02. PEMBERIAN YANG DITERIMA

38.4K 1.7K 4
                                    

***

"Sepatah kata yang keluar dari mulut mu itu mampu membuat ku kelewat batas karena bahagia."

***

 
"Astagfirullah, bego!" Gio sudah heboh sendiri, sambil menatap kesal ke arah Alan yang menampilkan wajah tak berdosa itu.

"Si es batu zaman now, gak punya otak." celetuk Eza asal, membuat Alan berdecak sebal karena kecerewetan kedua sahabatnya itu.

"Lo tahu apa konsekuensinya kalau lo masuk kelas pas jamnya Ibu Bia dan lo nggak bawa buku cetak, buku catatan, buku tugas, buku latihan, sama alat tulis lainnya? Lo bakal di seret ke toilet dan bakal disuruh ngebersihin toilet!" Pekik Gio frustasi dengan sahabatnya yang satu itu, nakal boleh, tapi lihat waktu dan keadaan.

Jika ingin nakal saat jam pelajaran Ibu Bia, sudah pasti itu pilihan terlaknat yang paling menyesakkan.

Jujur saja kalimat Gio tadi mampu membuat Alan menyesal, ia pikir jika tidak membawa peralatan menulis maka ia akan di hukum memunguti daun mangga yang ada di depan kelas saja, tapi, kali ini malah disuruh membersihkan toilet.

"Terus gue harus gimana?" tanya Alan.

Itu hal terbodoh yang pernah Gio dengar, dan itu keluar dari mulut si manusia es yang dinginnya minta ampun.

"Ngegarukin batang pohon toge." Eza menjawab sambil terkekeh.

"Lima menit lagi, Ibu Bia dateng, sekarang kalau lo mau ke kantin. Gue yakin waktunya nggak sempet, dan kalau lo mau minjem perlengkapan alat tulis di anak kelas kita, udah pasti nggak akan ada yang mau ngasih pinjem." Gio langsung memutar otaknya agar ia bisa mendapat solusi, bagaimana mendapatkan pulpen tanpa harus ke kantin sekolah yang jaraknya jauh berada di lantai bawah.

"Gue? Aduh ... mana pulpen gue juga udah tinggal satu doang, itu pun tintanya udah sekarat." Panik Eza sambil memasang wajah cemas yang berlebihan.

"Gue bolos aja," singkat Alan yang sekarang tidak mau pusing gara-gara perlengkapan alat tulis.

"Ini nih, katanya pelajar tapi pulpen dan kawan-kawannya aja kagak bawa, gimana bisa jadi orang sukses lo Lan? Ckckck dasar kids zaman now!" Cerocos Eza buru-buru.

Sekarang ketiga lelaki itu tengah berdiri di depan pintu kelasnya sambil memasang wajah tegang, kecuali Alan, yang masih memasang wajah sama, maksudnya datar.

"Kakak boleh pake punyaku."

Suara lembut dan menenangkan itu langsung membuat ketiganya sama-sama mendonggak, menatap fokus ke asal suara.

Suara itu berasal dari seorang perempuan yang tengah berdiri tidak jauh dari ketiga lelaki itu. Perempuan itu mengutas senyum, bola matanya yang berwarna hazel menyorot penuh harap ke arah salah satu dari tiga lelaki yang ada di sana.

Perempuan itu adalah Melody, tepatnya Melody Nicella.

Eza dan Gio menatap Melody dengan tatapan memuja. Kedua lelaki itu tidak bisa menampik jika Melody memang punya aura yang sangat menyenangkan. Belum lagi wajahnya juga lumayan cantik dan manis pula.

Berbeda dengan Alan, lelaki itu malah langsung memalingkan wajah saat melihat sekilas orang yang bersuara tadi. Rasa malas seketika menjelajar ke seluruh tubuhnya, saat melihat perempuan yang ada di hadapannya ini adalah perempuan yang selalu mengganggunya dan berusaha keras untuk mendekat masuk ke ranah hidupnya.

Mengganggu sekali pokoknya. Dan Alan tidak suka itu.

Masih dengan mempertahankan rasa malasnya, Alan menoleh ke arah kedua sahabatnya yang masih terperangah entah terpesona atau apa kepada perempuan yang Alan labeli sebagai perempuan yang suka sekali cari perhatian dan sok polos itu.

ALAN | √Where stories live. Discover now