Promise

1K 113 97
                                    

"Apa lagi sih Sean?!" Bentakku saat dia kembali menelpon.

Hal yang sangat ku benci dari dia adalah sikap insecurenya. Dia harus selalu tau aku lagi ngapain, aku lagi dimana dan walaupun sudah ku jawab dia belum tentu percaya. Dia orang paling menyebalkan yang pernah ku kenal.

"Kamu di chat juga ga bales-bales Nab, yah aku telpon lah" Jawabnya dengan suara menyebalkannya.

"Kamu ga bisa sabar yah? Kalo aku kerja, aku di jalan, aku ga bisa selalu balas chat kamu!" Teriakku frustasi akan sikap keterlaluannya dan mematikan telepon.

Aku dalam perjalanan pulang ke rumah dari kantor. Pekerjaan hari ini cukup melelahkan. Bos cukup menyebalkan. Dan dia sangat mengganggu. Ditambah lagi tiba-tiba 10 meter di depan ku jalanan macet. Sial, bahkan jalan dekat kantornya menyebalkan, apalagi dia?

Hubunganku dengannya sudah tidak baik selama beberapa waktu. Ku kira dengan memburuknya hubungan kami, dia akan bersikap lebih baik. Memang kadang dia cukup bersikap manis tapi setiap bersamanya aku merasa dicengkram terlalu kuat. Dan itu membuatku frustasi.

Aku mengambil jalan memutar untuk menghindari jalan daerah kantornya yang macet. Kembali kuingat betapa kesalnya aku padanya. Dia terlalu sering mencaritahu soalku. Dulu saat hubungan kami baik-baik saja dia tidak terlalu menghargaiku. Saat aku merasa ini akan berakhir dia malah terobsesi padaku. Dasar freak! Too late asshole!

Rasa lelahku memuncak saat aku sampai rumah. Saat memasuki kamar lagi-lagi aku teringat padanya. Ah sial, si brengsek itu benar-benar membuatku stress. Sudah hampir seminggu aku mengabaikan ajakannya untuk ketemu. Masalah sebelumnya membuatku benar-benar marah padanya. Apapun yang dia lakukan untuk memperbaiki tidak akan sepadan dengan kesalahannya.

Aku memutuskan untuk mandi dan menghilangkan pikiranku soal dia. Guyuran air dingin di kulit kepalaku sedikit memberi kesegaran di pikiranku. Setelah mandi aku mengecek handphoneku. Tidak seperti biasanya, dia tidak memenuhi notifikasiku.

Well mungkin dia lelah meminta maaf atau berusaha memperbaiki. Haha, tidak seperti janjinya yang berkata akan selalu berusaha ada untukku, sekarang dia menyerah yah. Dasar payah!

Tapi mungkin ini caranya agar aku menghubunginya duluan. Gak bakal deh. Kalaupun aku harus menghubunginya duluan sudah pasti untuk memarahinya yang ingkar janji. Jika memang dia mau memperbaiki hubungan kami, harusnya dia berusaha lebih keras kan?

Aku berbaring dan mengutak-atik handphone. Memeriksa sosial media. Dia juga tidak update dalam beberapa jam ini. Padahal keaktifannya di sosial media merupakan faktor besar yang berkontribusi dalam menambah aura menyebalkan yang sudah menempel pada dirinya.

Grup chat yang berisikan dia dan teman-temannya (dimana aku harus dia masukkan sebagai bukti bahwa dia tidak sebrengsek sebelumnya) membanjiri notifikasiku. Dasar orang-orang talkative, tidak capek apa ngobrol ga jelas setiap hari. Tidak bisakah sehari saja mereka libur mengobrol. Untungnya grup chat itu aku mute. Jadi aku tak perlu harus selalu membaca obrolan tidak bermutu teman-temannya dan dia.

TOK!
Sebuah ketukan keras di jendelaku membuatku terkejut. Sial, seseorang mungkin melempar batu mencoba memecahkan jendelaku. Aku mengintip lewat kaca. Dia di luar. Dengan wajah bodohnya. Berdiri di depan pagar, dibawah gerimis.

Dengan kesal aku melangkah menuju pintu luar. Kekesalanku memuncak. Si brengsek ini harus tau batasannya.

"Kamu ngapain ke sini?! Kamu kan tau orang rumah udah tau soal kita?! Kamu mau bikin aku dimarahin apa?!" Tanyaku setengah membentaknya.

"Maafkan aku handphoneku hilang jadi aku langsung kesini" Jawabnya pelan. Dia terlihat lelah. Aku mengedarkan pandanganku. Dia tidak membawa kendaraan?

"Aku ga tau deh kamu minta di kasihani atau kamu emang drama, ngapain kamu pake kesini segala sih ujan-ujan?" Aku mulai frustasi lagi.

"Mobilku ditabrak, aku ga punya uang naik umum, handphoneku hilang" Jawabnya dengan wajah kuyu. Aku tidak akan tertipu wajah lemahnya.

"Itu derita kamu" Tukasku.

"Aku cuma menepati janji Nab" Katanya tidak menatapku.

"Janji apa? Janji selalu ada? Aku ga percaya kamu! Kamu bullshit! Pergi kamu sana! Pulang gih! Aku males liat kamu!" Amarahku sudah ga bisa ku tahan lagi.

"Terserah kamu bilang apa nab, aku tetap disini" Si keras kepala ini sangat memaksaku untuk meninggalkannya. Sikapnya yang seperti itu membuatku kesal.

"Yaudah terserah kamu mau sampai pagi kek disini aku ga peduli" Aku berlalu masuk ke rumah tidak peduli dengan dia yang kehujanan di depan pagar rumahku.

Sesampaiku di kamar, handphoneku menunjukkan banyak notifikasi. Adik si brengsek itu menelponku beberapa kali. Pasti dia bingung mencari kakak brengseknya. Aku menelpon balik.

"Halo? Sebaiknya kamu membawa kakakmu pulang secepatnya" Kataku begitu adiknya mengangkat telepon.

"Dia sudah di rumah kak.." Jawab adiknya. Mustahil, jarak rumahnya dan rumahku agak jauh. Terdengar adiknya terisak.

"Loh kamu kenapa dek?" Tanyaku hati-hati.

"Pulang kerja mobilnya ditabrak kak" Jantungku mencelos mendengar hal ini. Gak mungkin!

"Terus dia gimana?" Tanyaku.

"Besok dikebumikan kak.." Lagi-lagi adiknya terisak lalu mematikan sambungan telepon.

Aku bersandar di dinding. Kakiku lemah. Dia memang memnyebalkan akhir-akhir ini. Tapi bukan ini yang ku mau.

Aku mengintip lewat jendela kamarku. Dia tetap berada di sana. Berdiri dibawah hujan yang mulai menderas. Menepati janjinya.

PromiseWhere stories live. Discover now