3.2

1.7K 131 1
                                    

CHAPTER 3
PENYAMUN DI KAYU SALIB

Dua tahun lebih terlambat daripada anak-anak seumurnya. Itulah bagaimana untuk beberapa bulan sekarang dia menjadi teman sekelasku dalam kelas Penguatan.

Untuk sesaat aku menghindarinya, aku tidak ingin berurusan dengannya, dia memiliki terlalu banyak rumor dan misteri, tapi aku juga merasa terbebani oleh keharusan yang mengusikku semenjakurusan Kromer. Saat itu hanya rahasiaku seorang saja yang dapat kutangani.

Untukku, kelas Penguatan terjadi bertepatan dengan waktuku mengambil keputusan mengenai masalah seksual, dan di luar dari niat baikku, ketertarikanku pada instruksi imani terhalangi oleh hal tersebut. Hal-hal yang diucapkan oleh sang Pendeta terasa terletak jauh dariku di dalam ketidak-nyataan yang sentosa dan suci, mereka mungkin sangat indah dan berharga, namun mereka bukanlah hal menarik saat ini ataupun menstimulasi, hal-hal lain di luar itu jauh lebih menarikku.

Semakin lama situasi ini membuatku semakin tak acuh pada pelajaranku, semakin lama perhatianku kembali berfokus pada Max Demian. Sesuatu seakan mengikat kami bersama. Aku harus mengikuti garis pemikiran ini dengan ketepatan yang maksimal. Sepanjang yang kuingat, itu dimulai sekitar suatu kelas pagi di mana cahaya masih menyala di dalam kelas. Sang Pendeta menyuruh kami untuk memperhatikan kisah Kain dan Habel. Aku tidak terlalu memperhatikan, aku mengantuk dan tidak terlalu mendengarkan. Kemudian sang Pendeta menaikkan suaranya dan mulai berbicara dengan kekuatan penuh mengenai tanda Kain. Saat itu aku merasa semacam tersentuh atau ditegur, dan mendongak.

Aku melihat wajah Demian sedang memandangku dari salah satu kursi di dekat barus depan, ekspresi di dalam mata jernihnya yang komunikatif juga terlihat sarkastis dan serius di waktu yang sama. Dia memandangiku hanya untuk sesaat, dan kemudian aku memperhatikan perkataan sang pastor, aku mendengarnya berbicara mengenai Kain dan tandanya, dan jauh di dalamku aku merasakan pemahaman bahwa cara dia mengajarkan hal ini tidak terlalu tepat,itu dapat dipahami dengan cara lain, bahwa itu dalam diteliti dengan lebih kritis! Saat itu tautanku pada Demian kembali terwujud.

Dan aneh untuk dikatakan -setelah aku merasakan solidaritas semacam ini dalam jiwaku, aku melihatnya secara magis dialihkan ke dalam dunia spasial pula. Aku tidak tahu apakah dia dapat mengaturnya sendiri atau ini hanyalah kejadian belaka-di hari-hari tersebut aku masih sangat percaya bahwa ini hanyalah kebetulan belaka-beberapa hari kemudian Demian tiba-tiba saja memindahkan tempat duduknya di kelas agama dan duduk tepat di depanku (aku masih mengingat betapa bersyukurnya, di tengah kerumunan padat di dalam kelas ini, aku menghirup aroma yang segar dan manis datang dari lehernya di pagi hari), dan beberapa hari setelah itu dia kembali pindah, dan sekarang duduk di sampingku yang mana menjadi tempat duduknya sepanjang musim dingin dan semi.

Kelas-kelas pagi telah benar-benar berubah. Mereka tidak lagi membuat mengantuk dan jenuh. Aku mulai menantikannya. Sesekali kami mendengarkan pastor dengan penuh perhatian, sebuah lirikan dari tetanggaku memberikan indikasi sebuah cerita yang dapat diingat atau perkataan yang tidak biasa untukku. Dan tatapan lain darinya, sebuah tatapan yang penuh ketegasan, membuatku awas, membangkitkan jiwa kritis dan keraguan di dalamku.

Tapi sangat sering kami adalah siswa yang buruk dan tidak mendengarkan apa pun yang sedang diajarkan. Demian selalu sopan pada guru-gurunya dan teman-temannya; aku tidak pernah melihatnya bercandalayaknya anak-anak sekolah lainnya, aku tidak pernah mendengarnya tertawa atau bicara keras saat kelas berlangsung, dia tidak pernah diomeli guru. Tapi dengan sangat tenang dan lebih kepada tanda dan tatapan daripada bisikan, dia dapat membagikan apa yang dia pikirkan kepadaku. Beberapa dari hal ini adalah pemikiran yang tidak biasa.

Sekejap, dia memberitahuku siswa mana yang menarik perhatiannya dan dengan cara begitu dia mempelajari mereka. Dia tahu beberapa kebiasaan mereka dengan sangat baik. Dia memberi tahu sebelum pelajaran dimulai, "Saat aku memberimu tanda dengan ibu jariku, dia-dan-dia akan menoleh ke arah kita, atau menggaruk lehernya," kurang lebih begitu. Kemudian sepanjang kelas berlangsung, ketika aku nyaris melupakan mengenainya, Max Demian menggerakkan ibu jarinya ke arahku dengan gerakan kentara, aku segera menatap siswa yang dituju dan setiap kali aku melihat dia, seperti boneka tali, melakukan gerakan yang telah diberitahu sebelumnya. Aku meminta Max untuk mencobanya pada guru, kadang, tapi dia selalu menolak. Sekali, suatu kali ketika aku datang ke dalam kelas dan mengatakan bahwa aku belum mempelajari tugasku untuk hari itu dan berharap pastor tidak akan menanyaiku apa pun hari itu, dia membantuku. Pastor sedang mencari seorang siswa untuk mengucapkan sedikit katekismus.

Matanya yang berkeliling tertuju pada wajahku yang tampak bersalah. Dia berjalan pelan, menunjuk jarinya padaku, dia telah memiliki namaku di ujung lidah -itu saat ketika dia tiba-tiba teralih atau menjadi gugup, menarik leher bajunya dan berjalan ke Demian yang menatap langsung ke wajahnya dan seakan hendak bertanya mengenai sesuatu, tapi dengan mengejutkan dia kembali berpaling, berdehem sejenak, dan kemudian memanggil siswa lainnya.

Aku menyadarinya perlahan selagi aksi-aksi ini sangat menghiburku, temanku ini sering memainkan trik yang sama padaku. Dalam beberapa kesempatan aku mendadak merasakan dalam perjalananku ke sekolah bahwa Demian berjalan tak jauh di belakangku dan ketika aku berpaling, dia memang ada di sana. "Apa kau bisa membuat seseorang memikirkan apa yang kau ingin mereka pikirkan?" aku bertanya padanya.

Dia memberitahuku dengan sukarela, tenang, dan objektif, dalam sikapnya yang dewasa. "Tidak," katanya,

___"itu mustahil. Kau tahu, tidak ada seorang pun yang memiliki kehendak bebas, bahkan meskipun pastor yang menyiratkan haltersebut. Orang lain tidak dapat memikirkan apa yang dia inginkan begitu pula aku tidak bisa membuatnya memikirkan hal yang aku ingin dia pikirkan. Tapi itu mungkin untuk mengobservasi seseorang dengan saksama, dan ketika kau dapat menyebutkan cukup akurat apa yang dia sedang pikirkan atau rasakan, kemudian secara umum kau dapat memprediksi apa yang akan dia lakukan pada menit berikutnya. Itu sangat simpel, orang-orang hanya tidak mengetahuinya. Secara natural itu dibutuhkan latihan. Contohnya, di dalam keluarga kupu-kupu, ada seekor ngengat malam dengan populasi lebih sedikit betina daripada jantan. Ngengat bereproduksi seperti layaknya semua hewan, jantan membuahi betina yang kemudian bertelur. Sekarang kau memiliki betina dari jenis ngengat ini -ini sering dicoba oleh para ahli biologi-ngengat jantan terbang menuju ngengat betina pada malam hari, dan mereka terbang selama berjam-jam untuk sampai. Bayangkan, waktu terbang yang berjam-jam! Melewati bermil-mil, semua pejantan ini merasakan betina satu-satunya di sekitarnya. Orang-orang mencoba menjelaskan hal ini, namun sulit. Pasti ada semacam aroma atau sesuatu yang seperti itu, kurang lebih semacam cara anjing pelacak mampu melacak jejak tak terlihat dan mengikutinya. Mengerti? Ada hal semacam itu, alam penuh dengan hal tersebut, dan tidak ada yang dapat menjelaskan mereka. Tapi sekarang aku katakan, jika populasi betina sebanyak para pejantan di antara ngengat tersebut, mereka tidak akan memiliki indra penciuman yang setajam itu. Mereka memilikinya hanya karena mereka melatih diri untuk hal itu. Ketika seorang binatang atau manusia memfokuskan seluruh perhatian dan tekadnya pada sebuah benda tertentu, dia akan mendapatkannya. Itulah caranya. Dan itu sama seperti yang baru kau tanyakan. Perhatikan seseorang dengan saksama cukup lama, dan kau akan mengetahui lebih banyak mengenainya melebihi dirinya sendiri."
_____
Kata 'membaca pikiran' berada diujung lidahku, dan aku nyaris mengingatkannya pada insiden Kromer yang sudah terjadi begitu lama. Tapi ini adalah sebuah hal yang janggal lainnya dalam hubungan kami, tidak pernah sekalipun antara dia maupun aku menyinggung sedikit pun mengenai fakta tersebut.

Beberapa tahun yang lalu, dia telah mengambil peranan yang amat serius dalam hidupku. Itu terasa seperti tidak pernah terjadi apa pun di antara kami sebelumnya, atau seakan masing-masing dari kami yakin bahwa pihak lain telah melupakan hal tersebut. Sekali dua kali kami bahkan berpapasan dengan Franz Kromer selagi menyusuri jalanan bersama, tapi kami tidak bertukar pandang ataupun mengatakan sepatah kata mengenainya. "Tapi bagaimana tekad di sini bekerja?" tanyaku. "Kau bilang manusia tidak punya kehendak bebas. Tapi kemudian kau lanjut bilang bahwa yang butuh dilakukan hanyalah mengonsentrasikan tekadmu pada sesuatu dan kau akan mencapai tujuanmu. Itu tidak sinkron. Jika aku bukanlah pemilik dari kehendakku sendiri maka aku tidak dapat memfokuskannya pada suatu tempat yang kupilih." Dia menepukku di bahu. Dia selalu melakukan itu ketika dia terkesan denganku. "Aku senang kau bertanya!" katanya dengan seulas senyuman.

TBC

DEMIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang