Bab 9

54.9K 1K 13
                                    

Di dalam taksi, sepanjang perjalanan dari stasiun kereta, mereka berdua tidak berbicara satu sama lain. Masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri-sendiri.Mila masih memikirkan apa yang harus disampaikan kepada keluarganya sedangkan Dave masih kesal karena harus pergi menemani Mila.

"Assalam mualaikum.." Sapa Mila depan pintu rumah.

Terdengar langkah kaki mendekati pintu "Wa'alaikum salam" suara lembut seorang wanita menjawab, seiring pintu terayun membuka.

"Eyang.." Mila langsung salim kepada eyangnya. "Bagaimana kabar eyang? Sehat?"

"Mila..!" Eyangnya langsung memeluk Mila dengan sayang. "Alhamdulillah, kamu sampai dengan selamat ndhuk.. Kabar eyang baik-baik saja. Eyang kangen sama kamu ndhuk. Masuk-masuk ayooo... Pasti kamu lelahkan setelah perjalanan jauh."

"Lho, ini siapa Mila?" Eyangnya melihat ke arah Dave, yang berdiri dibelakang Mila, sedang memperhatikan nenek-cucu yang sedang melepas rindu..

"Saya Dave, temannya Mila, eyang..." tanpa menunggu jawaban Mila, Dave langsung menjawab dan menyalami eyangnya Mila.

"Ooo... Saya eyangnya Mila, biasa dipanggil eyang Elok. Ayooh, masuk nak Dave.. Ayoo, ayooo..."

"Duduk, duduk, monggo.. Maaf rumahnya sederhana ya nak Dave. Ala kadarnya. Anggap rumah sendiri saja..

"Iya eyang, terimakasih."

Eyang kemudian berkata "Mila, kamu simpan barang-barangmu dulu di kamarmu. Oh ya, karena mba Sri lagi kepasar, tolong kamu buatkan minum untuk Dave dan kamu sendiri ya ndhuk."

"Inggih kanjeng ratu.." Mila nyengir dan sambil berlalu mengecup pipi eyangnya yang tersenyum melihat tingkah cucunya.

"Nah, nak Dave, asalnya dari mana? Kenal Mila dimana? Kok Mila nda pernah cerita sama eyang ya..?"

"Saya dari Jakarta, eyang. Kenal Mila karena kami satu kantor di Jakarta."

"Nak Dave umurnya berapa? sudah berkeluarga?"

Dave merasa kalau pertanyaan eyang Elok mulai menyelidik.

"Saya umur 33 tahun, eyang.. dan pernah berkeluarga, tapi saya sudah bercerai dengan istri saya, dan punya seorang putri berumur 4 tahun. Namanya Araina"

"Ooo.. Begitu.. Maaf ya eyang tanya-tanya. Karena Mila nda pernah bawa teman laki-laki ke rumah, apalagi dikenalin sama eyang. Tapi ini tiba-tiba dia datang  sama nak Dave"

"Eyang..," Mila muncul membawa minuman "Eyang bilang apa saja ke pak Dave?"

"Ah, eyang cuma bilang kalau eyang heran karena nda biasanya kamu bawa teman laki-laki ke sini."

Mila terdiam. Sebetulnya kalimat yang dia susun mengenai pernikahan tersebut sudah diujung lidah tetapi sangat sulit mengatakannya.

"Eyang..." Mila menghembuskan nafas perlahan. "Mila... Mila mau bilang sesuatu ke eyang"

"Apa ndhuk?"

“…”

Dave melirik Mila, yang sedang gelisah.

Haaah, kalau menunggu dia bicara, kelamaan, batin Dave.

Lalu secara spontan Dave berkata “Eyang, saya dan Mila akan menikah. Sebetulnya, kedatangan kami kemari ingin meminta restu dari eyang dan keluarga Mila, agar acara nanti berjalan lancar dan tentunya kami berharap eyang bisa datang ke acara ini.”

Hei, lancar sekali dia berbicara! Uuh, gampang untuknya karena bukan dia yang diposisi aku gerutu Mila. Ia pun mengamati wajah eyangnya setelah Dave mengatakan kalimat demi kalimat yang seharusnya keluar dari bibirnya itu.

Ekspresi sang eyang berubah dari terkejut, kemudian perlahan gembira.

“Alhamdulillaaahhhh… Aduh ndhuk, akhirnya kamu akan menikah juga… wah, wah… eyang senang sekali, selamat ya ndhuk… Nak Dave, terimakasih,  eyang sempat cemas karena cucu eyang ini belum ada berita kapan akan menikah… khawatir lewat umur, tidak baik. Sudah lama eyang menanti kabar ini. Tidak diduga kalau kedatangan Mila sekarang justru membawa berita gembira… syukurlah…”

Hah, dengan kata lain, apakah eyangnya khawatir dia jadi perawan tua?! Aiihh...

*****

BUKAN CINTA PANDANGAN PERTAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang