LIE

763 87 21
                                    

"Jimin-ah, kamu gak bosan apa di kamar terus?"

"Sedikit"

"Gimana kalau kita jalan-jalan keliling rumah sakit?"

"Apa boleh?"

"Tentu saja"

"Aku mengkhawatirkan dirimu, kalau tiba-tiba dokter melihatmu berkeliaran tidak bekerja bagaimana?"

Jiyeon tersenyum senang mendengar ucapan Jimin.

"Seneng deh, Jimin perhatian lagi"

Jimin mencubit pipi Jiyeon gemas. Jiyeon meraih tangan Jimin, menggenggamnya.

"Masa jagaku hari ini sudah selesai, artinya pekerjaanku saat ini hanyalah menjaga dan menemani pasien bernama Park Jimin. Jadi kau tak perlu khawatir. Bagaimana, kau menerima tawaranku untuk berjalan-jalan Tuan Park?"

Jiyeon mengedipkan kedua matanya menggoda Jimin. Menggemaskan.

"Tentu saja. Siapa yang akan menolak ajakan perawat cantik sepertimu?"

Jimin berbalik menggoda Jiyeon. Jiyeon tersenyum, kedua pipinya bersemu.

Jiyeon memutuskan untuk berbalik mengambil kursi roda untuk menutupi rasa malu yang terlihat di wajahnya.

Jimin menarik pelan tangan Jiyeon membuat Jiyeon menghentikan langkahnya.

"Tanpa kursi roda."

Jiyeon mengangkat kedua alisnya.

"Kursi roda membuatku tidak bisa menggenggam tanganmu, aku juga tidak bisa melihat wajahmu."

Belum hilang warna merah jambu di pipi Jiyeon tadi, kini Jimin menambahnya lagi. Sekaligus Jiyeon kembali merasakan saat-saat dimana ribuan kupu-kupu beterbangan menggelitik perutnya.

"Baiklah."

Akhirnya Jiyeon mengabulkan keinginan Jimin.

Mereka berjalan bergandengan tangan, bahkan kini Jiyeon memeluk lengan Jimin. Senyuman bahagia tidak lepas dari keduanya di tengah-tengah obrolan mereka. Mereka tidak menyadari keberadaan orang-orang disekitar mereka yang memperhatikan mereka.

Kini mereka sudah duduk di bangku taman rumah sakit.

"Meski masih terasa panas, tapi angin musim gugur sudah terasa."

Jiyeon tersenyum. Jimin merangkul Jiyeon, membuat Jiyeon meletakkan kepalanya di dada Jimin, kedua lengannya memeluk tubuh Jimin. Jiyeon memejamkan mata meresapi usapan tangan Jimin di kepalanya.

"Ji-ah.. maafkan aku.."

Jiyeon mengadahkan kepalanya menatap Jimin, kini ia letakkan dagunya di pundak Jimin, menatap Jimin dari samping.

"Maafkan aku sudah memutuskan hubungan kita, aku hanya tidak ingin kau khawatir dengan kondisiku yang seperti ini."

"Kau tau, sejak kejadian itu aku menangis semalaman. Yang membuatku menangis adalah kau menyembunyikan hal ini dariku. Tidak ada orang yang suka dibohongi,"

"Tapi aku tidak berbohong."

"Kau sudah menyembunyikan ini dariku."

"Aku hanya menyembunyikannya Ji-ah.. aku tidak membohongimu tentang apapun."

"Lalu bagaimana dengan perasaanmu?"

Jiyeon menatap Jimin yang di balas tatapan yang begitu dalam dari mata Jimin. Beberapa detik mereka terdiam, saling menatap.

"Sejak pertama melihatmu dan sampai kapan pun perasaanku untukmu tidak akan pernah berubah. Aku mencintaimu dan akan selalu mencintaimu Kim Jiyeon,"

Jiyeon memejamkan matanya saat ia merasakan bibir Jimin menempel di bibirnya. Jiyeon membalas setiap lumatan lembut yang Jimin berikan. Tangannya meremas baju pasien yang Jimin kenakan.

"Aku juga mencintaimu. Sangat." Ucap Jiyeon setelah tautan meraka terlepas.

Karena sudah menjadi candu bagi keduanya, tak perlu waktu lama lagi mereka kembali bertautan sebagai penyalur rasa cinta mereka.

.

"Sekarang waktunya istirahat Tuan Park, besok pagi kau harus kembali menjalankan pemeriksaan." Ucap Jiyeon sambil menutupkan selimut hingga perut Jimin.

Senyum Jiyeon yang tak pudar membuat Jimin tiada henti memperhatikan Jiyeon pun dengan senyumnya.

"Ji-ah, kau bilang hari ini kau akan menemaniku bukan?"

"Tentu saja"

"Kalau begitu, temani aku tidur disini."

Jimin sedikit bergeser ke samping sekaligus menyingkap selimutnya, memberikan ruang kosong di tempat tidurnya untuk Jiyeon. Menepuk pelan tempat kosong tersebut.

Jiyeon sempat terdiam melihat Jimin, namun tak lama kemudian ia pun merebahkan tubuhnya di samping Jimin.

Jimin kembali menutupkan selimut pada tubuhnya serta Jiyeon. Tangannya terulur di pinggang Jiyeon, menarik Jiyeon mendekat, menggelamkan kepala Jiyeon di dadanya. Posisi Jiyeon saat ini membuat dirinya mendengar degup jantung Jimin dengan jelas.

"Kim Jiyeon, terima kasih karena selalu berada di sampingku sampai saat ini. Aku benar-benar beruntung menjadi kekasihmu."

Jiyeon tersenyum. Hari ini Jimin sudah banyak membuatnya bersemu. Namun, ia tak bosan mendengar ucapan Jimin yang berkali-kali membuat hatinya menghangat.

"Aku sudah membuatmu banyak menangis, namun kau masih datang padaku. Merawat dan menjagaku yang seharusnya aku lakukan padamu."

"Sebelum ini, kau selalu menjagaku, membuatku merasa aman dan nyaman dengan keberadaanmu. Sekarang saatnya aku melakukan apa yang aku bisa untukmu."

Jimin mengecup puncak kepala Jiyeon lama sambil mengelus lembut rambutnya.

"Sekali lagi terima kasih banyak karena selalu bersamaku. Maaf karena aku belum bisa menjadi laki-laki terbaik bagimu."

Senyum Jiyeon memudar, saat ia mendengar degup jantung Jimin memelan.

"Sekarang kita istirahat. Aku sudah lelah. Aku mencintaimu Kim Jiyeon."

Jiyeon semakin menegang dengan ucapan Jimin. Ia mengeratkan pelukannya pada Jimin.

Jiyeon fokus pada degup jantung Jimin yang semakin lama semakin memelan. Hembusan napas Jimin yang tadi masih ia rasakan di puncak kepalanya kini perlahan menghilang.

Jiyeon menangis kencang dipelukan Jimin saat ia tidak lagi merasakan usapan lembut tangan Jimin di kepalanya. Hembusan napas Jimin benar-benar sudah menghilang. Degup jantung Jimin sudah tak terdengar lagi.

Selamat jalan Park Jimin. Terima kasih sudah menghabiskan sisa waktumu bersamaku. Aku berjanji aku akan bahagia untukmu. Aku mencintaimu lebih dari yang kau tahu.


END

[BTS WINGS SERIES] LIE -Jimin-Where stories live. Discover now