nol

17 1 3
                                    

2003

[Dhihan]

"Odeeeng!"

Duh, dibilangin hari ngga main, masih disamperin...

"Odeeeng! Keluar dong!" Kali ini, aku makin kenal suaranya. Paling toa; Siapa lagi kalo bukan si bule yang baru pindah setahun lalu ke dekat rumahku?

"Odengnya belom pulang!" Teriakku, kesal. "Dihukum suruh bersihin kamar mandi di sekolah!"

"Boong lu, deng!" Teriak Calum, si blasteran, yang juga tinggal satu cluster denganku. Bedanya, dia lebih dulu tinggal di perumahan ini dariku. "Keluar kek! Kuper lu!"

Ngga tau orang capek apa abis LDK...

"Deng, keluar gih!"

Aku menengok, mendapati Dhana - kakak kembarku- yang kali ini mengalihkan pandangannya dari salah satu buku enid blyton. Dari sekian banyak buku enid blyton yang dimilikinya, ia paling suka buku warna kuning; yang sekarang sedang dibacanya. Judulnya? Tau, deh. Aku mana pernah baca gituan.

"Males ah." Tolakku. "Capeeek. Kamu ngga liat, sepatuku sampe jebol?"

"Ya, kan aku ngga suruh kamu main. Samperin aja, bilang kamu capek, gitu. Kan kasian mereka nungguin kamu." Sergahnya, kali ini beranjak dari meja belajar.

Kayak ngga tau mereka aja.

Mereka liat aku ngintip dari korden aja, pasti langsung diseret, suruh main. Ah, males banget!

Ini lagi suruh nyamperin. Ogah.

"Odeng, ngga cs lu!" Teriak Luke makin jadi. "Takut kan lu kalah balapan sama gua?"

"Tau lu, deng! Ayo dong keluar, kakak gua ngajakin nyari cere, nih! Ngga seru lu ngga ada!" Calum menimpali.

"Lu abis lomba hias sepeda 17-an ya, makanya malu keluar?" Mali, kakaknya Calum, sekarang ikut keluar. Duh!

"Bayangin odeng pake sepeda adeknya Gilang, Cal. Terus dilombainnya sama anak penitipan. Kocak banget!"

Sialan, ngomongin gue.

"Udah dah!" Kesalku, keluar kamar. Lantas menghampiri orang gila yang sejak tadi belum juga pergi.

"Odang-odeng-odang-odeng! Berisik!" Amukku. "Dibilangin odengnya belom pulang! Batu lu semua!"

"Lu odeng, kocak! Ngga usah bertingkah jadi Dhana, deh!" Tepis Luke, membuatku menghela nafas berat, memaki sekali lagi.

Sial, ketauan.

"Ya lagian lu apa, sih. Berisik banget. Lu ajak gih sono Gilang, apa si Bintang kek, siapa gitu. Gua mulu." Malasku. "Sepeda gua bannya kempes, ngga bisa dipake."

"Pake sepeda gua." Sergah Luke, turun dari sepedanya. "Cepet woy, deng! Keburu gelap!"

"Gelap, nenek lu kiper. Jam setengah 4 ini, woy! Et." Decakku. "Ngga ah, sepeda lu tinggi banget!"

Buat ukuran anak kelas 3 SD, Luke termasuk tinggi. Yaiyalah, orang bule.

"Alesan dah." Ia balik berdecak. "Yaudah sini, gua boncengin!"

"Cieee." Tuding Mali dan Calum, berbarengan.

"Apaan sih." Gelengku. "Udah cepetan, jadi ke kali ngga?"

"Jadi, ayo makanya cepetan! Lu yang putri solo, naek ke boncengan aja tiga jam! Buruan!" Tukas Luke, membuatku lantas naik ke boncengan sepedanya. Ngga lupa, setelah itu aku memukulnya keras keras.

"Iya, iya, iya! Udah, udah! Sakit, deng!" Ringisnya.

Rasain.

"Oy, Dhan! Bengong aja lu!" Sapa Calum. "Ikut ngga nih?"

Sore • LashtonWhere stories live. Discover now