CAMILA [3]

28.8K 2.5K 148
                                    

Enam bulan kemudian …

Memasuki bulan ke enam pernikahan, aku sudah mulai terbiasa dengan ritme rutinitas di rumah ini. Pukul lima pagi aku sudah berkutat di dapur dan mempersiapkan sarapan untuk semua anggota keluarga. Memang tidak ada keharusan kalau aku yang menyiapkan sarapan setiap harinya.

Namun ini keinginanku sendiri supaya bisa menjadi salah satu kegiatan rutin di rumah ini. Sama sekali tidak ada kendala untuk urusan memasak, karena sejak remaja aku sering membantu ibuku di dapur dan kerap mencoba berbagai resep baru yang kudapat dari banyak artikel. Sehingga kemampuanku memasak tidak perlu diragukan lagi.

Aku paham apa saja yang disukai atau tidak disukai, serta yang harus ada maupun tidak ada dalam menu makanan mereka. Penggunaan penguat rasa sangat dilarang oleh Mama Yasmin dan semua bahan makanan harus memiliki standar kualitas yang baik. Maka dari itu, Mama Yasmin tidak pernah mengizinkan asisten rumah tangganya berbelanja di pasar tradisional. Supermarket adalah tempat wajib untuk berbelanja produk organik seperti sayur mayur dan bahan mentah lainnya.

Dimas bukan tipe pemilih soal makanan, jadi aku tidak perlu khawatir soal menu makanan untuknya. Sepanjang yang kulihat, Dimas selalu melahap apa saja yang kumasak. Lain halnya dengan Papa Win yang hanya boleh mengonsumsi beras merah untuk menjaga kadar gulanya tetap terjaga. Papa Win sudah didiagnosa dokter menderita diabetes stadium awal, sehingga perlu menjaga pola makannya. Mengurangi karbohidrat serta menjaga jumlah asupan gula agar tetap terkontrol dan tidak berlebihan.

Begitupun dengan Mama Yasmin, yang sangat menjaga pola dan menu makanan yang dikonsumsinya setiap hari. Semua menu makanan untuknya direbus tanpa bahan campuran bumbu lagi. Bukan karena beliau mengidap penyakit yang sama seperti Papa Win, tapi lebih kepada agar postur tubuhnya tetap terjaga. Kuakui Mama Yasmin tampak sempurna di usianya yang tidak lagi muda.

Berbeda dengan Nina. Adik perempuan Dimas itu menyukai semua jenis makanan manis, berkalori tinggi dan yang terpenting baginya asal makanan itu enak dia pasti akan melahapnya. Maka tak heran kalau Nina memiliki postur tubuh lebih besar untuk ukuran seorang gadis berusia enam belas tahun. Bisa dikatakan Nina mengalami obesitas.

Kami menikmati sarapan di ruang makan yang cukup luas. Hanya ada sebuah meja makan marmer berbentuk oval, tapi tetap berkesan mewah. Yah, tentu saja pasti harganya sangat mahal. Sebanding dengan kemewahannya.
Dimas duduk di sebelahku, sedangkan Papa Win duduk di bagian paling ujung meja, menandakan posisinya sebagai kepala keluarga di rumah ini.

Mama Yasmin duduk berseberangan denganku. Di sebelahnya ada Nina sedang melahap nasi goreng seafood buatanku. Kemudian terdengar Mama Yasmin berdeham pelan. Dia meletakkan garpunya dengan anggun di atas piring, lalu mulai mengeluarkan pertanyaan yang ditujukan padaku.

"Apa sudah ada tanda-tandanya, Mila?" Mama Yasmin menatapku. Sorot matanya seperti menuntut sebuah jawaban yang ingin dia dengar dariku. Namun aku tahu kalau tidak bisa memberikan jawaban yang akan memuaskan Mama Yasmin.

"Belum, Ma," jawabku yang masih sama saja seperti yang pernah kukatakan sebelumnya ketika Mama Yasmin bertanya tentang hal itu.

Mama Yasmin menggelengkan kepalanya, seperti tidak bisa menerima jawaban yang kuberikan. "Apa, sih, usaha kamu? Masa sampai sekarang kamu belum hamil juga?"

Kamu?

Penggunaan kata kamu seperti menjadi tanda kalau Mama Yasmin hanya menyalahkan aku tanpa membawa-bawa nama Dimas.

Aku menengok ke arah Dimas yang terlihat tidak ada isyarat akan menanggapi perkataan mamanya itu. Dimas tetap fokus dengan makanan di hadapannya tanpa merasa perlu menunjukkan tindakan untuk membantuku menjawab. Jadinya aku harus memikirkan sendiri kalimat yang tepat untuk menanggapinya, tapi urung karena sudah didahului oleh Papa Win

CAMILA [ Sudah TERBIT]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon