Part 1 : Permulaan

7.9K 265 14
                                    

Bahagiaku bersama kalian. Bahagiaku tertawa dengan kalian. Bahagiaku bahwa kalian bisa mengerti aku. Bahagiaku memiliki sahabat. Seperti kalian.

Seorang wanita masih saja tertidur lelap tanpa memperdulikan bunyi alarm yang begitu nyaring. Dia hanya sedikit menggeliat dan menarik selimutnya lebih tinggi lagi.

"Marsha. Kamu masih mau tidur?" Tanya seorang wanita paruh baya setelah membuka pintu kamar dari gadis yang sedang tertidur lelap ini.

Gadis tersebut hanya merentangkan kedua tangannya keatas sambil menguap begitu lebarnya lalu mencoba untuk duduk di atas kasurnya dan menatap jengah kepada wanita yang ada di depan pintu kamarnya itu. "Ma yang benar saja. Bahkan pada hari libur aku juga harus bagun pagi gitu? Oh come on mom."

"Marsha. Justru mama yang harus bertanya pada kamu. Yang benar saja! Kamu masih menganggap ini hari libur kamu? Hey come on! Ini udah waktunya kamu bersekolah honey!" Setelah mengatakan hal tersebut mamanya langsung menutup pintu dan pergi menjauh dari kamar tersebut menuruni tangga sambil berteriak "Mama tunggu di meja makan!"

Sementara gadis tersebut masih tampak berfikir akan apa yang baru saja mamanya katakan. Lalu dengan santainya ia mengambil smart phone miliknya yang berada di atas nakas di samping tempat tidurnya dan melihat tanggal yang tertera begitu nyata disana. "Kenapa tidak dari tadi mama katakan! Bagaimana kalau aku terlambat!" Teriaknya dengan sekuat tenaga sambil berlari menuju kamar mandi.

"Aku berani bersumpah ini adalah hari yang menyebalkan." Umpat gadis tersebut dalam hati.

***

"Lo kenapa sih kok bisa telat?" Tanya gadis cantik yang berada tepat di sebelah Marsha.

"Gua telat bangun Vanya. Lo kayak gak ngerti gua aja sih." Jawabnya dengan santai sambil mengaduk-aduk jus jeruk yang baru saja tiba di hadapannya.

Ya saat ini mereka sedang berada di kantin sekolah mereka. Duduk pada pojok kantin yang paling kanan. Tampak meja yang mereka duduki berbeda sendiri. Ya, meja tersebut khusus untuk mereka. Tidak ada yang boleh menempatinya karna dua dari keenam gadis tersebut memiliki kakek yang nyatanya adalah pemilik dari yayasan sekolah mereka.

"Kita selalu tau kebiasaan buruk lo" Sahut salah satu gadis berkulit hitam manis tersebut.

"Thank you Chindy. Lo yang terbaik" Ucapnya sambil memasang wajah yang menurutnya sangat manis tersebut tapi tidak menurut kelima sahabatnya.

"Tampang lo jangan di gitu-gituin ih. Pengen muntah gua" Seru Key dengan nyaringnya.

Seketika kelima sahabatnya tertawa dengan bahagia tapi tidak dengan marsha yang memasang tampang kesalnya.

"Eh udah stop ketawanya lihat tuh siapa yang baru datang" Ucap Zalfa sambil menunjuk kearah seorang pria berkulit putih dengan senyum yang sangat menawan.

Seketika semua menoleh kearah yang di tunjuk Zalfa namun di detik berikutnya semuanya langsung memandang Ruth dengan tatapan yang hanya mereka sendiri yang tau. Sedangkan Ruth berusaha untuk tidak perduli dengan aksi kelima sahabatnya tersebut.

"Astaga Kathe kak Bastian kok makin cakep aja ya?" Tanya Vanya sambil berpura-pura melihat fokus kearah Bastian dan melirik Ruth dengan senyum anehnya. Berharap Ruth sang kakak yang sering dia panggil Kathe itu akan kesal dengan ucapannya.

"Astaga Van. Hubungannya sama gua apa??" Ucapnya dengan nada yang sedikit meninggi. Tampak ia sedikit jengah dengan kelakuan-kelakuan aneh para sahabatnya ini.

"Bastian suka sama lo Ruth. Dia pinter, ketua osis, tajir, ganteng. Kurang apalagi coba?" Tanya Key dengan dahi yang sedikit mengkerut. Hanya saja ia sedikit heran kenapa sahabatnya yang satu itu selalu saja tidak memberikan respon yang cukup baik jika bastian melakukan pendekatan.

"Gua males bahasnya. Gua cabut deluan ke kelas deh. Bye" Ujarnya sambil berjalan meninggalkan kelima sahabatnya yang sedang menatapnya jengah.

"Selalu saja seperti itu. Van gua yakin lo tau kenapa Ruth kaya begitu kan? Gak ada niat buat kasih tau kita apa?" Tanya Chindy setelah melihat punggung Ruth melenggang jauh dan tak terlihat lagi.

"Gua gak tau apa-apa"

"Imposible. Lo adeknya" Sambar Marsha ketika Vanya mengatakan kalimat yang menurutnya mustahil.

"Terserah"

Hanya helaan nafas yang terdengar setelah percakapan tersebut.

***

Suara keributan mulai terdengar begitu bel tanda berakhirnya sekolah pada hari itu menggema diseluruh penjuru sekolah. Begitu juga dengan 6 anak lelaki yang selalu saja jadi pusat perhatian wanita-wanita yang ada di sekolah tersebut.

"Gila! sumpah, akhirnya gua terbebas dari neraka dunia ini" Teriak Ridwan saat mereka berada tepat di tengah lapangan sekolah. Saat ini mereka hendak menuju ke parkiran.

"Lo kalau udah waktunya pulang baru semangat, tiba giliran belajar loyo bener lo" sahut Alif dengan malasnya.

"Yaelah gua tau lo itu sering juara umum, pinter, sering ikut olimpiade, kesayangannya guru-guru. Gua mah apa atuh. Gua kan cuman kaleng-kaleng bekas yang jadi ajang sepak bola bocah-bocah kurang kerjaan" Ucap Ridwan dengan sarkatisnya.

"Wan lo apaan sih. Bukannya lo juga jadi siswa kesayangan guru-guru? Itu piala lomba basket berderet tuh di lemari piala siapa yang menangin coba?" Cerca devin sambil melirik Ridwan dan tetap berjalan santai menuju parkiran.

"Perasaan piala lo juga berderet deh disana. Gua lupa tuh siapa yang menangin berbagai macam perlombaan taekwondo" Lagi-lagi Ridwan menyahut dengan sarkatisnya. Devin yang merasa disindir hanya menghela nafasnya dengan jengah.

"Stop deh bacot-bacotannya. Piala kalian berlima itu berderet tau gak di lemari piala yang ada di ruang kepala sekolah. Cuman gua yang kagak ada. Lo pada gak kasihan apa sama gua yang kupingnya panas denger kalian ngebahas piala?" Sambut Angga dengan nada yang dibuat semenyedihkan mungkin.

Malvin yang berada di samping Angga langsung merangkul bahu temannya tersebut, menepuk-nepuk pundaknya seperti hendak memberi semangat. "Tenang aja Ga. Lo tajir jadi gak perlu khawatir"

Angga yang mendengar ucapan Malvin langsung melepaskan tangan Malvin dari bahunya dan memutar bola matanya dengan malas. "Kita tajir semua cung! Emangnya tajirnya gua itu bisa menghasilkan piala yang membanggakan gitu?"

"Ya bisa lah. Lo tinggal tempah piala aja. Gitu aja kok repot sih Ga"

"Gua kok bisa sih punya temen sehancur kalian semua!!"

Setelah mengatakan kalimat tersebut sontak semuanya tertawa mendengar perkataan frustasi dari Angga. Angga hanya bisa menggelengkan kepalanya dan berjalan lebih cepat mendahului teman-temannya yang masih saja sibuk menertawakannya.

The Part OfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang