'10' HURT

24.8K 1.5K 15
                                    

Tiara telah bangun dari beberapa menit dan hanya memandang satu orang yang ada di samping kanannya. Dia sedang tertidur dengan nyenyak, hanya itu yang dipikirkan Tiara.

"Aku tak ingin membuat kamu terluka, aku ingin kamu memulai hidup baru. Aku tak ingin menjadi alasan utama kamu membenci aku. Aku tak ingin ada orang lain lagi yang membenci aku, dari semua orang aku berharap kamu takakan membenci aku nanti." Lirih Tiara sambil menatap Aras yang sedang tertidur di sisi ranjang kanan.

Tiara memalingkan wajahnya kekiri dan menatap langit yang begitu cerah lewat jendela besar yang transparan.

'Apa aku begitu egois Tuhan, aku begitu mencitainya, aku mengharapkan dia selalu disisiku. Apa aku salah Tuhan jika aku mencintainya, apa aku salah Tuhan? Apa aku salah meminta kebahagiaanku Tuhan? Bukankah aku sudah selalu mengalah? Apa sekarang aku harus mengalah lagi?'

Tiara menghembuskan nafasnya dengan kasar dan mengcengkram bajunya dengan erat, bahkan sangat erat. Tiara merasa sesak.

"Kamu sudah sadar Ara?" Hanya satu orang yang memanggilnya dengan panggilan Ara yaitu Alif. Pria yang tersakiti karna dirinya.

Pria itu masuk dengan jas putih yang sangat menambah ketampanan pria itu.

Tiara tersenyum dan pergerakannya membuat Aras bangun dan langsung menatap Tiara yang juga menatapnya.

"Selamat Pagi." Hanya itu yang mampu Tiara ucapkan sekarang, hanya sapaan pagi. hanya pagi.

Aras tidak menjawab sapaan Tiara, Aras berdiri dan berjalan kearah kamar mandi. Ingat tanpa memperdulikan Tiara yang masih menatapnya dari jauh.

"Apa kamu sudah baik baik saja?" Tanya Alif sambil berjalan ke arah Tiara.

"Seperti yang anda liat pak dokter, aku baik baik saja." Jawab Tiara saat Alif sudah duduk di samping kanannya.

"Ada apa dengan kamu Ara? Mengapa kau kembali seperti dulu. Apa kamu ada masalah Ra. Kenapa kamu juga bisa kecelakaan si Ara?" Tiara tersenyum kecut dan menatap Alif dengan tatapan kosong.

"Entah lah. Aku tak tahu mengapa pikiranku sedang kacau sekarang. Kenangan 8 tahun seakan kembali lagi. Butuh waktu yang lama untuk menghilangkannya, tapi sangat sulit karna kalau aku menghapusnya aku bisa saja melupakannya semua rasa sakit ini dan aku tak ingin itu terjadi bang." Lirih Tiara

"Aku yakin dia akan baik baik saja, jadi kumohon lupakan semuanya Ara." Tiara masih diam dengan tatapan yang masih kosong.

"Malam itu, aku benar benar terluka karna kenyataan pahit. Malam itu adalah malam yang membuat ku merasa kalau aku adalah orang yang paling menyedihkan. " Ucapan Tiara membuat Alif mengerutkan keningnya.

"Hari dimana seharusnya pertunangan kita." kalimat yang membuat langkah Aras terhenti.

"Saat itu aku bukannya lari karna aku tak mencintaimu, tapi karna sebuah kenyataan menampar aku dengan sangat keras. Kenyataan itu begitu menamparku, bahkan rasa tamparan itu membuat aku seperti orang lumpuh" Lagi dan lagi air mata Tiara turun

"...."

"Dia mencintaimu dan kamu juga mencintainya. Aku gak bisa menjadi penghalang antara kamu dan dia, maka aku pergi menjauh dan saat itu dia menggantikan posisi aku untuk berada disamping kamu dan beberapa bulan setelahnya dia pergi dengan-" Tiara memejamkan matanya saat merasakan kecupan singkat dikeningnya.

"Lupakan Ara. Aku tahu kalau aku juga menyebabkan luka itu muncul, aku sadar aku juga membuat kamu terluka. Jadi kumohon Ra, jangan membuat aku juga merasa bersalah pada kamu." Permintaan Alif membuat Tiara kembali terisak dan Aras hanya kembali menatap interaksi Alif dan istrinya.

HURT (TERBIT)Where stories live. Discover now