18. The Angel: Trail

1.1K 110 3
                                    

"Ngerjain apa?" tanya Adam lalu duduk lesehan di sebelah Yosi menghadap sebuah meja lipat kecil. Di depan mereka televisi dibiarkan menyala.

"Ada tugas bikin kliping..," jawab Yosi tanpa mengalihkan perhatiannya dari kertas-kertas yang berserakan di sekitarnya sampai mirip kapal pecah. Supaya tidak bosan dan menunda laparnya, dia sengaja menaruh segelas es sirup dan beberapa cemilan tidak jauh darinya. Cewek itu sesekali mengambil sedikit keripik lalu memasukkannya ke dalam mulut.

Adam mengambil salah satu potongan artikel koran di situ lalu melihat-lihat yang lainnya juga.

"Sosiologi ya?" tebak cowok itu. "Soal kelompok sosial? Ada kelompok Okupasional.. Volunter.. Kekerabatan..."

Yosi mengerutkan kening lalu menoleh pada Adam.

"Perasaan aku belum nulis keterangan apa-apa," katanya langsung merebut potongan artikel yang dibawa Adam. "Darimana kamu tahu? Memangnya kelas tiga SMP udah diajarin ini?"

"Nggak sih. Kan aku juga keseringan baca buku Kak Yosi waktu bersih-bersih rumah."

"Otakmu encer banget." Yosi berdecap. "Kamu mirip banget sama ayah..," ujarnya lagi namun seketika dia diam.

Yosi ingat dia tinggal berdua saja dengan Adam. Tidak ada orang tua dalam rumah itu yang bisa mereka panggil dengan sebutan ayah dan ibu. Sekujur tubuh Yosi mendadak menjadi dingin. Badan cewek itu seolah membeku dengan matanya yang menyorot lurus namun tidak memandang apa pun.

Selama ini Yosi tidak memikirkannya. Dia tahu kalau dirinya dan Adam hanyalah kakak beradik yatim piatu. Tapi ternyata Yosi melupakan alasannya. Hal yang menyebabkan kondisi mereka seperti itu.

"Kak Yosi? Kok bengong?" tanya Adam yang heran melihat Yosi mematung.

Cewek itu pelan-pelan menoleh pada Adam. Matanya menerawang. Wajah Adam tanpa kacamata selalu mengingatkannya pada mendiang ayah mereka. Keduanya sangat mirip. Tidak ada foto yang tersisa tentang ayah maupun ibu Adam, tapi gambaran ayah terpatri permanen dalam ingatan Yosi.

"Ayah.. dan ibu kamu.." Yosi berbisik pelan. Ketakutan nyata dia rasakan tanpa tahu sebabnya. "Ke mana mereka?"

Adam tertegun. Tingkahnya begitu gugup, nampak jelas di mata Yosi.

"Kak Yosi lupa? Itu kan udah.. dua tahun..." Nada Adam menggantung. Sulit untuk menjawab pertanyaan Yosi. Apalagi itu adalah salah satu ingatan terburuk baginya.

"Apa yang terjadi sama mereka?" tanya Yosi langsung. Tiba-tiba saja kepalanya berdenyut hebat.

"Kak?"

"Jawab aja!"

"Ayah sama ibu... mereka..." Adam menjawab terbata-bata. "Dibunuh."

Hening. Tanpa bisa Yosi cegah, air matanya langsung mengalir membasahi pipi. Adam yang melihatnya langsung panik. Cowok itu langsung berdiri kemudian berjalan cepat mengambil sekotak tisu. Setelah itu dia duduk lagi di sebelah Yosi dan menyodorkan selembar tisu itu.

"Jangan diterusin," ucapnya.

Yosi sempat menyeka air mata dari pipinya. Ketika Adam menyodorkan tisu, dia menghindari pandangan adiknya karena malu. Menerima tisu itu, Yosi kemudian tertawa kecil.

"Aku nggak apa-apa," kata cewek itu. "Sejak kapan aku jadi cengeng kayak gini?"

"Maaf, Kak. Aku pikir Kak Yosi masih inget..." ucap Adam merasa bersalah.

"Udahlah. Aku bilang nggak apa-apa kan?" kata Yosi yang tertawa lagi. "Kamu nggak masak? Ini udah waktunya makan malam lho."

"Hah? Eh.. iya ya?" Cowok itu langsung melihat ke arah jam dinding. "Oh, aku tadi sebenernya mau tanya Kak Yosi mau dibikinin nasi goreng nggak? Malem gini kayaknya enak makan itu."

Fallen AngelDonde viven las historias. Descúbrelo ahora