Gantengan Siapa?

11K 782 47
                                    

Rakha memerhatikan istrinya yang sedang tertawa di hadapan seorang dokter. Sudah setengah jam terapi ini berlangsung. Entah terapi jenis apa, dari tempat Rakha berdiri sekarang, sesi terapi kali ini lebih kepada tanya jawab antara pasien dan dokternya. Tatiana sudah tidak lagi menggunakan perban di kepalanya. Luka-luka luarnya sudah sembuh.

Sesuai namanya, Tatiana Cantika, Tatiana memang cantik. Apalagi dengan senyum yang terkembang di wajahnya. Meski hanya dengan dress putih lengan panjang dan rambut terkuncir, Tatiana sudah terlihat seperti wanita dewasa yang anggun dan tentu saja cantik. Rakha lagi-lagi merasa jatuh cinta dengan senyum manis Tatiana. Ah, bukan hanya senyum itu saja yang membuat Rakha jatuh cinta. Semua tentang Tatiana memang selalu membuatnya jatuh cinta.

Ekspresi Tatiana berubah-ubah di dalam sana. Saat bingung, Tatiana menggaruk pelan pipinya, saat cemberut, Tatiana menggembungkan kedua pipinya. Pokoknya cantik.

Tepat di saat itu, Tatiana menoleh. Dengan semangat, Tatiana melambaikan tangannya, dan berteriak menyebut nama Rakha. Rakha membalas lambaian Tatiana dan melihat jam tangannya sekilas. Sesi hari ini sudah selesai.

Rakha memasuki ruangan yang dibuat senyaman mungkin itu. Lalu duduk untuk mendengarkan hasil terapi yang dijalani Tatiana.

---

Sepanjang perjalanan menuju rumah, Tatiana menceritakan pertemuannya dengan sang dokter. Dokter yang tidak ingin dipanggil dokter.

"Taca suka sama Bapak," ujar Tatiana. Dokter Yaza, memang membolehkan Tatiana untuk memanggilnya Bapak. "Bapak bilang Taca boleh ke sana lagi. Boleh ya, Rakha?"

Rakha menoleh sekilas, lalu mengangguk. Dokter Yaza memang sosok yang kebapakan. Usianya sudah awal 60-an. Perangainya ramah dan murah senyum. Sejak kecil, Tatiana tidak pernah dekat dengan sosok pria dewasa. Tatiana terbiasa hidup di panti, sebelum ikut keluarga Rakha. Di panti ada sosok ibu pengganti, tetapi tidak ada ayah pengganti. Ayah Rakha sempat menjadi sosok tersebut, tetapi tidak lama karena beberapa tahun yang lalu beliau telah berpulang.

"Asyik!" sorak Tatiana karena telah mendapat persetujuan dari Rakha. Rakha tertawa melihat ekspresi gembira istrinya. Rakha sadar betul bahwa ia lebih senang melihat keadaan istrinya yang sekarang –meskipun mengalami degradasi mental-, daripada harus melihat istrinya koma dengan tubuh penuh luka.

"Sekarang kamu mau makan apa?" tanya Rakha pada istrinya yang sedang senang itu.

Tatiana meletakkan telunjuknya di dagu, terlihat berpikir keras. "Taca mau makan ayam, terus sayur sop, sama puding stroberi. Boleh?"

Rakha berpikir tempat makan yang kira-kira menyediakan makanan yang diinginkan istrinya. Kemudian mengangguk dan hal itu membuat Tatiana bersorak senang.

Rakha membawa Tatiana ke sebuah restoran keluarga yang menyajikan menu masakan Indonesia. Biarlah hari ini mereka tidak makan di rumah. Rakha akan menganggap makan siang kali ini sebagai kencan mereka pasca Tatiana siuman dari masa komanya.

"Kamu tunggu di sini ya. Aku ambil makanannya dulu. Duduk di sini sampe aku balik. Oke?" pinta Rakha sambil mengelus pelan rambut Tatiana.

Ibu satu anak itu mengangguk lalu meminta Rakha agar cepat kembali. Perutnya sudah kelaparan.

Rakha mendekati jajaran makanan sambil membawa nampan dengan dua piring berisi nasi dan mangkuk kosong. Konsep restoran ini memang prasmanan, pelanggan bisa mengambil lauk-pauk sendiri, dan di ujung meja prasmanan, barulah kasir menunggu.

Setelah menu pesanan untuknya dan Tatianan lengkap, Rakha kembali ke meja di mana istrinya menunggu. Tetapi, langkahnya terhenti dan matanya melotot karena Tatiana tidak ada di sana. Di tempat tadi ia berpesan agar Tatiana menunggunya.

Mama KecilWhere stories live. Discover now