Bagian 12

9.5K 861 19
                                    


“Mama” remaja pria itu hanya bisa berusara lirih menatap naas mayat perempuan di hadapannya. Menyaksikan langsung ibunya meregang nyawa dihadapannya, orang-orang terlihat berlarian mengerumuni mayat sang ibu yang masih terbaring di tanah aula istana dengan darah yang masih mengucur dari kepalanya.

Altan-remaja itu menyaksikan sendiri bagaimana naasnya ibunya yang terjun langsung dari menara istana. Setelah semalam mereka bercengkrama dengan dekat sambil sesekali mereka tertawa, bahkan ibunya menemaninya tidur semalam. Altan tak mengerti apa yang membuat sang ibu sebegitu putus asanya hingga terjun dengan tanpa bebannya dari menara sambil terseyum kearahnya.

Yang dirinya tahu belakangan ini ibunya sering menanggis sendiri di peraduannya ketika malam akan tiba, atau sesekali ibunya terlibat cekcok dengan ayahnya. Dirinya masih remaja dan tak tahu masalah kedua orang tuanya hingga membuat ibunya nekat lompat dari menara istana yang ketinggiannya melebihi istana Persia.

“Mama” lagi dirinya berucap lirih saat pelayan-pelayan istana membawa tubuh tanpa raga ibunya untuk dimakamkan. Altan masih berdiri ditempatnya dengan mata yang mulai memanas saat pelayan-pelayan istana mulai membawa tubuh ibunya menjauh, barulah setelah Sutan menepuk pundaknya dirinya tersadar dan segera mengejar mayat ibunya yang sudah pergi dibawa pelayan-pelayan istana.

Pagi itu Persia amat mendung seolah ikut bersedih atas perginya sang ibu negeri tercinta. Altan masih diam menatap puasara terkahir ibunya, dirinya masih tak percaya ibunya pergi dengan tiba-tiba tanpa mengucap salam perpisahan apapun padanya. Altan melirik kearah sang ayah yang masih sama terpaku mentap pusara ibunya di sebrangnya.

Dirinya bahkan masih merasakan dengan jelas kecupan di kepalanya dari sang ibu semlam, seyuman dan elusan kepala dari ibunya masih ia ingat saat semalam dirinya mengadu bahwa Sutan terlalu banyak memberi materi yang tak ia pahami.
Ia masih mendengar suara ibunya saat memanggilnya, ibunya bahkan baru pergi sebentar tapi ia sudah sangat merindukannya.

Bagiaman jika kedepannya nanti? Saat dirinya beranjak dewasa nanti ibunya sudah tak ada, saat penobatan dirinya menjadi Raja nanti ibunya tak ada, saat dirinya menikah nanti ibunya sudah tak ada.

Dirinya sungguh merindukan ibunya saat ini, tanpa sadar Altan sudah menanggis dalam keterpakuannya

Tak akan ada lagi sosok yang akan selalu menenangkannya nanti, tak akan ada lagi sosok yang akan memanggilnya dengan lembut, dan tak akan ada lagi usapan kepala dan kecupan manis saat dirinya akan beristirahat

Detik itu dirinya berjanji akan mencari tahu dibalik kematian naas ibundanya.

....................

Pagi itu Persia masih terik sperti biasanya, menyengat hingga ke pori-pori kulit dengan sangat panasnya. Sedangkan sang Raja masih berdiam diatas sigasananya degan tubuh bersadar lelah, gulungan-gulungan kertas yang berisi beberapa laporan masih berserakan di atas meja kerjanya. Pikirannya tengah berkelana jauh dari raganya

Altan mengingat percakapannya dengan Sutan kemarin tentang selma yang terus di sebut mendiang ibunya dalam mimpinya.
Selma begitu tak asing ditelinganya dan terasa dekat, dirinya memijat pangkal hidungnya frustasi.
Selma nama yang sama dengan pujaan hatinya. Entah itu sebuah kebetulan yang sama atau kekasihnya itu memang benar yang dimaksud oleh mendinag ibunya

Ketukan di pintu menyadarkannya dari lamunan panjangnya. Ia melihat Zaina permaisurinya membungkuk dengan beberapa pelayan di belakangnya.

“Hormat hamba Yang Mulia Raja”

“Tinggalkan kami berdua”

Dan setelah itu para pelayan yang ikut, membungkuk kemudian berlalu pergi meninggalkan sang majikan yang masih sama-sama terdiam di tempat maisng-masing.

DETERMINATION [END]Where stories live. Discover now