02 - Wallet

578 93 1
                                    

"Hidup tanpa hape, bagai malming tanpa cewek

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hidup tanpa hape, bagai malming tanpa cewek. Aahh senangnya si Mino hapenya ilang...."

Aku melempar tiga biji pilus dari snack yang sedang kugenggam pada Bobby yang tidak membuatnya berhenti untuk bernyanyi-menari gila di hadapanku. Dia malah tertawa sambil terus mengejekku seakan masalahku paling membuatnya bahagia di dunia.

Yah, biasanya dia yang selalu jadi korban bullyku.

"Sekali lagi lo kayak orang sinting gitu, gue aduin ke Masha kalo lo lagi ngegebet maba."

"Eh, sial janganㅡ"

"BY, JADI KAMU MAU SELINGKUH DARI AKU!?"

Refleks, aku menyemburkan es teh yang sedang kuminum dan tak sengaja mengenai bakso yang belum dijamah Bobby. Melirik Bobby yang untungnya tidak melihat apa yang kulakukan, aku segera membersihkan meja sekaligus membuang baksonya ke tong sampah. Yakin bahwa Bobby tidak akan memakannya karena kini dia sedang mengejar-ngejar Masha yang pergi sambil terus berteriak.

"Yang, sumpah yang dibilang Mino itu gak bener! Aku setia sama kamu!"

"Ngomong sono sama tembok!"

"Dia gak bakal ngerti apa yang aku ucapin!"

"Ya udah, ngomong sono sama Pak Jani!"

"Yang!"

Tawa terdengar dari para pengunjung kantin yang menonton mereka. Begitupun denganku yang tidak menduga bahwa ada Masha saat aku berkata tentang gebetan Bobby tadi. Anggap saja itu balasan untuk Bobby karena dia sudah mengolok-olokku, haha.

Omong-omong tentang ponselku yang hilang, aku berpikir bahwa perempuan yang kubantu kemarin itu pelakunya.

Dia pasti merogoh hoodieku saat aku menangkapnya agar tak jatuh. Jika saja aku tahu nama dan dimana fakultasnya, sudah aku datangi dia sekarang. Perempuan dengan wajah cantik tidak menjamin perilakunya baik.

Aku menuju ke counter kantin, hendak membayar makananku dan ya, Bobby. Namun tiba-tiba, seseorang menabrakku dari belakang.

"Aduh, maaf. Aku gak sengaja."

Mendengar suaranya yang sedikit familiar, aku langsung berbalik. "Lah, elo?"

Dan orang yang menabrakku adalah perempuan yang kemarin.

"Eh, kamu. Maaf ya, aku bener-bener gak sengaja. Salah aku tadi jalan gak liat-liat. Maaf banget." perempuan itu menyatukan kedua telapak tangannya di hadapanku dengan wajah bersalah yang kentara. Jujur, sebenarnya aku sama sekali tidak masalah dengan kejadian tadi, hanya saja ... ingin menanyakan tentang ponselku.

Tapi yang keluar dari mulutku malah; "gak masalah, lagian kayaknya lo lagi buru-buru ya? Mau ngapain emang?"

Perempuan itu mengangguk, "iya, aku lagi mau ke dobing. Bener nih kamu gak papa? Maaf bangetㅡ"

"Terus aja minta maaf," potongku, dia terkekeh canggung. "Ya udah sana, ntar lo kena semprot lagi."

"Eh iya, aku pergi ya. Sekali lagi maaaaaf."

"Iya."

Perempuan itu pergi dengan tergesa sambil menenteng sebuah map. Aku mengamatinya sampai dia tak terlihat lagi.

"Bi, es teh dua gelas, bakso dua porsi sama pilus Garuda yang gede satu. Semuanya berapa?" tanyaku pada pemilik kantin.

"36.000, mas."

"Oke," aku merogoh jeans belakangku, mengambil dompet yang ternyata ... tidak ada!?

Dengan panik aku langsung menggeledah isi tasku, saku jaket dan balik menuju meja tempat makanku tadi. Namun nihil, dompetku tidak kutemukan.

Aku menutup mata, memijit pelipis yang terasa berdenyut-denyut.

Pasti perempuan itu lagi!

***

ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang