7| Lagi

102K 7.6K 236
                                    

"Kita mau kemana?" pertanyaan itu sudah ketiga kalinya Suci lontarkan, dan Arka sama sekali tidak menjawab. Cowok itu sejak tadi hanya diam menatap jalanan. Bisa Suci lihat tangan Arka yang berada di stir mobil seakan ingin meremukkan stir mobil itu. Tatapan Arka dingin dengan rahang yang mengeras.

Suci jadi ngilu saat mobil yang ditumpanginya melesat begitu cepat. Apa Arka mau membunuhnya?

Suci melirik Arka ragu. Lalu, setelah merapal doa dalam hati, dia bertanya lembut. "Arka, kita mau kemana? Ini bukan jalan kerumah aku."

Arka melirik sekejap. Lalu kembali menatap jalanan. "Siapa bilang kerumah kamu?"

Suci kontan melotot tak percaya. "Maksud kamu apa? Terus kita kemana?" dalam hati Suci ingin sekali berteriak pada Arka, apalagi saat mobil silver Arka terasa makin cepat. "Arka, kamu marah cuma karena kejadian tadi? Lagian, Tio cuma minta air minum."

Detik itu juga mobil Arka berhenti mendadak. Kalau saja Suci tidak mengunakan safety belt, mungkin kepalanya sudah terbentur pada dasbor.

Suci menggigit bibirnya. Arka kali ini benar-benar keterlaluan.

"Kamu kenapa sih?!" akhirnya Suci mengeluarkan emosi yang sudah dia tahan.

Arka memiringkan kepalanya, menatap Suci tajam. Rahangnya mengeras. "Kamu masih tanya kenapa?!" geram Arka.

Suci mengerutkan keningnya. Kenapa dia yang disalahkan?

"Kenapa kamu marah? Seharusnya aku yang marah karena kamu hampir mau bunuh aku," Suci sadar situasi tidak baik, maka dia memelankan suaranya.

"Kamu masih nggak sadar dimana letak salah kamu? Dan kamu buat kesalahan lagi dengan menyebut nama cowok lain didepan aku!" ucap Arka menggebu-gebu. Suaranya begitu keras. Untung jalanan sepi, entah dimana ini sekarang. Namun hanya beberapa motor atau mobil yang lewat. "Dan kamu bilang apa tadi? Cuma? KAMU BILANG CUMA?! Aku pacar kamu! Nggak ada yang suka lihat pacarnya bersama laki-laki lain!"

Suci menggelengkan kepalanya tak percaya. Arka terlau berlebihan. "Kamu berlebihan," ucap Suci tanpa sadar. Dan tanpa Suci tau, ucapannya menjadi bom lagi.

Kini Arka benar-benar marah. Terlihat dari nafasnya yang mulai tak beraturan. "Kamu benar-benar nggak ngerti," detik berikutnya Arka menarik paksa tas yang disandang Suci, dengan kesetanan, Arka mengambil ponsel Suci. "Akan aku perlihatkan arti berlebihan itu." ucapnya dingin.

Arka mengotak-atik ponsel itu, dan Suci berusaha untuk menghentikan Arka dan merebutnya kembali. "Arka! Kembalikan!" desahnya putus asa.

Arka bergeming, masih serius dengan benda persegi panjang itu. Beberapa kali umpatan lolos dari mulut Arka. Saat melihat kontak yang dalam ponsel tersebut, dengan kesal, jari-jari Arka bergerak menghapus kontak yang menurutnya bisa mengganggu.

"Arka jangan, banyak nomor teman aku disana," Suci menarik lengan Arka, menggoyangkan tangan cowok itu, berusaha bernegosiasi. "Arka! Jangan!" jeritnya frustasi melihat Arka dengan mudahnya menghapus kontak teman-teman laki-lakinya. Padahal, ini satu-satunya komunikasinya dengan teman-teman lamanya.

"Kamu keterlaluan," ucap Suci pelan begitu Arka behenti menggerakkan jari-jarinya diatas layar ponsel. Laki-laki itu sama sekali tak peduli.

Arka kembali memandang Suci. Mata itu selalu menyiratkan kekuasaan penuh. "Apanya yang keterlaluan? Salah aku menjaga apa yang sudah menjadi milikku?" tanyanya tajam.

Dalam hati Suci berdecih, milikku? Memangnya dia barang? Suci benar-benar tak mengerti jalan pikiran Arka. Segala sesuatu selalu dia besar-besarkan. Sadarkah Arka sikapnya itu tanpa sadar membuat Suci tertekan?

"Kamu benar-benar berlebihan. Mereka hanya teman, memangnya aku nggak boleh berteman dengan laki-laki---,"

Prak!

Suci seketika terdiam, matanya melotot saat Arka melempar ponselnya, keluar dari mobil. Bunyi benda itu begitu dramatis saat tergesek pada kerasnya aspal.

Untuk sejenak, mobil itu benar-benar sunyi.

"Kamu bilang aku berlebihan 'kan?" Arka tersenyum miring saat mendapati tatapan bingung, bertanya milik perempuan di sampingnya. "Sudah aku lakukan,"

Dan detik itu Suci tidak bisa lagi berkata-kata. Cukup untuk hari ini yang begitu melelahkan.

"Ah, iya, jangan pernah sekalipun kamu berani dekat dengan laki-laki lain selain aku dan keluarga kamu tentunya. Dan... Kamu tentu tau resiko apa yang kamu terima kalau kamu melawan 'kan?" kata-kata itu terdengar begitu sadis. "Dan anggap saja ponsel kamu yang hancur itu sebagai hukuman awal atau sebuah peringatan, kamu ngerti 'kan sayang?"

Suci sempat menahan nafas saat Arka dengan lancarnya mengucapkan kata terakhir, sebelum Suci mengangguk pelan.

Dan selanjutnya, mobil yang ditumpanginya mulai melaju dengan kecepatan normal.

***

Malam ini Suci terdiam menatap buku-buku yang bertebaran di meja belajarnya. Hancur sudah rencananya malam ini untuk belajar dan segera menonton bersama mama. Pikiran Suci melayang.

Tadi, setelah Arka membawanya ke mall, untuk mengantikan ponselnya yang telah dihancurkan cowok itu, Arka baru mengantarkannya pulang. Awalnya Suci sempat bingung, anak SMA seperti Arka membelikannya ponsel dengan harga yang-uangnya bisa Suci pakai untuk jajan delapan Bulan. Dia saja kebutuhan masih minta pada orang tua. Entah dari mana Arka punya uang sebanyak itu.

Ah, iya, ada hal yang menakutkan yang Suci temui saat mereka berhenti disebuah mini market untuk membeli minuman. Saat Arka keluar dari mobil, Suci melihat ada lima helai rambut keluar dari dasbor mobil.

Ketakutan dan penasaran adalah hal yang dia rasakan saat itu. Dan demi menuntaskan rasa penasarannya, Suci mebuka dasbor itu. Dan betapa kagetnya dia saat menemukan sebuah ikat rambut berwarna biru disana.

Tentu saja itu milik seorang perempuan.

Rasanya benda itu tidak asing. Saat Suci hampir menyentuh benda itu, Arka tampak keluar dari mini market, dengan kedua tangannya memegang dua botol minuman.

Buru-buru Suci menutup kembali dasbor. Dan berpura-pura tidak terjadi apapun.

Entah kenapa, semakin hari rasanya Suci merasa ada yang aneh dari sosok Arka.

Cowok itu benar-benar misterius.

Tatapannya tidak pernah terbaca, dan pikirannya benar-benar tidak bisa ditebak. Arka itu melambangkan tanda tanya besar. Banyak sekali pertanyaan tentang Arka.

Seperti, kenapa tiba-tiba Arka menembaknya---lebih tepat memaksanya untuk berpacaran dengan laki-laki itu.

Dan jaket. Sampai sekarang jaket itu masih ada di dalam lemarinya. Suci selalu lupa untuk mengembalikannya pada Arka.

Suci menghela nafas. Dia tidak bisa begini terus. Dia harus lepas dari cowok gila itu.

"Kak, mama nungguin lo dibawah."

Suci tersentak saat suara Fugi terdengar. Suci menoleh dan menemukan Fugi diambang pintu, menatapnya curiga. "Kenapa kaget? Melamun? Lo kayak orang banyak masalah hidup aja. Kalau ada masalah cerita aja." Fugi adalah Fugi. Adiknya yang terlalu peka dalam hal apapun. Kadang Suci risih dengan kepekaan Fugi.

Suci terdiam sejenak. Pikirannya kembali melayang.

Fugi yang masih disana menatap kakaknya penuh selidik. "Kak lo---,"

"---Gi, kakak boleh minta tolong?"

Suci tidak tau keputusannya ini adalah keputusan yang baik atau buruk. Tapi, setidaknya Suci mencoba. Entah apa yang akan terjadi kedepannya.

"Minta tolong apa?"

***

Arka[√]Where stories live. Discover now