KOMPAK

9 0 0
                                    

Sekitar sebulan telah kulewati hari-hariku di kelas baru ini. Dan aku merasa kelas ini tidak sekompak kelasku dulu. Mungkin Bu Susan juga merasakannya. Maka dari itulah beliau datang ke kelas kami dan memberi pengumuman yang membuat kami begitu gembira.

Siswa-siswi kelas 9i akan pergi jalan-jalan ke salah satu tempat wisata di kota kami. Tentu saja Bu Susan juga ikut dan akan menemani kami. Menurut Bu Susan, jalan-jalan ini diadakan agar kelas yang baru terbentuk ini menjadi lebih kompak. Disana kami akan belajar sambil bermain. Seperti anak TK saja. Tapi kami senang.

Acara jalan-jalan itu diadakan hari Minggu. Sebelumnya tentu aku sudah meminta izin pada kedua orangtuaku. Karena didampingi guru, akhirnya dibolehkan pergi. Kami berkumpul disekolah sebelum menuju ke tempat wisata itu. Kami membawa cukup peralatan yang dibutuhkan untuk kegiatan kami nanti.

Bu Susan membawa suami dan anak-anaknya untuk meramaikan suasana. Jujur saja, sebenarnya kegiatan itu tidak ada belajarnya, justru kebanyakan bermainnya. Karena rangkaian kegiatan kami memang berisi permainan semua.

Permainan yang masih kuingat waktu itu adalah main opor-mengopor spons berisi air. Kami bermain dalam bentuk tim. Satu tim berisi sekitar lima orang. Satu orang berdiri didekat sungai, dua orang didepannya, dan dua lainnya didekat ember. Tujuan permainan itu agar bisa mengisi ember dengar air sebanyak mungkin melalui spons yang menyerap air. Maka dari itu masing-masing peserta tidak boleh meremas spons itu selain orang yang berada didekat ember. Diberikan waktu terbatas sekitar dua puluh menit kalau tidak salah.

Kelompok dengan ember yang berisi air terbanyak akan menjadi pemenangnya. Kau tahu kelompokku juara berapa? Oh bukan. Kami bukan loser, juga bukan winner, kami berada di urutan nomor tiga terbawah. Bagaimana tidak kalah, setiap anggota kelompokku meremas spons itu ketika berada ditangan mereka. Padahal sudah kuingatkan berulang kali agar tidak meremasnya. Dan ya begitulah, saat aku mengomeli mereka, merekanya malah ngeles dengan alasan panik atau apalah itu. Yang jelas kami kalah. Sudah itu saja.

Permainan yang lain adalah melewati jaring laba-laba tanpa menyentuh tanah. Bukan. Bukan jaring laba-laba sungguhan. Jaring itu dibuat oleh Bu Susan dan suaminya yang menyerupai jaring laba-laba. Cara bermainnya cukup mudah, setiap anggota harus bisa melewati satu lubang dijaring itu tanpa boleh menyentuh tanah dan tali jaring itu sendiri. Tentu saja dengan bantuan anggota tim yang lain. Setiap satu lubang yang berhasil dilewati, peserta lain tidak boleh melewati lubang yang sama.

Kami bermain dengan sangat heboh. Teriak-teriak, ketawa-ketawa, bahkan sampai marah-marah, karena anggota tim tidak mendengarkan perintah si ketua tim. Kali ini, kelompokku jadi juara pertama. Yeay. Tentu saja, karena anggota tim kami semua berbadan mungil. Sehingga sangat mudah melewati lubang yang kecil sekalipun. Kami juga ringan sehingga memakan waktu yang sebentar untuk memenangkan permainan itu.

Ada salah seorang siswa di kelasku yang badannya lumayan besar. Namanya Bang Rasyad. Kami memanggil "Bang" kepadanya karena badannya yang besar itu, jadi ia dituakan di kelas kami. Aneh, kan? Enggak. Biasa aja. Oke aku paham. Makasih.

Nah, Bang Rasyad itu memiliki berat kira-kira lebih dari seratus kilogram. Kamu bisa bayangkan bagaimana anggota tim nya mencoba mengangkat beban seberat itu. Bu Susan tidak setega itu pada muridnya. Bang Rasyad dapat pengecualian dari Bu Susan, tetapi resiko nya kelompok mereka didiskualifikasi. Kasihan juga, satu kelompok tidak ikut bermain hanya karena ukuran badan seorang anggota tim. Padahal pada permainan sebelumnya, kelompok merekalah yang menjadi pemenang.

Sampai siang hari pun tiba, perut kami sudah merasa keroncongan. Bu Susan memberitahu kami untuk membersihkan kaki dan tangan lalu mempersiapkan tempat kami makan. Bagi yang telah duluan selesai membersihkan diri, diminta Bu Susan untuk mengembangkan sebuah spanduk beka yang besar. Aku pun juga ikut membantu. Agar spanduk itu tidak diterbangkan angin, kami segera menduduki nya serta tak lupa membawa bekal makanan kami.

Bu Susan menentukan urutan duduk secara acak, maksudnya agar kami bisa berkenalan satu sama lain. Di samping kananku perempuan dan di samping kiriku laki-laki. Aku bersalaman dengan mereka dan saling bertanya pertanyaan biasa sebagai awal perkenalan. Kami kemudian membuka bekal kami tapi Bu Susan belum mengizinkan kami untuk memakannya.

"Belum ada yang boleh icip-icip yaaa" kata Bu Susan. Kami mengiyakan. Setelah semua membuka bekal, Bu Susan memberi komando satu dua tiga. Barulah kami boleh mencicipi bekal kami. Kami hanya boleh memakan lima suap. Lalu setelah lima suap, Bu Susan memberi komando lagi untuk bergeser tempat duduk. Lalu kami memakan lima suap lagi, bergeser lagi, lima suap lagi, begitu seterusnya sampai kami kembali ke posisi masing-masing. Dan acara makan kami berubah menjadi sebuah permainan. Lagi.

Tentu saja kami makan jadi tidak akan pernah diam dan tentram. Selalu ada canda tawa disela-sela kami mengunyah makanan. Ada beberapa dari kami yang nampak sangat kelaparan dan mencoba melebihi lima suapan, atau ada yang dalam tiap suapannya melebihi cakupan tangannya sendiri. Bu Susan mengetahui hal itu dan beliau hanya ikut tertawa melihat tingkah konyol teman baruku itu.

Sampai akhirnya menjelang sore, kami pun bersiap untuk pulang. Hari itu terasa begitu menyenangkan bagiku. Kegembiraanku dengan teman-teman yang baru kukenal sangat membekas dalam ingatanku sampai sekarang. 

VANDY [COMPELETED]Where stories live. Discover now