16. Naruto & Sasuke

4.9K 285 21
                                    


***

Pagi menjelang memancarkan warna biru agak gelap dari atas langit. Matahari masih lama untuk menampakan diri, namun ini sudah pagi untuk beraktifitas atau menyiapkan segala sesuatu untuk memulai hari seperti sebelumnya.

Iris bulan yang begitu indah tampaknya masih tersembunyi dibalik kelopak mata putih bak bunga lili tersebut. Dengkuran halus begitu damai membuat siapapun tau bila sosok gadis yang begitu berantakan dari segi apapun itu tengah tertidur.

Mungkin pakaiannya sudah diganti, namun tetap air mata serta merta membasahi pipi sembabnya. Untuk hari ini Hinata bertekad kuat menunggu sampai Naruto tersadar setelah menjalani operasi. Sungguh kecemasannya masih menjarah walau dokter mengatakan keadaan Naruto sudah membaik.

Naruto sudah dipindahkan diruang rawat masih dalam keadaan tak sadarkan diri. Ternyata benar, bagian tulang hasta miliknya ada yang patah, mengingat bagaimana pertahan kuatnya untuk menangkis ayunan kasar sebuah benda berupa gitar dari Kisame, memungkinkan efek buruk yang membuat tangan kirinya patah.

Rumah sakit Uzumaki memang merupakan sebuah gedung berkualitas luar biasa yang mempunyai fasilitas lengkap disetiap sudut ruangan yang ada. Tak terkecuali sebuah sofa empuk yang kini menjadi peraduan dalam menyelami alam mimpi sosok gadis Hyuga yang begitu tenang dalam tidurnya.

Dilain sisi ada sosok lain juga perempuan. Yah-pemimpin para dokter dirumah sakit tersebut, Uzumaki Kushina.

Tak jauh beda dengan Hinata, Kushina juga masih dalam mode kecemasan hebat perihal keadaan yang ia dapati mendetail dari dokter tentang puteranya. Kushina adalah dokter multitelent, memungkinkan dirinya tau apa sebab dan akibat yang sudah terjadi atau akan terjadi pada Naruto. Dan Kushina sangat lega, setidaknya kondisi Naruto tidak terjangkit hal fatal atau dalam artian dalam ambang batas kejadian buruknya. Bahkan, luka tembak pada pangkal paha Naruto bisa dikatakan lebih ringan kebanding tulang hastanya yang kini patah pastinya cacat, walau itu tidak akan permanen.

Seperti biasa. Hinata pasti akan bangun lebih awal kebanding yang lain tak terkecuali Kushina yang ia dahului. Sejenak melenguh tak nyaman dengan mengerjabkan kelopak matanya mencoba mencerna dengan baik tentang bebauan obat serta ruangan serba putih yang kini menjadi tempatnya. Yah-Hinata masih sangat lelah bahkan untuk mencerna semuanya.

Badannya terasa sangat lengket. Lelah serta kepala yang agak berat tak luput ia rasakan, membuatnya bangkit terduduk dengan kaki memanjang.

Sampai dirasa ingatannya mendapat pencerahan dengan baik perihal kejadian kemarin, tentang Naruto yang dioperasi karena luka tembak dan pingsan dalam keadaan bibir tertempel dengan bibirnya setelah saling membalas cinta.

"Naruto-kun..." memggumam lirih mengedarkan pandang pada sosok yang masih tak sadarkan diri diranjang pasien. Ada senyum tipis melega juga ada setitik luka yang masih bersarang.

Berjalan tertatih setelah berdiri dengan susah payah. Hinata berniat menghampiri pria tercintanya itu dan mencoba melihat bagaimana keadaannya walau Hinata hanya bisa memastikan dari luar tidak dari dalam.

Duduk tepat pada kursi disebelah ranjang pasien itu. Dengan teliti matanya melihat semua bagian tubuh sang pria tak luput wajah membiru lebam yang masih sangat kentara walau sudah ditangani. Sebuah bukti akan kisah penyelamatannya pasca insiden mengerikan kemarin.

Kamu akan menyukai ini

          

Menggapai tangan Naruto dengan kedua tangan seraya menyelipkan tiap jemarinya pada sela jemari sang kekasih. Kepalanya mendekat dan mengecup berulang tangan Naruto yang terasa dingin. Air mata kembali menggenang melihat bagaimana tangan kiri Naruto yang tergelantung dengan kain yang diikat sebagai tumpuan serta besi kokoh yang menjadi tempat penyanggah atau tumpuan tangan itu.

Meluncur begitu saja melihat hal itu. Hinata masih ingat betul penuturan dokter tentang tangan kiri Naruto yang patah akibat benturan dengan benda keras, hingga tulang hasta Naruto patah dan kini cacat dengan perban putih yang melilit disana sampai lengannya. Sungguh, ingin rasanya Hinata menggantikan posisi sang kekasih.

"Naruto-kun..." Tetap mengalirkan air mata dengan menumpu sesekali mengecup tangan Naruto yang ia genggam, "Aku pasti akan merindukan matamu itu. Cepatlah sadar untukku, Naruto-kun... Naruto-kun tau? Aku sangat mencintaimu bahkan melebihi diriku sendiri."

Senyum penuh guratan merindu menggembang pada bibirnya. Matanya tak lepas melihat wajah damai pujaannya yang masih begitu pulas dalam kendali obat bius. Ada sebuah ingatan manis bagaimana senyum Naruto yang begitu menghangatkan perasaannya. Sebuah getaran cinta yang bisa ia dapati dengan kebahagiaan membuncah hanya karena senyum tersebut.

Tangannya terulur membelai pipi sang kekasih masih dengan tatapan menyendu berkaca-kaca. Hatinya tergores bagaimana melihat hal itu, Hinata berjanji akan menjadi sosok terbaik untuk Naruto saat ini dan selamanya.

Wajahnya mendekat memberi kecupan sayang pada pipi sang pria yang sedikit memar, dilanjutkan pada luka memar yang lain tak lupa kelopak mata sewarna madu yang masih tertutup. Ada rona tipis sesaat setelah memberi kecupan manis yang diakhiri dibibir sang pria.

Kembali duduk pada kursi dengan tangan yang membelai pipi bergurat itu, satu lagi ia gunakan menggenggam tangan pria tercintanya membagi kehangatan.

Senyum manis tak luput dari wajah sembab penuh air mata tersebut. Tak bisa Hinata hitung berapa kali ia menangis sejak kemarin hanya karena melihat keadaan Naruto. Tapi ia tak peduli, karena baginya air mata itu adalah bentuk pengekspresian akan rasa prihatin pada sosok yang paling ia cintai.

"Apa Naruto-kun ingat..." mencoba berkomunikasi walau tak ada sahutan, "Satu minggu lagi adalah pertemuan untuk memutuskan siapa pria pilihanku... Diantara kalian semua, aku bahkan sudah memilihmu mendahului waktunya, dan Naruto-kun juga berkata kau ingin menjadikanku isterimu. Aku, a-aku... Hiks... Sangat bahagia te..tentang hal itu. Ja-jadi, cepatlah membuka mata dan kembali menebar kisah manis antara kita, Naruto-kun..."

Tak kuasa Hinata membendung isakan tersebut merasakan cipratan kenangan manis bersama pria tercintanya yang dirasa sangat singkat namun indah. Sebuah kenangan yang tuhan begitu baiknya memberi suatu waktu untuk saling menebar kasih yang kini amat dirindukannya.

Tangisnya kembali pecah ditengah ruangan tersebut. Ingin rasanya menggantikan posisi sang pria agar penderitaannya berpindah. Namun itu hanyalah sebuah angan, dimana perasaan cintanya bertambah besar tak ingin melihat pujaan hatinya dalam penderitaan.

"Terimakasih sudah hadir dalam hidupku. Aku berjanji, kita akan tetap bersama sampai maut menjemput hingga cinta kita abadi saling terpaut tanpa sedetikpun menghilangkan getaran bahagia... Aku juga akan memberi hadiah padamu saat kau sadar Naru... Bukankah kau ingin memilikiku? Dan akupun bersedia menjadi milikkmu seutuhnya... Sesuatu yang selama ini aku lindungi dan kini aku jaga dan hanya akan kuberikan padamu, hanya untukmu seorang, Naruto-kun."

Response TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang