04: Misi Pertama

2.8K 414 20
                                    

Aku sudah minta izin pada Ibu dan Pak Bekti kalau aku akan pindah untuk beberapa bulan, dan mereka melepasku. Mereka bilang, mereka akan menerimaku lagi jika aku memutuskan untuk kembali. Mereka sudah kuanggap seperti orang tua sendiri, bahkan mereka mau menjadi waliku.

Pekerjaanku sebagai pelayan restoran pun telah berakhir. Aku mendapatkan gaji mingguan terakhirku, aku menabungnya seperti biasa, sebagian aku sisihkan untuk membayar hutang Ayah. Ah, benar juga. Aku mengiyakan permintaan Kak Cindy begitu saja. Padahal, aku masih harus berurusan dengan rentenir. Tapi, aku rasa Kak Cindy akan baik-baik saja dan bisa menjaga diri. Dia adalah Manusia Super yang kuat dengan kekuatan Pengendali Air.

Sekarang, sudah seminggu berlalu semenjak aku bergabung dengan GEMS dan menjadi Sena. Aku belum mendapatkan satu misi pun, aku harus ikut pembelajaran ini-itu dengan Pak Syaiful dan beberapa senior lainnya. Aku merasa seperti sedang bersekolah, tapi berbeda karena terasa lebih santai, seperti sedang berbincang santai untuk hal yang kusuka.

Aku tiba di kantor seperti biasa. Butuh waktu satu jam lebih untuk sampai di kantor. Pintu masuk yang terbuat dari kaca itu memperlihatkan keramaian di depan meja Mbak Fitri. Ada Pak Syaiful dan Kak Charles, juga ada satu lelaki bertubuh kekar yang tidak kukenal dan tidak pernah kulihat semenjak aku bergabung.

"Ah, Alice. Baru saja kami membicarakanmu," kata Pak Syaiful dengan senyum ramahnya.

Aku menghampiri mereka. "Ada apa?"

"Saya akan memberikanmu misi pertama," kata Pak Syaiful. Dia menyerahkan sebuah berkas di dalam map cokelat yang tertutup. "Pelajari itu selama beberapa menit. Diskusikan denganku setelahnya, lalu pergilah ke lokasi setelah maghrib."

Saat aku menerimanya, aku langsung menyerap semua informasi dalam map itu tanpa membukanya. "Apa aku pergi sendiri?"

"Sebenarnya, harusnya kamu masih dalam pengawasan kami. Tapi, berhubung Charles dan Panji juga ditugaskan pada jam yang sama, mau tidak mau kamu harus kerja sendiri," jelas Pak Syaiful.

Aku mengangguk, lalu mengembalikan berkas itu padanya. "Pengintaian, 'kan? Seharusnya tidak masalah."

"Kamu belum membacanya," gumam lelaki kekar itu.

"Dia tidak perlu membacanya," tanggap Pak Syaiful. "Oh, ya, Al. Ini adalah salah satu informan kita, dia dari pihak kepolisian, namanya Yudanto."

Aku mengulurkam tangan untuk berjabatan dengannya. "Alice."

"Yudanto. Panggil saja Yuda."

Aku mengangguk. "Aku rasa, aku akan pergi sekarang. Butuh waktu untuk bisa sampai di sana dengan kendaraan umum."

"Pak Yuda akan mengantarmu dan menemanimu," kata Pak Syaiful. "Ini juga tugas Densus 88, jadi dia akan mendampingimu."

"Oke. Itu lebih baik," gumamku.

"Pak, serius Anda menyerahkan tugas ini pada anak perempuan yang masih anggota baru sepertinya?" tanya Pak Yuda.

"Terima kasih untuk kejujurannya," gumamku dingin. Aku kesal mendengar ucapannya yang meremehkanku itu. Kalau mood-ku lagi buruk, pasti aku sudah membocorkan banyak rahasia miliknya.

Pal Syaiful tertawa, seakan-akan sedang melihat adegan komedi. "Dia bukan tipe yang ceroboh. Dia sangat teliti dan hati-hati dalam setiap pengambilan keputusan. Lagipula, ini hanya pengintaian."

"Yah, kalau Bapak bilang begitu, saya akan coba mempercayainya," gumam Pak Yuda. Dari bicaranya jelas dia seperti tidak ikhlas mengucapkannya. Itu menyebalkan.

"Tapi, Al, berhati-hatilah," kata Pak Syaiful dengan serius. "Jika kamu bertemu dengan si Tengil atau petinggi Extreme lainnya, menjauhlah. Batalkan misi ini segera. Keselamatanmu adalah nomor satu. Mengerti?" Dia sampai mencengkeram pundakku.

"Aku mengerti."

"Bagus," kata Pak Syaiful, lalu dia menyinggung senyum. "Makanlah dulu. Ada nasi kotak di atas mejamu."

