Dua puluh

2.7K 238 34
                                    

Kalau masih ragu, nggak perlu melanjutkannya. Hubungan itu menyatukan dua hati bukan untuk meretakkan hati.

------------

Selama berada di kota kembang, Luna hanya mengurung dirinya di dalam kamar. Walaupun sesekali adiknya mengajak untuk bermain sepeda  di sekitaran sawah, wanita berambut sebahu itu masih tetap pada pendiriannya.

Dering ponsel yang menggema di ruangan yang hening itu membuat Luna cepat-cepat meraih benda pipih tersebut.

Raihan is calling

Ada rasa ragu ketika Luna hendak mendial tombol hijau disana. Mungkin jika lelaki itu menanyakan bagaimana kabarnya, itu bisa diterima. Tapi, jika bertanya perihalnya ia pulang tiba-tiba untuk saat ini belum bisa.

"Kapan pulang?" Luna terkekeh di tempatnya.

"Maunya kapan?" Ledek Luna, wanita itu senang mendapati Raihan lah yang menghubunginya, ditambah ingin sekali meledek lelaki yang tingkat kepedeannya diatas awan.

"Gue nanya to the point. Lo bertele-tele. Kangen gue ya?" 

Heh?

Kapan dia bilang kangen?

"Tolong ya bang, kegeeraannya di kurangi. Nggak cape apa hidup begitu terus?" Luna mencebik.

Suara tawa di sebrang sana membuat Luna terkekeh kecil. Setidaknya, Raihan ada di dalam kehidupannya sebagai penghibur. Raihan pun sudah tahu kalau Luna menyanyangi dan mencintainya sebagai... abang.

"Eh, tapi gue serius. Kapan lo pulang? Gue nggak punya temen ngobrol." Nada lirih di buat-buat Raihan membuat Luna ingin mencubitnya sekarang juga.

"Masa? Bukannya punya tempelan sana sini?"

"Tempelan gue udah ditikung orang. Sakit banget kan?"

"Abang kurang gercep sih. Lagian kalau cinta ya bilang cinta, jangan munafik kayak ABG labil, inget umur!"

Tanpa Luna sadari, perkataannya membuat Raihan terdiam di sana. Lelaki itu mencoba mengabaikannya namun sama sekali tidak bisa. Sudah dua kali pernyataan itu meluncur mulus dari dua wanita. Raihan tidak marah, justru ia merasakan pernyataan itu benar adanya.

"Abang...," panggil Luna.

"Ya?"

Belum sempat Luna berbicara lagi, suara berat itu mengitrupsi obrolan mereka.

"Udah dulu ya? Gue masih ada kerjaan lagi. See you dan gue banget sama lo."

Setelah memutuskan sambungan telepon. Luna kembali dengan berdiam diri. Wanita itu baru saja ingin membaca beberapa artikel yang temannya kirimkan sebelum ketukkan pintu di ketuk.

"Aku ganggu teteh nggak?" Suara itu membuat Luna mendongkak kemudian menggeleng.

"Teteh kenapa sih? Kok kayaknya pas pulang raut wajahnya kusut begitu." Halu mendekati ranjang kakaknya kemudian ikut duduk disamping Luna.

Luna tersenyum. "Aku nggakpapa, Hal. Kenapa kalian semua nyangka aku kayak punya masalah banget gitu."

Halu merebahkan punggungnya diatas ranjang Luna. "Perempuan tersenyum dan bilang nggakpapa itu justru ada apa-apa."

Luna menolehkan kepalanya. "Rumus darimana itu?"

"Angel juga gitu kalau aku nanya 'kenapa'. Padahal aku bermaksud untuk menjadi tempat ceritanya, selagi bisa kan kenapa engga?" Luna tersenyum kecil mendengar curhat colongan seorang Halu si lelaki yang dijuluki kutu buku itu.

Cinta Lokasi DinasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang