajarku dan membuka laptop, baru sebentar aku merevisi laporan, tiba-tiba handphoneku berdering lagi. Kulihat layar handphone, nomor asing yang tadi. Who's this guy, really?? Is he insane?? Berani banget sih ni cowok!

Lacuna (Dear Abang)Where stories live. Discover now