-5-

41.5K 2.8K 47
                                    

Dini duduk dengan lemas dan mata sembab didalam ruang olahraga. Ia berada disini dikarenakan Bian yang menariknya dengan paksa ketika ia baru saja keluar dari kelas saat jam pulang sekolah

"Gue gak mau orang tua gue tau Bian, gue gak mau ngecewain mereka!" Ujar Dini menangis, Bian mengatakan kalau ia mengetahui permasalahannya dengan Iqbal dan Iqbal sangat ingin bertanggung jawab karena ia tidak mau hidup dikelilingi dan dihantui rasa bersalah

"Tapi, kalau lo ga nikah sama Iqbal terus gimana Dini?" Tanya Bian sedikit frustasi karena kekeras kepalaan Dini. Dini menangkup wajahnya dengan kedua tangan yang ia letakkan diatas lutut. Dini menangis kembali

"Kalau lo hamil gimana?" Tanya Bian lirih, Dini menggeleng dengan tangan yang masih menangkup wajahnya

"Hamil gak hamil lo tetap harus nikah sama gue!" Ujar Iqbal yang tiba tiba masuk kedalam ruangan.

Dini menutup matanya, dan mengalihkan pandangannya dari Iqbal. Ia benci Iqbal, itu yang ia tahu sekarang

"Kemaren, gue belum sempat minta maaf sama lo-" ucapan Iqbal terhenti sebentar dan Iqbal berjongkok dihadapan Dini, berusaha mensejajarkan diri

"Gue bener bener minta maaf dan menyesal udah buat hidup lo hancur Din, gue sama sekali gak bermaksud. Malam itu gue mabuk" jelas Iqbal pada Dini yang tidak menatap Iqbal. Iqbal mengambil tangan Dini dan Dini melepaskannya

"Gue benci sama lo bal!" Desis Andini

Abian yang merasa tidak tepat berada disanapun perlahan keluar dari ruangan tersebut

"Iya, gue tau lo benci sama gue" ujar Iqbal

"Nikah sama gue, gue memang gak bisa jamin kita bakal hidup enak tapi gue bakal usaha untuk itu. Biarin gue tanggung jawab Dini" Iqbal kembali menggenggam tangan Andini, kali ini Dini tak melepaskannya namun air matanya masih mengalir

"Enggak bal, lo punya masa depan guepun juga gitu. Kita lupain aja, anggap diantara kita gak pernah terjadi apapun. Gue pastiin gue gak akan hamil" ujar Dini dengan suara pelan, Dini frustasi melihat Iqbal yang keras kepala

"Lupain?!" Tanya Iqbal tak percaya, Iqbal menarik dagu Andini supaya Andini melihat dirinya namun Andini bersikeras untuk tidak menatap Iqbal

"Se sepele itu masalah kita?" Tanya Iqbal lagi dengan kening yang berkerut

"Gue gak pernah bilang kalau masalah ini sepele, gue cuman gak ingin orang tua gue malu!" Ucap Andini, kali ini ia menatap Iqbal

"Lebih malu mana saat lo nikah sama laki-laki lain dan dia tau lo udah gak perawan ? Hm?" Iqbal mengeratkan genggamannya, Dini mendongak ke atas karena sesak didadanya

"Lepasin bal" ucap Dini sambil berdiri dan berusaha melepaskan tangan Iqbal dan Iqbalpun melepaskannya

"Gue gak paham cara berpikir lo!" Ucap Iqbal yang masih berjongkok dan berpegangan pada kursi yang diduduki Andini tadi

"Gue cuman gak ingin ada masalah Iqbal" ujar Dini pelan lalu mengambil tas-nya dan berjalan menuju pintu ruangan

"Kalau lo hamil gimana?" Dini menghentikan langkahnya yang hanya tinggal 3 langkah menuju pintu

"Gue pastiin gak akan hamil!"

"Gue tanya, kalau lo hamil gimana?" Iqbal mengulang pertanyaannya dan berjalan menyusul Dini, Dini menunduk sampai akhirnya ia merasa Iqbal sudah berada didepannya

"Gue kayak gini karena gue punya adik perempuan Din. Gue percaya akan adanya karma, lo pikir gue mau nikah semuda ini? Lo pikir gue gak punya masa depan? Lo pikir gue gak puyeng mikirin ini dari malam itu?"

Iqbal mempertipis jaraknya dengan Dini

"Tolong jangan keras kepala" ucap Iqbal pelan. Cukup lama Dini dan Iqbal terdiam dengan pikiran masing masing

"Atau gue akan lebih keras kepala dari lo" Iqbal kembali bersuara lalu ia membuka pintu yang berada dibelakangnya dan berjalan meninggalkan Dini yang masih diam memikirkan nasibnya

***

"Pah udah cukup pa, kasian bang Iqbal" cegah Tiara saat papanya akan melayangkan lagi pukulannya pada Iqbal

Iqbal sudah bercerita semuanya pada mama, papa juga adiknya. Dan sekarang mamanya sedang menahan tangan papanya supaya tidak memukul Iqbal yang sudah babak belur. Sedangkan Tiara, berusaha menenangkan Iqbal yang kini terduduk dilantai

"Kamu gak ingat kalau kamu punya adik perempuan hah?! Gimana kalau itu terjadi sama adik kamu?!!" Pak Dimas memijat pangkal hidungnya. Kepalanya sangat berat saat anak sulungnya yang paling ia banggakan melakukan hal tidak terpuji tersebut

"Makanya Iqbal ingin tanggung jawab pa!" Ucap Iqbal disertai ringisan, papanya menampar dan menonjoknya secara brutal tadi

"Keluar kamu dari rumah ini!" Ucap pak Dimas pelan

"Mas-"

"Pa"

Ujar Tiara dan bu Ghina terkejut mendengar penuturan pak Dimas. Sedangkan Iqbal, ia sudah memprediksi ini akan terjadi

Iqbal berdiri lalu mengeluarkan dompetnya dan berjalan mendekati pak Dimas yang enggan melihat Iqbal

"Oke, Iqbal bakal keluar dari rumah ini. Makasih pa, ma. Udah besarin Iqbal tapi Iqbal malah gak tau diuntung, bikin mama sama papa kecewa" ujar Iqbal, Iqbal mengeluarkan ATM belanja bulanannya, kartu debit dan kredit, kunci motor dan mobilnya.

"Bang kenapa semuanya dikeluarin?" Tanya bu Ghina mendekati Iqbal, Iqbal mengusap ujung bibirnya dan tersenyum pada ibunya

"Ini semua milik papa, ma" ucap Iqbal, lalu berjalan melewati pak Dimas menuju kamarnya

Iqbal membawa beberapa pakaiannya dan tak lupa buku tabungannya yang tadi malam ia simpan dilaci bersama kertas HVS

Saat iqbal sedang memasukan bajunya kedalam tas, tiba tiba ada yang memeluknya dari belakang. Ia tau itu adalah Tiara

"Lo ninggalin gue bang?" Iqbal tak menjawab pertanyaan Tiara. Tiara menahan tangan Iqbal yang memasukan lembaran baju kedalam tasnya

"Kalau lo nikah, undang gue ya. Gue sama mama paati datang!" Ucap Tiara berlinang airmata. Iqbal mengacak rambut Tiara

"Iya"

"Terus sekarang lo mau kemana?" tanya Tiara khawatir pada iqbal, Iqbal mengambil ponselnya yang berada di atas nakas

"Nemuin orang tua Andini, gue harus jelasin sama orang tua dia" ujar Iqbal mendapat kalimat penolakan Tiara

"Lo gila apa bosen hidup? Sekali tonjok lagi lo mati bang!" Ucap Tiara namun Iqbal tak memperdulikannya

"Bang, nemuinnya besok aja. Abang jangan pergi" pinta Tiara, Iqbal menghela nafas lalu memeluk Tiara

"Gue harus pergi, karena gue udah diusir"

"Tapi, papa bilang gitu karena lagi emosi aja bang"

"Gue pergi, jangan lupa belajar" Iqbal turun kebawah dan mendapati mamanya yang memohon pada papanya

"Ma, pa. Iqbal pergi. Maafin iqbal udah bikin mama papa kecewa" ucap Iqbal namun mamanya menahan Iqbal

"Bang, kamu mau kemana? Itu di obatin dulu lukanya ya" ujar bu Ghina dengan sayang pada Iqbal, Iqbal menatap bu Ghina dengan perasaan bersalah

"Ma, Iqbal harus pergi" ucap Iqbal lalu berjalan meninggalkan orang tuanya

"kemana tujuan kamu?!" Tanya pak Dimas saat Iqbal akan melangkahkan kakinya keluar rumah. Tadi, pak Dimas hanya membentak tapi nyatanya Iqbal malah mengembalikan semua fasilitas yang ia berikan dan memang keluar dari rumah.

"Keluar dari rumah ini, seperti yang papa inginkan" ucap Iqbal, ia tidak marah pada papanya karena ia tau ia telah membuat kedua orang tuanya kecewa berat. Iqbal berjalan keluar dari rumah tersebut dan menyetop taxi yang lewat, jam masih menunjukan pukul 07.00 WIB itu artinya masih belum terlalu malam jika ia menemui Andini


*****
Ig: Oktavionaefel_malik
.
Komennya guys 😘

MBA [Completed]Where stories live. Discover now