LIE [Return]

373 46 13
                                        

Dentingan piano mengalun pelan. Menari jemari di atas hitam dan putih.

Ciptakan nada dengan banyak makna. Yang menyusun lagu dengan sejuta cerita.

Rasakan dentingnya merasuk jiwa. Secara perlahan mengaliri sukma.

Mainkan apa yang ingin kau ungkapkan. Dan biarkan hati berbicara.

Tak perlu telinga untuk mendengar. Hanyalah cinta untuk satukan nada.

Lebur jiwamu bersama untaian nada. Hanya kau dan piano.

Dentingan piano mengalun pelan. Menari jemari di atas hitam dan putih.

Pecahkan kesunyian tanpa warna. Alunkan melodi penuh kedamaian.

*****

Aku bahagia.

Melihat semua orang terdiam, tersenyum dan terhanyut oleh permainan musikku.

Membuat semangat bermainku semakin meningkat, agar dapat menjerat mereka dalam nada yang kuciptakan.

Tepuk tangan dan sorakan sudah menjadi hal biasa bagiku.

Mulai dari anak kecil, remaja, orang dewasa, hingga kalangan orang tua. Mereka mengagumiku seperti halnya sang idola.

Aku bukanlah sang bintang yang menjulang tinggi hingga dapat menghiasi langit malam dengan cahayanya.

Aku hanyalah awan putih yang terselip dalam indahnya langit biru. Mudah hilang dan lenyap.

Seperti itulah aku.

__________

Akhirnya tibalah diriku pada kota dan negara kelahiranku.

Seoul, South Korea.

"Bagaimana? Apa kau senang?"

Suara gadis itu menyadarkan lamunanku, aku memutar kepalaku dan menatap wajahnya disertai dengan senyuman. "Tentu saja, ini semua karena dirimu."

Aku tahu ini semua adalah takdir. Sejak aku bertemu dengannya 2 tahun yang lalu, kehidupanku menjadi berwarna.

Gadis cantik dan menggemaskan. Selalu tersenyum di setiap keadaan susah maupun senang. Anehnya, aku selalu tertawa ketika sedang bersamanya.

Benar-benar gadis yang lucu.

Inilah sekilas cerita ketika aku bertemu dengannya.

Di sebuah Universitas, aku mengambil jurusan seni. Aku sering meluangkan waktuku untuk berlatih piano di ruang musik.

Pada tahun-tahun sebelumnya aku merasa kehidupanku baik-baik saja setelah insiden yang menimpaku sekitar 7 atau 8 tahun yang lalu.

Baiklah, aku lupa. Dan aku memang berharap melupakan masalah itu, tak ada niat untuk mengingatnya.

Indah dan buruk telah menjadi satu di dalamnya. Sungguh, aku tak ingin mengingatnya. Terlalu menyakitkan untuk diingat.

Sejak hari itu, hari di mana saat aku akan mengikuti kompetisi piano. Aku sering menyibukkan diriku di ruang musik. Tanpa kusadari ada seorang gadis yang selalu mengikutiku.

Di manapun aku berada, pasti selalu ada dia.

Awalnya aku mengira dia hanyalah siswi biasa yang sedang berjalan-jalan, namun aneh rasanya jika keberadaannya selalu bersamaan denganku.

Akhirnya aku pun bertekad untuk mendekati gadis itu dan bertanya apa maksudnya mengikutiku.

"Hei penguntit!"

Sebenarnya ucapan seperti itu bukanlah style-ku, tetapi aku hanya merasa tidak nyaman saja selalu diikuti.

Gadis itu bersembunyi di balik pintu, lantas segera ku berlari menghampirinya.

Saat aku sampai di dekat pintu, gadis itu menghilang. Hal ini semakin membuatku yakin bahwa dia memang penguntit.

Aku memutuskan keluar ruangan dan mencarinya, aku menuruni tangga yang berbelok-belok.

Setelah aku selesai melewati tangga yang berliku itu, aku menyebarkan pandanganku ke seluruh area gedung lantai satu. Tetapi aku tidak menemukannya.

Napasku terengah-engah, sial. Karena gadis itu aku harus menghabiskan waktuku untuk berlari menelusuri tangga hanya untuk menghampirinya.

Aku pun kembali ke atas.

Tanganku mengepal ketika melihat gadis yang aku cari telah berdiri di depan ruang musik.

Menyebalkan. Aku menuruni anak tangga dengan sia-sia.

"Kenapa kau selalu mengikutiku? Siapa dirimu? Kau sangat mengganggu konsentrasiku!"

Seharusnya aku tidak berkata kasar. "Maaf" aku meminta maaf padanya. Ku langkahkan kakiku memasuki ruang musik, dan melewatinya. Aku sudah tidak peduli lagi. Terserah jika dia mau mengikutiku atau apapun itu.

Gadis itu menggenggam tanganku hingga langkah kakiku terhenti. Aku pun menoleh padanya penuh dengan keheranan. Aku hanya diam dan terus menatapnya.

"Bantu aku."

Gadis itu meminta bantuan padaku, aku masih diam dan terus menatapnya. Gadis itu melangkahkan kakinya mendekatiku, dia menjinjitkan kakinya agar setara dengan tinggiku. Dia membisikkan sesuatu padaku.

Mataku melebar. "Bagaimana bisa kau tahu nama asliku?"

Gadis itu tersenyum dan menitihkan air mata.
"Aku berhasil menemukanmu."

Dia memeluk tubuhku dengan tiba-tiba. "Kembalilah..."

LOST IN EMOTION ✔Where stories live. Discover now