Aku Harus Bagaimana

11 0 0
                                    


mereka asyik mengobrol malam ini. Tentu saja, masalah jodoh adalah hal yang paling asyik buat dibicarakan. malam ini, aku dan dia, Lian, salah seorang adik tingkatku menginap di rumah Nisa. Nisa adalah sahabatku yang lain, teman seangkatanku. kami cukup erat, bahkan sudah seperti saudara, membentuk sebuah grub kecil bernama punokawati. Tidak-tidak, punokawati tidak hanya dua orang saja, tetapi ada 4. selain aku dan nisa, ada putri dan karin. well, itu hanya sedikit intro.

"Heh, nanti nikahmu gimana?" tanya Nisa dari atas kasur. dia dan lian, berada di atas kasur. sedangkan aku tidur di lantai, malas berdesakan.

"Nggak tahu. aku juga bingung," balasku sekenanya.

"Kalian kok bisa sih chattingan sama cowok gitu. Kok aku nggak bisa, ya! Nanti nikahku bagaimana?" aku mulai panik. Rasanya mereka membaca kepanikanku.

"Lha kamu maunya nanti nikah dengan cara apa, Mbak? Proposal, pacaran, atau dari jalan kenalan personal?"

"Aaah... entahlah. Aku juga bingung," balasku putus asa.

"lha kamu sih. Pacaran nggak mau, smsm-an sama cowok juga nggak, lha proposal aja kalau gitu."

"Takuut!" balasku seketika.

membuat mereka bingung, lantas terbangun dan mendekatiku.

"Lha trus nanti gimana nikahmu. kenalan sama cowoknya gimana?" Lian yang sudah punya banyak pengalaman soal ppacaran, melihatku iba. seolah, tak ada harapan bagiku untuk menikah duluan. bahkan, mungkin saja aku yang akan terakhir kalinya menikah.

"Entahlah. aku juga bingung," balasku lagi.

semenjak aku mengenal mereka di kampus 3 tahun lalu, aku selalu bilang ingin menikah. kalau bisa duluan. namun, sampai detik ini tanda-tanda aku dekat dengan cowok tidak ada. entahlah, karena aku tidak laku atau hanya belum saatnya saja. Toh, selama ini ada beberapa pria yang mengajakku SMS-an, bahkan beberapa sempat ingin mengantarku pulang. Hanya saja, aku selalu takut. Aku tahu mereka mengajakku untuk bisa pacaran, tetapi, ketakutanku padaNya jauh lebih besar daripada rasa takutku tidak bisa mendapatkan jodoh. Ya, meski tidak munafik, rasa ingin punya pacar ini sering kali muncul di hati. ingin seperti yang lainnya. bahkan, entah mungkin karena putus asa, sempat aku ingin menerima salah satu dari lelaki yang mendekatiku untuk menjadi pacar. hanya saja, Allah menolongku dengan tidak tahu bagaimana cara bilangnya jika aku menerima mereka.

"Gini saja. nanti, kamu tidak usah pacaran. tetapi kamu kenalan dan sms an sama temenku. kan, kamu tidak harus pacaran. cuma sebatas sms-an," kata Lian mencoba memberi solusi.

"Emm... gitu, ya? Mmm... boleh deh," balasku.

Aku saat itu menganggap bahwa SMS-an dengan laan jenis bukanlah pacaran dan hanya usaha. Toh, ini hanya sms-an dan mengenal saja, teman berdiskusi. siapa tahu cocok, dan bisa berlanjut ke pelaminan. begit kira-kira.

"tunggu besok, dia akan sms kamu duluan. Nanti, kalau dia sudah sms, kamu jangan pernah sms dia duluan sebelum dia sms kamu," lanjut lian.

"oke!" balasku.

entah aku bodoh atau polos, aku tidak tahu. karena jarak antara keduanya memang tipis. dan kejadian konyol ini, nyata terjadi padaku. bahkan, setahun sudah aku lulus.

***

berselang beberapa hari, sebuah SMS masuk ke ponselku.

"Assalamu'alaikum, kenalkan. Aku Umam, kamu Eki kan?" sapanya..

------- Bersambung------

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 12, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Kamu... PangerankuWhere stories live. Discover now