The Only 2

13.7K 907 18
                                    

Dean turun dari ranjang dengan gerakan pelan. Sesekali dia menoleh ke wanita bule bernama Patricia.

Dean berjalan perlahan ke pintu hotel. Dia membuka pintu sedikit lalu keluar dengan memiringkan tubuhnya. Setelah keluar dari kamar hotel dia bernapas lega. Dia sekarang harus kembali ke rumah untuk membersihkan diri.

Tangan kanannya terangkat, kepalanya tertunduk mencium bau tubuhnya. Dean mendengus mencium aroma tubuhnya yang berbau keringat dan parfum Patricia.

Dean seperti pria pada umumnya. Ambisius, memiliki ego tinggi dan mendambakan wanita baik-baik untuk dijadikan istri. Namun sampai sekarang, dia belum menemukan pasangan yang pas.

Sebenarnya dia tak mempermasalahkan hal itu toh targetnya menikah minimal usia 28 tahun dan maximal 35 tahun. Dean masih ingin menikmati hidupnya yang bebas tanpa terikat dengan satu wanita. Namun, sayang dia selalu dibayang-bayangi ultimatum mamanya yang menikah di usia 25 tahun. Yang itu artinya satu tahun lagi.

Dering ponsel di saku Dean berbunyi. Dia yang sedang mengemudi mengurangi kecepatan mobilnya. Tangan kirinya merogoh ponsel dan melihat foto mamanya terpampang di layar. Dean menggeser layar ponsel, menekan loundspeaker dan meletakkan ponselnya di dashboard.

"Ya, Ma," katanya sebagai salam pembuka.

"Dean. Nanti sore luangkan waktumu. Ikut mama arisan."

Seketika Dean menatap ponselnya horor. Arisan? Tak biasanya mamanya mengajak arisan. Dia tahu setiap satu bulan sekali mamanya menghadiri arisan tapi tak pernah sampai mengajaknya. Dean tersenyum miring, yakin pasti ada yang direncanakan mamanya.

"Ma! Mama punya rencana apa?" tanya Dean to the point.

Terdengar helaan napas Jema. Dean membelokkan mobilnya ke sebuah kompleks perumahan, sambil sesekali matanya melirik ponsel.

"Mama pengen ngenalin kamu ke teman mama, Dean."

"Ngenalin atau jodohin ke anaknya temen mama?"

"Ya sekalian jodohin sih. Udahlah, nanti kamu harus dateng. Kalau enggak kamu mama daftarin sunat!"

Tut. Tut. Tut.

Dean menatap ponselnya horor. Ancaman mamanya sungguh keterlaluan. Sunat?

"Mau nggak mau deh gue nanti ikut. Daripada kehilangan masa depan."

***

Audrey menutup pintu ruangan bosnya dengan perlahan. Dia baru saja membacakan jadwal untuk bosnya. Pagi ini Pak Jaya-bosnya dalam keadaan mood baik, tak seperti kemarin. Jadi Audrey bisa bernapas lega. Tadi pagi saat berangkat, dia sempat ketar-ketir, takut mood Pak Jaya makin hancur daripada kemarin.

Usai membacakan jadwal, Audrey biasa membuka email, mencatat email yang berisi ajakan pertemuan untuk bosnya.

"Bisa saya bertemu Pak Jaya?"

Audrey menghentikan gerakan menulisnya. Dia mendongak ke suara pria yang ingin bertemu Pak Jaya. Saat menatap pria itu, matanya terbelalak lebar.

"Ngapain lo?" tanya Audrey ke Dean. Ya pria itu adalah Dean, musuh Audrey.

Dean terkekeh tak menyangka akan bertemu Audrey. Jujur dia tak tahu di mana Audrey bekerja, dan ternyata gadis itu bekerja di client-nya kali ini. Dean mendekat ke meja Audrey lalu kedua tangannya bertumpu di atas meja.

"Nggak nyangka ketemu lo di sini. Oh ya Pak Jaya ada?" tanya Dean ingat tujuan kedatangannya.

Tangan Audrey terulur ke telepon di sebelah monitor. Dia menekan line satu yang tersambung ke telepon ruangan Pak Jaya.

The Only OneWhere stories live. Discover now