Chapter Four

1.2K 144 10
                                    

Jika kenangan bukan lagi sesuatu yang indah dari masa lalu, melainkan telah menjadi alasan untuk menilai masa sekarang, maka nilailah cinta yang ada di sisiku saat ini. Namun, kalau kau bahkan tidak dapat menilai cinta, hatimu kosong.










Jungkook membalikkan badannya saat mendengar suara air dari kamar mandi. Cincin pernikahan istrinya, tergeletak di meja samping tempat tidur, menarik perhatiannya. Sejak kapan cincin itu ada di situ?

"Ca... cantik sekali. Jungkook, benar ini untukku? Benar? Benar?"

Jungkook ingat saat Hoseok selalu bertanya tiga sampai empat kali untuk hal yang sama. Hoseok menerima cincin itu dengan sangat senang. Hoseok sangat manis pada hari itu.

"Cerewet. Benar itu untukmu. Kalau kau bertanya lagi, aku ambil lagi, lho!"

"Ya ampun, kenapa bisa begitu? Jeon Jungkook! Kau tidak boleh mengambil kembali barang yang sudah kau berikan! Ah, cantik. Cantik sekali..."

"Itu cincin kawin."

"...!"

"Tutup mulutmu, Ikan Mas."

"Menikah? Kapan...?"

"Segera!"

"Segeraaa? Tapi aku harus lulus kuliah dulu. Kampusku tidak mengizinkan mahasiswinya menikah. Aku harus lulus dulu, Jungkook."

"Kau tidak butuh ijazah dari kampus itu. Memangnya orang yang bergelut dalam bidang seni harus punya ijazah?"

"Bicaramu manis sekali, ya. Kalau aku sih takkan bicara seperti itu."

"Ah, begini... aku mencintaimu, Hoseok! Aku akan memberikan segala yang ada di dunia ini kepadamu! Belajarlah pelan-pelan, tapi terimalah cintaku sekarang, sekarang, sekarang!"

Itulah yang diajarkan istrinya kepada Jungkook. Melamarnya dengan cara wajah serius dan bahasa tubuh yang lucu. Perilaku istrinya tidak beda dengan jawaban "ya", sehingga Jungkook hanya tersenyum tipis melihat aksi kocak Hoseok. Perasaan hangat dan puas menyebar di dalam dada Jungkook, tapi Jungkook hanya tersenyum. Jika Jungkook tahu, jika Jungkook mengetahui kekecewaan istrinya, ia akan selalu memeluknya.

"Huh."

Kenapa ia menelantarkan cincin kawin yang dulu sangat disukainya? Menu pembicaraan besok pagi pasti tidak menyenangkan.

"Cantik sekali. Mahal, ya?"

"Kalau mahal kenapa? Mau pamer ke teman-temanmu?"

"Tiiidak."

Sebenarnya, batu besar yang berkilauan di jarinya adalah berlian biru. Mahal? Itu adalah berlian biru tiga karat yang dikelilingi delapan buah berlian satu karat. Harganya hampir setara dengan sebuah rumah. Jungkook memilih batu mulia itu setelah menghubungi ahli perhiasan di New York, London, dan Belgia. Selain itu, cincin tersebut dibuat oleh perancang perhiasan dan pengrajin baik di dunia. Cincin satu-satunya di dunia, cincin yang hanya dapat di pakai oleh perempuan yang menjadi istrinya.

"Jungkook, aku takkan melepaskan ini seumur hidupku. Kalau aku mati lebih dulu, aku akan membawa cincin ini ke peti matiku. Ingat, ya."

"Perjanjian verbal tidak bermakna."

"Huh! Oke, kalau perkataanku tidak dapat dipercaya, ayo lakukan dengan ciuman!"

Saat itu istrinya langsung menciumnya setelah berkata seperti itu. Tapi akhirnya, janji itu menjadi sebuah janji yang kosong, tidak berbeda dengan janji verbal.

After The WeedingWhere stories live. Discover now