Extra Chapter: F I N A L L Y

1.4K 152 69
                                    

Ini males ngedit detail, jadi ngedit cepet cuma buat ganti bahasa2 yg masih berbau ke-koriya-an dan hubungan aja :" Lagi sibuk nonton Naruto aku tuh *gg

Abaikan Typo sayang~

HAPPY READING^^

.

Ahh..

Hujan..

Rintiknya selalu dingin. Membuat perasaanku yang dari awal sudah dingin berangsur membeku. Berapa tahun yah.. Lima? Apa sudah selama itu? Tidak, sepertinya lebih lama. Atau hanya perasaanku saja?

Bruum...

Aku menoleh keselatan. Bus yang kutunggu dari tadi akhirnya tiba juga. Segera ku naikkan syal yang melilit leherku. Membuatnya membutupi hidungku. Hawa yang terlalu dingin bisa membunuhku. Aaa~ meskipun sejujurnya aku memang ingin mati secepatnya.

Lima..

Empat..

Tiga..

Dua..

Satu..

Nol..

Minus satu..

Minus dua..

Minus tiga..

Berhenti.

Bus yang ku naiki terlambat tiga detik dari biasanya. Haruskah aku mengkritik sopir akan keterlambatannya tersebut? Hahaha.. Jika aku benar-benar melakukannya katakan saja aku gila. Berlebihan, atau apalah terserah kalian.

Siapa peduli dengan tiga detik?

Aku.

Aku yang peduli. Aku sama sekali tidak suka bermain-main dengan waktu. Apalagi hidupku saat ini hanyalah untuk mati. Katakan lagi aku gila. Tapi aku memang sudah kebal dengan motivasi hidup. Tidak ada yang berharga disini. Yang ku cintai sudah pergi dariku lebih dari lima tahun silam.

Aku bahkan masih ingat hari itu. Tepat pukul 22.57.03 diruangan nomor 144. Anggap saja sehari setelah aku berusia sembilan belas tahun. Tapi saat itu aku terlanjur bertaruh. Tak akan meneteskan air mata lebih dari tujuh tetes. Dan aku menang! Hanya tujuh tetesan. Percayakah kalian bahwa itu air mata terakhirku? Itu benar, setelah malam itu aku tak bisa menangis. Meskipun aku sangat ingin.

Hyungwon..

Dulu aku selalu menyelimutinya dengan blazer, jaket, atau apapun yang bisa kugunakan untuk melindungi tubuhnya dari dingin. Sekarang aku rindu saat-saat itu. Rindu pada seseorang yang selalu cemberut saat aku mulai protective. Yang akan menangis saat ku paksa ke rumah sakit. Dan yang selalu memasakkan makan malam untukku.

Kapan aku mati?

Aku sudah tidak sabar bertemu denganmu, Hyungwon..

"Payah, aku saja bisa bersabar menunggu mu mati." cibirnya.

Aku tersenyum. Bahkan imajinasiku masih menyimpan dengan baik suara dan gaya bicaranya. Saat aku memejamkan mata, dia akan muncul. Tersenyum ke arahku dan melucu. Tapi tubuhnya masih sempurna. Surai pirangnya masih dalam kondisi baik. Pipinya masih chubby dan bibirnya juga masih merah. Tidak lagi pucat, kurus dan miris seperti terakhir dia memelukku.

"Apa kau sudah menyiapkan rumah untukku?" tanyaku menggenggam tangannya.

Tentu saja itu hanya imajinasi. Mana mungkin aku bisa menyentuhnya. Merasakan imajinasiku yang menjadi nyata? Itu berarti aku benar-benar sudah gila. Tapi sejujurnya aku hanyalah orang waras yang coba-coba dengan yang namanya gila.

SIMPLY LOVE (Yaoi)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora