1

33 9 7
                                    

Pagi yang cerah membuat satu keluarga mulai dengan kesibukannya masing-masing.

“Dek, kamarnya itu beresin, cewek malesnya gak ketulungan!” suara mamanya menggema, seraya menyiapkan bekal sekolahnya.

“Ntar juga di beresin Ma!” jawab sang anak.
“Gini mau mandiri, hidup itu ada waktu dek.” tutur sang Ayah.

Sang anak turun dari lantai dua, menuju ruang makan.

“Bang nggak kuliah?” tanya anak tersebut pada kakak laki-lakinya, dengan menarik kursi yang akan ia duduki.
“Entar habis ngantar kamu berangkat ke kampus.” jawab kakaknya dengan tangan yang bergerak mengambil nasi.

“Mam, entar itu pulang sore, ada bimbel.”
Mamanya hanya bergumam tanda menjawab perkataan anak gadisnya itu.

“Koreksi barang bawaan sudah masuk kedalam tas apa belum?” tanya sang ayah, yang tau kebiasaan putra putrinya yang selalu ada perlengkapan mereka yang tertinggal.
“Sudah masuk semua.” jawab putranya.
“Udah disiapin tadi malam.” lanjut putrinya.

Satu keluarga yang beranggotakan sepasang suami istri dan dua anaknya. Mereka hidup bahagia, serba kecukupan.

“Jadi orang harus kuat, harus bisa bersyukur, meskipun yang didapat tidak sesuai dengan apa yang diinginkan.” Itu adalah nasihat yang diajarkan oleh sang ayah pada kedua anaknya.

Setelah dirasa sarapan sudah selesai. Mereka berdua berpamitan, pada kedua orang tuanya. Tak lupa mencium tangan mereka
“Ma, kita berdua berangkat ya.”
“Hati-hati di jalan ya, nak.”
Bahkan sang ayah selalu mencuim kening kedua anaknya seraya memanjatkan doa untuk mereka berdua. Setiap pagi kebiasaan keluarga tersebut tak pernah luntur, meskipun zaman sudah modern.
Sesampai di sekolah.

.
.
.
.
.

“Hati-hati di jalan, bang.” pamit sang adik pada abangnya, saat turun dari kendaraan. Tak lupa mencium tangan sang abang.

“Belajar yang bener.”
Saat berjalan menuju gerbang gadis itu melihat segerombolan siswi yang sedang berbincang dengan hebohnya, dan berbicara dengan nada sinis.

“Apaan, sih, ini anak pagi-pagi bergosip.” gumam gadis tersebut saat masuk di kawasan sekolah.

Gadis itu mengambil ID Cardnya untuk melakukan absensi, dan dari belakang ada seorang yang memanggilnya.
“Archa!” Gadis itu pun menoleh ke sumber suara.

Archa, adalah nama gadis tersebut. Dia adalah anak kedua dari dua besaudara. Ia begitu dekat dengan sang Ayah, bahkan setiap ada masalah dia selalu mendahulukan untuk bercerita pada sang Ayah.

“Cha, maen yuk ntar?” ajak salah seorang temannya.
“Lah, entar ‘kan bimbel, ogah kalau bolos.” jawab Archa sambil melangkah menaiki tangga menuju kelasnya.

.
.
.
.

-tbc-

Kasih vote sekalian komentar, biar author semangat nulisnya 😆.

DurasiWhere stories live. Discover now