14. One Week

278 15 0
                                    

Seminggu sudah dia absen dari sekolah. Tanpa keterangan, tanpa ada yang tahu. Tidak ada satupun siswa-siswi di kelas bertanya kemana dia. Hingga membuat Aika sendiri bertanya-tanya akan keabsensian dari seorang murid yang menjadi patokan suatu kelas.

"Di antara 30 siswa, masa gak ada yang tahu dia kemana?" gumam Aika sambil menggebrak-gebrak kecil meja di hadapannya.

"Kenapa sih, Ai? Lo suka? Lo khawatir? Dia sudah biasa gini." jawab Andito.

Aika menatap Andito kesal.

Melihat ekspresi Aika yang mulai berubah, Andito kembali berkata, "Dia itu pintar, jadi kalo dia nggak masuk juga dia bisa ngejar pelajaran yang tertinggal."

Aika masih belum puas, kini kekesalannya meletup-letup.

"Lo semua nggak jengkel gitu dia hilang dari permukaan sekolah?"

"Jengkel juga sih, Ai. Tapi harus gimana lagi? Dia pintar, bertanggung jawab, mengharumkan nama baik sekolah, beda dengan anak-anak lain yang datang ke sekolah tiap hari tapi kerjaannya cuma tidur dan buat gaduh." ucap Keno bersuara.

"Lo ngejek gue?"

Aika tampak tersinggung, Keno menyengir lebar.

"Lo merasa?"

"Lupain aja deh."

Akhir bulan ini sudah memasuki musim hujan. Tanpa kita sadari dan tanpa kita tebak, langit yang tadinya nampak bersahabat bisa berubah dengan kedatangan seonggok awan gelap yang berjalan menghampiri tempat kita berada. Seperti saat ini, lagi-lagi turun hujan. Deras.

Aika keluar dari kelas, menengadahkan tangannya ke depan hingga butiran air hujan luruh di tangannya. Aika memejamkan mata, lalu membisikkan dalam diamnya.

"Jika kemarin kita menghabiskan waktu di bawah terik matahari, maka selanjutnya mari kita habiskan hujan ke depan untuk membuat kisah baru."

"Razka...."

Aika menghirup berat aroma segar yang dibawa oleh hujan. Percikan air hujan yang menyentuh baju kemejanya ia biarkan saja. Bahkan, jika dinginnya pun menusuk ke dalam tulangnya.

"Ehmm."

Tidak ada jawaban.

"Kenapa belum masuk kelas?"

"Belum ada guru juga, nanti ajalah." jawab Aika santai.

"Terus nunggu guru datang dulu baru kamu masuk kelas?"

"Iyalah." jawab Aika mulai keki.

"Terus yang di sebelah kamu ini dianggap siapa?"

"Terus yang di sebelah kamu ini dianggap siapa?" Aika mengulang ucapan orang tersebut dengan khasnya.

Aika menoleh, terlihat Dimas berada di sebelahnya memasang muka sebal.

"Masuk! Jangan buat ribut terus dong!"

Aika memutar mata malas, "Iya, bawel deh!"

Aika kembali ke dalam kelas dengan wajah sendu. Sorot wajah itu lantas berhasil ditangkap oleh Zata yang sedari tadi terus memerhatikan sikap temannya yang berbeda seminggu ini.

Zata menghampiri Aika yang mulai menyumbat telingannya dengan headset yang ia bawa dari rumah.

"Aku mau ngomong."

Aika mengurungkan niatnya, ia memandang Zata dengan wajah datar.

"Gue mau bicara."

"Lo sudah dari tadi bicara. Nggak usah minta izin lagi."

"Lo sekarang beda."

Aika tertawa, "Lo minta izin cuma buat ngomong ini doang?"

"Gue tau."

"Apa?"

"Lo..,"

"Iya?"

"Suka kan sama Razka?"

Aika langsung mengelak, tanpa basa-basi ia segera membantah, "Lo bilang gitu? Hahaha.. Mana mau gue suka sama dia. Kalo lo suka sama dia jangan lempar ke gue. Lo tau siapa gue, kan? Gue nggak mudah jatuh cinta!"

"Terus kenapa lo khawatir gitu? Kenapa lo selalu tanya kabar dia di setiap kesempatan?"

"Gue tanya kabar dia karena dia seminggu absen tanpa seisi kelas yang tahu. Gue nggak cuma melakukan itu ke dia doang kok, jika elo seminggu nggak ada kabar dari sekolah juga gue bakal tanyain lo. Jadi, jangan pernah berpikir seorang yang sering memberi perhatian itu akan selalu berakhir dengan rasa suka. Dan gue bersumpah, dia nggak akan pernah menjadi bagian orang yang pernah gue cinta."

Ucapan Aika hari itu tak terbalas, Zata tidak punya satu celah lagi, bahkan huruf A saja tidak berani ia semburkan kepada Aika.

Bentakan kecil Aika barusan sontak membuat para temannya penasaran dengan isi pembahasan antara dirinya dengan Zata. Bahkan Keno yang terkenal dengan sebutan   Makhluk Tuhan Ingin Tahu pun memasang kuping lebar dan menghentikan aktifitasnya bermain game.

Aika menenggelamkan wajahnya dibalik lipatan tangan di atas meja.

Untuk satu waktu,
Aku telah bersumpah.
Aku
Tidak akan pernah
Menyukainya.
Bahkan bila lebih.

- R E U N I-






REUNIWhere stories live. Discover now