Bab Tiga : Ingat

44 5 2
                                    

Bab Tiga: Ingat

(Don't you remember:
Adele)

-------------------------

    ''Untung gue ngasih tau loe, Rel. Mending kalau loe ama gue bakal sekelas. Kalau enggak loe mau congek di depan kelas?'' Ucap Elisa dengan bangganya menepuk dadanya.

       Menanggapi ucapan Elisa, Aurel hanya menyeruput jus apel-nya dan sesekali memutar sedotan. Keduanya sama sama diam, Elisa sudah dongkol ingin menanyakan sesuatu,

       ''Loe inget semua temen TK loe di Jakarta?''

         Pertanyaan tiba-tiba dari Elisa, menghentikan pergerakan Aurel. Gadis itu menatap Elisa dengan pandangan tak terbaca.

         ''Aurel gak tau,'' Bahu Aurel meluruh, kedua matanya berkaca-kaca seperti akan menumpahkan banjir.

          Sepertinya pilihan menanyakan hal itu Elisa sesali, ia merutuki tindakan tergesa-gesanya menyebabkan teman masa kecilnya menundukkan kepala. Rambut hitam panjang Aurel terjatuh menutupi wajahnya, bulir-bulir sebesar biji jagung berjatuhan perlahan, ''Maafin gue ya, Rel.''

           Rambut yang tergerai panjang itu menyembunyikan air mata Aurel, dan di posisi seperti itu ia mengangguk untuk Elisa. Dan Elisa kembali menyandarkan punggungnya, ''sorry, Rel. Gue gak maksud.''

            Aurel tau apa yang Elisa maksudkan, ada bulir bulir ingatan yang berjatuhan di otaknya, dan mengalirkan bulir itu menuruni pipi gembil Aurel, ''Aurel mau pulang dulu, El. Besok baru masuk, entar tungguin Aurel di depan gerbang, ya,''

          Tanpa menunggu respon Elisa, Aurel mencengkram tali tas selempangnya dan melangkah lebar keluar kafe. Tidak ada yang menyadari mata sembab dan hidung memerah Aurel, mungkin Aurel harus sedikit bersyukur untuk itu.

------------------

     ''Pak, rumah ke sekolah berapa kilometer?'' Tanya Aurel.

        Mobil sedan hitam yang Aurel tumpangi berhenti di pertigaan lampu merah. Aurel mulai kehilangan fokus dan bintik kuningnya bertemu padu dengan segerombolan anak berseragam yang sama dengannya tengah duduk diatas motor di bahu jalan. Beberapa diantaranya menyudut rokok, dan menggelagakkan tawa.

         ''Enam kilometer,Non.'' Jawab Pak Rom

        Tidak ada sahutan dari seorang gadis di jok belakang, Pak Rom mengikuti arah pandang Aurel. Dan di situ ia paham satu hal, ''Udah biasa, Non. Zaman sekarang udah banyak anak SMA make Narkoba, minum alkohol dan semacamnya, kalau ngerokok itu udah gak mengejutkan, lagi.''

       Mungkin inilah alasan mengapa Defran begitu banyak menyirami kuliah berisi pergaulan bebas yang menjerumuskan masa depan dalam lubang hitam. Aurel bergidik ngeri mendengar penuturan Pak Rom, ''Kayaknya Indonesia merepet ke barat ya, Pak?'' Aurel terkekeh atas pertanyaannya barusan.

          ''Iya, Non. Lhawong sekarang itu perempuan malah pada suka sama cowok nakal yang hobi minum sama ngerokok. Bapak heran aja, Bapak pertama kali ngerokok itu aja pas bujang dua puluh tahunan. Itupun rokok lingwe , dulu timbang beli rokok mending beri beras sama lauk. Zaman bapak dulu beda harga rokok sama beras itu sama, Pas Penjajahan aja beras itu makanan langka sama kayak rokok''

Cloning Heart Where stories live. Discover now