Aku mengangguk, lalu aku pergi dari sana ke lantai dua. Di kantor ini, aku sudah mendapatkan meja kerjaku sendiri. Aku merasa senang, karena aku merasa punya tempat dan sudah diakui.

***

Kami baru saja tiba di Tanjung Priok, saat itu jam menunjukkan pukul 9 malam. Jalanan yang macet dan padat oleh truk-truk besar sedikit menghambat kami. Tapi, kami bersyukur tidak terlambat. Bahkan, kami datang tepat pada waktunya.

Hasil pengintaian Pak Yuda sebagai informan dari pihak Densus 88, Extreme akan melakukan transaksi di pelabuhan Tanjung Priok ini. Transaksi itu akan berlangsung pada pukul 21.30 antara Extreme dan sekelompok orang yang bekerja sama dan menerima bayaran. Namun, tidak tahu transaksi apa yang akan mereka lakukan. Bahkan, sampai saat ini tidak ada yang tahu tujuan Extreme sebenarnya. Sudah dua tahun semenjak GEMS berdiri, tapi sangat minim sekali informasi yang mereka miliki hingga saat ini.

Kami turun dari dalam mobil, pergi ke daerah kontainer dengan bergerak bersama-sama. Pak Yuda yang memimpin, aku hanya mengekor karena tidak tahu kemana harus pergi. Aku bisa saja menggunakan kekuatanku, tapi aku harus irit. Aku harus antisipasi berbagai hal yang mungkin terjadi.

Kami bergerak jauh meninggalkan mobil. Kami berhenti dan bersembunyi di belakang kontainer besar. Pak Yuda mengintip dari ujung kontainer, begitu juga denganku yang berjongkok di bawahnya. Kami sudah dekat sekali dengan tepian daratan. Sebuah kapal besar berlabuh di sana. Lampu-lampu sorot menjadi penerang di keramaian para lelaki di sana. Sepertinya, mereka akan mengangkut beberapa kontainer.

"Itu mereka," bisik Pak Yuda di atasku.

Aku memejamkan mata untuk fokus. Aku bisa membaca pikiran seperti sedang mendengar seseorang bicara di dekatku. Aku tak perlu menatap mata mereka. Dengan cepat aku masuk ke dalam pikiran semua orang yang sibuk di sana. Aku bahkan bisa melihat apa yang mereka lihat dari sudut pandang berbeda-beda.

"Mereka akan mengangkut dua kontainer ke kapal setelah transaksinya selesai. Mereka sedang menunggu Extreme datang."

"Apa isi kontainer itu?" tanyanya.

"Manusia Tanpa Bakat," jawabku.

"A-Apa?" Dia hampir berseru, untung dia bisa mengendalikan diri. Yah, dia sudah biasa bekerja seperti ini. Mengintai. "Apa kamu tahu kenapa mereka menjual Manusia Tanpa Bakat?"

Aku menggeleng. "Orang-orang di sana hanya dapat perintah dan dibayar harga tinggi," jawabku. "Apa yang harus kita lakukan sekarang? Bapak tidak akan panggil bantuan? Ini menyangkut nyawa warga sipil, loh."

Meski gelap, aku bisa melihat wajah seriusnya. "Kamu tunggu sini dan jangan lakukan apapun. Mengerti? Aku akan laporkan kejadian ini."

Aku mengangguk.

Dia sudah berbalik, hampir pergi. Tiba-tiba saja dia kembali bicara, "Jangan lakukan apapun!" tegasnya.

"Iyaaaa," jawabku tak ikhlas. Dia benar-benar menyebalkan. Dia begitu tidak mempercayaiku.

Setelah aku melihatnya pergi, aku kembali mengawasi keramaian di sana. Aku mengumpulkan informasi lebih banyak lagi. Aku juga memanfaatkan fitur-fitur pada topeng buatan Kak Cindy ini. Ada kemampuan melihat dalam gelap menggunakan inframerah, ada pemetaan, bahkan bisa melihat sesuatu yang jauh dengan perbesaran tinggi dengan resolusi gambar yang baik. Topeng ini sempurna.

Apa yang kulihat sungguh mengejutkan. Rasanya sedikit mustahil, dan itu membuatku sedikit cemas. Bagaimanapun juga, ini adalah misi pertamaku. Aku menyesal telah meremehkannya. Tapi, aku juga sudah menduga akan ada hal seperti ini. Namun, aku tak percaya bahwa dugaanku benar-benar terjadi. Rasanya jantungku berdebar-debar dengan kuat dan tidak beraturan. Namun, di sisi lain di dalam hatiku, aku merasakan sebuah semangat dan kesenangan akan sensasi suasana dan ketegangan yang aku rasakan.

Jgn lupa vomment nya yaaa...
Thx 😙

Garuda Emas Indonesia (GEMS) [COMPLETED] (Wattys2020)Where stories live. Discover now