Salah

607 9 5
                                    

Hari masih menyisakan matahari walaupun bulan perlahan sudah muncul. Pria dengan kemeja dan celana bahan khas setelan karyawan kantoran itu berjalan dengan gusar dari sebuah gedung perkantoran. Sambil berjalan, pandangan matanya terus ke bawah. Terlihat bibirnya bergerak-gerak, mengeluarkan umpatan yang tidak jelas untuk siapa. Sebuah name tag kantor yang dikalungkan di lehernya terlihat berayun ke kanan dan ke kiri seraya mengikuti gerak tubuhnya yang sedang melangkah. Terbaca disitu sebuah nama, Andi Hermanto. 

 Andi pria berusia 28 tahun, bekerja di bagian keuangan dengan jabatan yang biasa saja pada sebuah perusahaan jasa jual beli properti di Jakarta. Perusahaan yang tidak terlalu besar, cenderung biasa saja, dengan jumlah karyawan yang hanya sekitar 20 orang. Tugasnya menghitung dan memberikan gaji bulanan kepada seluruh karyawan di kantornya, termasuk dirinya sendiri. Sudah 3 tahun Andi bekerja di perusahaan tersebut. Tapi sejak sore ini dia tidak akan bekerja disana lagi. Padahal saat ini sangatlah sulit mencari pekerjaan di Ibu Kota ini. Jutaan orang saling sikut untuk dapat bekerja dan menyambung hidup.

Andi merasakan itu, dan setelah dia berjuang mendapatkan pekerjaan itu dan sedang merintis karirnya, dia dipecat.

***

Menggelapkan atau mencuri uang gaji karyawan adalah hal yang sangat kriminal. Biasanya dilakukan orang-orang yang sudah berada di posisi yang tinggi, tapi sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi di perusahaan tempat Andi bekerja. Andi menggelapkan gaji para karyawan. Seorang karyawan tanpa jabatan yang hanya ditugaskan untuk membagikannya, menggelapkan gaji karyawan lain. Kira-kira begitulah cerita dari kejadian di hari saat Andi dipecat. Di hari itu Andi berusaha keras membela diri dan meyakinkan bahwa ia tidak melakukan pencurian tersebut. Berbagai sumpah ia keluarkan untuk meyakinkan kerumunan karyawan lain dan bosnya sendiri, namun orang-orang itu tidak peduli, karena gaji yang harusnya mereka nikmati tidak sampai ke kantong mereka. Mereka kecewa, emosi, dan hampir main hakim sendiri. Andi saat itu sudah sangat terpojok, beberapa kali ia merasakan ada yang memukul kepalanya dari belakang. Andi sampai berteriak agar orang-orang berhenti memojokkannya. Dia berusaha memanggil-manggil bosnya, meminta jalan keluar, dia takut jika harus berurusan dengan polisi, dia hanya orang biasa yang buta proses hukum.

Di antara kerumunan yang marah itu terlihat seorang pria yang mencoba mendinginkan suasana. Dia ikut membela Andi, sambil ikut berteriak bahwa ia yakin bahwa Andi tidak mungkin melakukan hal kriminal seperti itu. Dia adalah Eno, karyawan bagian HRD. Pria itu mencoba meredam amarah para karyawan lain dan menjamin bahwa Andi akan membayarkan gaji bulan Maret dan April untuk seluruh karyawan secepatnya.

Enam puluh juta rupiah, bukan uang yang sedikit bagi Andi yang cuma orang biasa, namun tidak ada pilihan, Andi meng-iyakan dan segera pergi meninggalkan kantornya dan langsung menuju stasiun untuk pulang. Sore itu benar-benar kelam, bagi siapapun yang ada di dalam kantor itu.

***

Andi duduk di depan sebuah warung kopi kecil di pinggir jalan raya. Jalanan terlihat masih ramai karena masih jam orang-orang pulang kerja. Sesekali ia menyeruput kopi yang ada di meja dan menghisap rokok jenis mild kretek, mencoba menenangkan dirinya sendiri. Ia melirik alrojinya, jam 8 malam. Dia sendirian di warung itu, hanya ada pemilik warung yang acuh kepadanya dan memilih menonton TV di dalam. Sampai seketika Eno datang dan duduk di sampingnya, setelah sebelumnya memesan teh hangat ke pemilik warung. Andi langsung mengutarakan kekesalannya pada Eno.

" Kau tahu aku tidak akan melakukan hal semacam begitu kan, no?"

"Iya, aku tahu itu, tapi aku juga bingung kawan, kemana uang bulan Maret dan April itu pergi?"

"Aku yakin uang itu dibawa kabur si Doni bajingan penjilat bos itu, aku titipkan semua uang itu ke dia, aku sedang sibuk saat itu, aku tidak sempat membagikannya, jadi terpaksa aku titipkan dia."

SALAHWhere stories live. Discover now