Seharusnya Kita Bertemu di Stasiun Tugu Sore Itu

138 0 0
                                    


Atas nama hati yang dengan mudahnya kau curi sejak pertama kali pesanmu masuk di akun Instagram-ku, aku masih bisa melihat namamu berlarian di tangkai penasaran. Lebih lekat dari sekedar pertemuan, bibirku ingin mengajukan beberapa pertanyaan. Terutama hebatnya kau melambungkan langit di atap duka dan menjadikannya hujan tanpa melewati mendung yang seharusnya ada. Bila pematah hati adalah sebuah pekerjaan, aku adalah deadline yang paling mudah kau selesaikan. Dan kau resmi menjadi pematah hati paling profesional.

 Dan kau resmi menjadi pematah hati paling profesional

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.

Ketiadaan di tempat yang kau janjikan.

Sosok sepertimu tidak akan pernah mau peduli akan hati yang terlalu lama sendiri. Hati yang mudah tergoda paras dengan paket spesial senyum manis tatap sayu. Hati yang mudah gembur oleh berjuta keriangan yang kau titipkan lewat rintik hujan, menyatu sempurna dengan degub jantung yang kehilangan irama. Kau tidak sadar, nadiku telah bergetar. Hingga aku lupa satu hal bahwa hari ini semua yang terlihat sering tidak sesuai ekspektasi.

Untuk orang-orang yang terbiasa melihat dunia lewat kaki-kakinya yang mengecup tanah dari pagi datang hingga senja enggan hilang, perkenalan di sosial media adalah bianglala dengan poros putar yang mengambang. Ia terlihat nyata padahal di belakang itu semua ribuan maksud tersimpan hingga cerah mentari pun sulit menguraikan. Apa yang terbilang iya belum tentu iya, begitu pun sebaliknya. Kita terjebak kebingungan yang justru semakin membuat kita ketagihan. Seolah-olah kita mampu memecahkan teka-teki, lalu kita lupa bahwa dunia maya selalu punya topeng tersembunyi.

Aku berkata demikian karena pernah kutemui muda-mudi yang dengan romantis menuliskan 'Terima kasih sudah menampung lelahku, wahai tempat pulang. Five years and still counting...' pada caption instagram-nya di bawah foto berdua. Tetapi saat bertemu mereka malah lebih fokus melihat layar daripada saling berbagi kabar. Jadi apanya yang mau di-counting? Waktu menuju putusnya?

Namun di kesempatan lain kutemui muda-mudi yang begitu heboh membicarakan apa saja. Mereka saling menatap dan mendengarkan dengan sesekali sang perempuan memasang ekspresi manja yang langsung ditanggapi gagah oleh lelakinya. Manis sekali. Kulacak akun maya kedua orang itu dengan bertanya ke orang-orang di sekitarku, dan ternyata mereka tidak pernah sekali pun memamerkan hubungan mereka di media sosial! Hebat. Mereka benar-benar menikmati cinta berdua. Tanpa 'unch unch maaci ayang', tanpa lilin-lilin anniversary yang tersusun rapi membentuk hati di setiap bulan, juga tanpa balon emas berbentuk huruf yang tertempel di dinding kamar hotel mahal dengan taburan kelopak mawar di ranjang.

Sayangnya kita sulit sejernih itu saat jatuh cinta. Ada banyak permaafaan yang mengurung nalar, kita sudah lebih dulu terbuai oleh kisah kasih fana yang memenuhi kepala. Seperti sapaan di pesan masuk Instagram dari perempuan yang membuatku berpikir dia benar-benar akan menemuiku di stasiun Tugu sore itu. Hati hanya bisa menyangka, waktu yang menentukan luka. Tepat saat langkahku memeluk jalanan Jogja, tidak satu pun kata keluar dari ketikan jemarinya. Kotak masuk ponselku diam dan tiap deringnya seakan puasa.

Sosok sepertimu tidak akan pernah mau peduli akan hati yang terlalu lama sendiri. Hati yang tumbuh oleh mendung yang menjadikannya mampu mengelola kecewa. Hati yang terlampau subur untuk sekedar kau ganggu lewat jejak kecil yang tak seberapa. Kau mungkin lupa, situasi yang menyakitkan mampu berubah lewat kata-kata. Hingga nantinya kau berganti menerka kemungkinan dari kenyataan setelah berpijarnya rindu dalam terbit kehilangan.

 Hingga nantinya kau berganti menerka kemungkinan dari kenyataan setelah berpijarnya rindu dalam terbit kehilangan

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.

Kopiku habis, namun kepalaku semakin penuh tentangmu...

-----

Ditulis di Blanco Coffee, kedai kopi yang seharusnya menjadi saksi pertemuan kita setelah kau menemuiku di stasiun Tugu sore itu. Benar katamu, kopinya enak, yang pahit hanya ketiadaan maafmu setelah manis yang menguap tanpa temu...

Kumpulan puisi dan sajak patahHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin