Cahaya Bulan

136 3 2
                                    



Horizon malam yang gelap kebiruan bagaikan gaun seorang wanita dengan rasi-rasi bintang menghiasinya.

Angin malam berhembus merontokkan daun-daun rapuh dengan kedinginan yang membekukan.

Hari telah mulai gelap ketika petualang kecil itu masih dalam perjalanan menuju tempat yang tak pasti. Langit senja berwarna keunguan mulai tampak dan cahaya bulan perlahan-lahan mulai terlihat. Sejauh itu, belum kelihatan tanda-tanda adanya sebuah pemukiman di sepanjang horizon pandangan si petualang kecil.

Dengan bekal air minum yang tersisa, ia mulai putus asa dalam perjalanannya. Peluh telah bergantian mengering dan basah kembali di pakaiannya. Petualang kecil itu semakin kelihatan tak terurus sejak kepergiannya dari kota sebelumnya. Belum ada lagi ditemuinya rumah yang bisa ditempatinya menumpang istirahat dan membersihkan diri. Bagi seorang anak gadis kecil, penampilannya terlihat begitu lusuh dan tak pantas.

"Ada apa dengan burung kecil itu, sepertinya ia sudah mengikutiku sejak di hutan. Burung yang aneh"

Akhirnya petualang kecil itu menyadari kehadiranku. Seandainya aku bisa berbicara dengan bahasa yang ia mengerti, mungkin kami bisa menjadi teman perjalanan yang baik.

"Hei petualang kecil! Apakah kamu mendengarku?"

Tentu saja bagaimanapun aku berusaha berbicara dengannya, ia tidak akan mengerti apa yang aku katakan. Kami berbicara dengan bahasa yang berbeda dan dia tidak memiliki keajaiban untuk mampu berbicara dalam bahasa burung. Begitupun denganku yang tidak punya keajaiban untuk berbicara dengan bahasa manusia.

Mumpung petualang kecil itu telah menyadari kehadiranku, aku terbang mengeliling di atas kepalanya untuk menarik perhatiannya. Jika petualang kecil itu cukup bijaksana untuk mengerti isyarat yang ingin kusampaikan, aku akan berkawan dengannya.

"Pergi kamu burung aneh, jangan sampai kamu menjatuhkan kotoranmu kepadaku seperti hujan menjengkelkan yang membangunkanku pagi tadi"

"Anak bodoh"

Lalu aku terbang menjauh darinya dan kembali mengawasinya dari jauh dengan bertengger di balik dedaunan.

Hewan-hewan malam mulai keluar dari persembunyiannya. Suara-suara dari dalam hutan mencuat keluar menyambut kehidupan malam untuk memulai pesta sekali lagi. Matahari telah berganti peran menerangi semesta. Kini waktunya bagi bulan dan bintang-bintang untuk menerangi jalan petualang kecil yang ragu-ragu di kegelapan. Bayang-bayang yang panjang di penghujung senja mulai menyusut dan mulai menghilang bersama kegelapan.

Tahukah kamu petualang kecil, seorang bijak pernah berkata "Jangan terlalu bergantung kepada orang lain, bahkan bayanganmu sendiri akan meninggalkanmu di kegelapan." Sama halnya ketika kamu bergantung kepada matahari untuk selalu menerangi jalanmu, ada waktunya matahari meninggalkanmu. Lalu selanjutnya bulan muncul dan memberimu harapan. Namun seperti matahari, bulan tidak selalu terang untuk kamu andalkan sebagai penerang di kegelapan. Kamu harus mengandalkan kepekaanmu untuk menentukan jalan yang benar untuk dilalui. Tidak seperti hewan yang dibekali dengan insting yang tajam, dirimu memiliki keterbatasan akan hal itu. Sekali lagi hanya kebijaksanaan yang bisa kamu andalkan ketika jalanmu mulai gelap dan dipenuhi keragu-raguan. Aku bisa saja menuntun jalanmu menuju arah yang benar dengan terbang ke tempat yang lebih tinggi untuk memperhatikan apa yang ada di depanmu, namun kita dipisahkan oleh batas. Kita berbeda dalam bahasa dan ikatan. Kamu belum mempercayaiku sebagai pemandumu sedangkan aku belum menemukan cara untuk berhubungan denganmu.

.....

Bulan terlihat semakin menawan di langit. Horizon malam yang gelap kebiruan bagaikan gaun seorang wanita dengan rasi-rasi bintang menghiasinya. Bahkan keindahan Venus tidak mampu menandingi keindahannya malam ini.

DIMENSIA (Dialog Semesta dan Manusia)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt