Part 33

62.8K 4.4K 65
                                    

Dimana... Aku?
Eve mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru. Entah mengapa dirinya tiba-tiba berada di sebuah tempat yang cukup Indah. Seperti halaman belakang kerajaan di alam gaib. Ada begitu banyak kebun bunga dan air mancur. Suasanya pun sangat sepi, hanya hembusan angin yang sesekali terdengar menyapu dedaunan kering, dan menggoyang-goyangkan ranting tanaman.

Gadis itu menautkan alisnya sejenak, bingung dengan situasi saat ini. Entah mengapa tidak ada siapa pun disini. Padahal biasanya para pelayan maupun pekerja istana akan berlalu-lalang disini. Eve mencengkram gaun putihnya yang menyapu lantai sembari menghela napas berat. Ia pun duduk di sebuah bangku.

"Eve... "

Eve menoleh dan langsung tersentak melihat William yang berada disampingnya sembari tersenyum. Yah, tersenyum. Pemuda itu mengulas senyuman yang sama sekali belum pernah dilihat Eve.

"Y-yang mulia, sejak kapan anda disini!? " tanya nya kaget.

"Kau lupa aku ini apa ya? " William mengubah ekspresinya menjadi datar.

Eve terdiam. Ia tak berbicara lagi. Tangannya bergerak dan menangkup wajah suaminya itu. William mengamati ekspresi Eve dalam diam. Tangan pemuda itu bergerak menggenggam tangan Eve yang menangkup wajahnya, "Aku mencintaimu. " ucapnya dengan tatapan yang memabukkan itu.

"Aku lebih mencintai anda. " balas Eve dengan wajah sendunya.

"Tapi aku minta maaf, Eve. "

Perkataan William tiba-tiba saja membuat Eve menautkan alisnya heran, "Maaf? Mengapa? "

"Kita harus berhenti sampai disini. Semua sudah berakhir. " lanjut William membuat Eve sontak menyingkirkan tangannya dari wajah pemuda itu. Eve menatap William tak percaya, "Apa maksud anda? "

"Bukankah sudah ku katakan? Semua sudah berakhir. Kita tak bisa bersama lagi. "

Eve menahan isakannya dan segera memegang kedua lengan William, "Kumohon jangan mengatakan hal seperti itu. Kita sudah menikah, yang mulia. Tolong jangan tinggalkan aku. "

"Maaf. " William melepaskan dirinya dari pegangan Eve dan segera berdiri. Pemuda itu membalikkan tubuhnya kemudian mulai beranjak pergi. Eve terkejut dan segera beranjak, "Yang mulia, tunggu! " baru saja ia akan mengejar sang suami, pemuda itu sudah menghilang entah kemana. Bukan hanya tubuhnya, keberadaan auranya sudah tak lagi terasa kehadirannya di hati Eve. Membuat gadis itu merasa terpukuli. Entah kemalangan apa yang sudah menimpanya. Eve pun kembali mengalihkan pandangannya, dan sekali lagi gadis itu terkejut. Kosong. Semua kosong. Tidak ada istana, tidak ada kebun bunga, tidak ada air mancur, bahkan bangku yang tadi didudukinya bersama William juga sudah lenyap. Yang tersisa hanyalah hamparan rumput beserta langit. Seperti di sebuah Padang yang tak terkira luasnya. Dan tentu saja tak ada seorang pun disana.

Eve tiba-tiba saja merasakan nyeri di dadanya. Gadis itu segera ambruk diatas rerumputan sembari memegangi dadanya yang seakan-akan sudah ditusuk belati. Butiran air mata mulai membasahi wajahnya. Antara menahan sakit, dan juga atas kepergian William yang meninggalkannya. Ia terus meraung, meminta tolong tapi tak ada yang mendengar.

"Hiks... Y-yang mulia..." dan setelah itu pandangannya pun menjadi gelap.

.
.
.

Matahari di Timur telah menampakkan sinarnya. Sinar yang terik menyengat kulit bagi siapa saja yang terkena. Pagi ini benar-benar cerah. Tapi tentu saja membuat orang malas untuk beraktifitas. Memangnya siapa juga yang mau bepergian di musim panas begini?

Sinar yang makin terang itu memaksa untuk menyusup di jendela serta kain gorden. Membuat ruangan tanpa pencahayaan juga ikut menjadi terang. Termasuk sebuah kamar berukuran minimalis yang dicat berwarna biru itu. Kamar sederhana yang memang hanya untuk ditempati satu orang. Seorang gadis tampak menggeliat di kasurnya yang hanya selebar 70 cm dengan panjang yang mencapai 2 m.

Royal Blood Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang