1/1

228 50 58
                                    

LINE!

Ong. : Dan.
Ong. : Udah enakan?
Ong. : ...pulang dong.

Daniel tersenyum.

Cowok itu menghela napasnya. Surai cokelat itu tertiup angin malam, kedua matanya terpejam selagi indera pendengarannya menangkap suara kendaraan samar-samar dari jauh sana. Jari tengah dan telunjuk kanannya masih sibuk mengapit sebatang rokok yang hampir habis diisapnya.

Jam sudah menunjukkan pukul satu malam. Seorang Kang Daniel, mahasiswa Ilmu Komunikasi di Universitas Kristen Petra, kini sedang menghibur dirinya. Tugas kuliahnya menumpuk benar, mengingat kini ia telah menginjak semester kelima, sehingga ia jadi sering pulang malam. Biasanya, sih, cowok satu itu akan langsung pulang kembali ke boarding house yang menjadi rumahnya selama di Indonesia, namun kali ini tidak.

Selepas mengerjakan tugasnya di kampus hingga malam-malam, cowok itu membawa motor hitamnya menuju Jalan Dr. Soetomo, berhenti tepat di sebuah taman kecil di sisi kanan jalan. Sebuah taman kecil dengan sebuah tugu kecil pula di tengahnya, yang bertuliskan aksara Korea yang bisa ia baca.



Ia rindu rumah...


...dan sedang kenapa-napa.

Siang tadi, di sebuah kafe tempat Daniel dan kawan-kawannya biasa berkumpul, cowok berdarah Korea itu bertengkar. Lagi.


Bukan, bukan adu pukul. Hanya pertengkaran yang biasa terjadi diantara dirinya dan Allisa, pacarnya, yang mulai siang tadi statusnya telah berganti menjadi mantan. Jadi, bisa dibilang, pertengkaran hari ini berbeda.


Masalahnya sepele. Daniel sudah tak lagi cinta. Cowok itu terlalu menyibukkan diri dengan kuliah, pekerjaan paruh waktunya, dan yang paling utama, Seongwoo, sehingga tak memiliki sedikitpun waktu luang untuk gadisnya. Sementara Allisa, seperti sewajar-wajarnya gadis, menginginkan perhatian lebih dari Daniel.

Itulah sebabnya, cowok yang baru menginjak usia dua puluh satu tahun itu menenangkan diri. Bukannya menyesal telah memutuskan hubungan, hanya saja... Entahlah, Daniel sendiri tak bisa mendeskripsikan perasaannya sendiri. Rumit benar, antara ia masih belum terbiasa, ataukah ia menyesal telah meminta untuk menyudahi semua, diantaranya hanya ada satu celah tipis. Daniel tak tahu lebih condong kemana ia, namun yang jelas, ia butuh waktu untuk sendiri.


Atau tidak?

Ah, Ong Seongwoo.

Daniel tersenyum, lagi. Hanya satu nama itu saja yang muncul dalam benaknya kini. Membayangkan raut wajahnya saja sudah membuat Daniel merasa hangat.

Ong Seongwoo, atau yang biasa Daniel panggil hanya dengan Ong, adalah teman sekamarnya. Sudah dua tahun lebih mereka habiskan bersama, lelaki itu tentu sudah bisa dibilang sangat dekat dengan Daniel. Ia tahu segala masalah yang Daniel hadapi. Yang selalu mendengarkan segala keluh kesahnya, mulai dari latar belakang keluarganya, alasan datangnya ke Indonesia, hingga masalah-masalah pribadi yang tak bisa Daniel ceritakan ke sembarang orang.

Orang-orang boleh saja bilang bahwa mereka dekat karena sama-sama merantau, namun bagi Daniel, mereka jauh lebih dari itu.




Ong Seongwoo itu rumah.

Daniel membuang rokoknya ke tanah. Menginjaknya santai, sebelum jemarinya terulur untuk memberi balasan pesan untuk Seongwoo.

Me : Iya, kak. Gue otw.

×××

Gelisah.





Agaknya sudah lebih dari sepuluh kali seorang Ong Seongwoo berganti posisi berbaringnya.

Rasa ; OngNiel 🌸Where stories live. Discover now