5

3K 392 1
                                    

"Y-Ya, saya mengerti, saya akan segera ke sana, Pak."

Setelah menutup panggilan, digenggamnya ponsel itu dan perlahan ia mengelus dada, menenangkan jantungnya yang bertalu-talu dan nafasnya yang sesak.

Kepalanya masih pening dan tubuhnya mati rasa, kalau sampai ia berdiri terburu-buru, ia pikir ia akan muntah.


Untuk beberapa saat lamanya, Baekhyun duduk di samping onggokan kardus tak berbentuk dan tempat sampah, melamun.

Memori masa kecilnya terkunci rapat di palung hatinya, dan entah berapa lama dan kerasnya ia memikirkan alasan mengapa ia mendorong Chanyeol atau kapan hal itu terjadi, tidak satupun yang muncul ke permukaan.

Tidak pula satu syak prasangka maupun sebuah potongan dari trauma mendalam itu muncul.

Mungkin kejadiannya terlalu mengguncangkan dirinya yang masih kecil hingga dia melupakan semuanya, tersapu bersih dari ingatannya selagi ia tumbuh dan melupakan bocah yang ia hancurkan hidupnya.

Dia tidak yakin bagaimana caranya untuk bangkit atau menerima dirinya sendiri setelah mendengar kenyataan pahit dari mulut ibunya.

Beliaubisa memberitahunya bahwa itu hanya sebuah kecelakaan, bahwa Chanyeol langsung berjalan ke tengah jalan dengan sendirinya supaya ia tidak merasa bersalah.

Namundemikian, ia sadar bahwa kenyataan tersebut sudah tersimpan terlalu lama, bertahun-tahun.

Mungkin beliau mengira sudah waktunya Baekhyun untuk tahu karena ia sudah cukup dewasa untuk bertanggung jawab atas perbuatannya.

Akan tetapi, apa ia siap? Apakah dirinya siap mental untuk menghadapi Chanyeol dan mengakui dengan sebenar-benarnya bahwa dialah orang yang bertanggung jawab... atas perbuatannya, membuat Chanyeol menjadi seperti sekarang ini?

Perlahan, ia mendorong dirinya untuk berdiri dan melangkah ke arah kantor polisi, sembari memikirkan hal yang harus ia katakan di depan Chanyeol agar semuanya kembali seperti semula dengan sendirinya.

Lagipula, ia tidak bermaksud mengatakan kata-kata itu dengan sangat kasar, terutama, tidak untuk berakhir di kantor polisi.

Akan lebih baik bila Chanyeol ditahan di sana daripada berkeliaran seorang diri, tersesat dan kebingungan.

Namun bayangan akan Chanyeol yangdicampakkan dan diperlakukan buruk oleh orangyang melintas dan orang asing yang kejam semisal dirinya membuat air mata menggenang lagi di matanya.

Di luar dugaannya, kantor polisi itu tenang dan nyaman.

Ini pertama kalinya ia masuk sebab ia selalu berpikiran bahwa hanya para kriminal yang patut masuk ke sana.

Ada beberapa petugas yang sedang menerima telepon, tampak cukup sibuk sampai-sampai Baekhyun tidak punya tempat yang pas selain di pojok ruangan.

Kemudian, ia melihat Chanyeol duduk di bangku, satu tangan terborgol di pegangan besi di sebelahnya.

Pemandangan yang miris, Baekhyun nyaris ingin meneriaki para petugas karena sudah memborgol Chanyeol, mengetahui Chanyeol adalah orang paling tidak berbahaya yang pernah ia kenal.

Park Chanyeol adalah orang yang akan menangis melihat bunga menjadi layu, jadi Baekhyun ragu ia dapat bertindak kriminal sampai ke tingkat harus dihukum.

Dia tidak bicara pada Chanyeol (dia belum menyiapkan batin untuk itu) dan langsung berjalan ke mejadepan, tempat ia menangkap perhatian sesosok petugas latihan hati-hati.

Di tanda pengenalnya terbaca "Do Kyungsoo"; dia tampak muda, kurang lebih dua-puluh-tahunan, bermata bulat besar. Senyum hangatnya membuat Baekhyun lega, untuk saat itu.


"Ah... nama saya Byun Baekhyun. Saya datang untuk Park Chanyeol."

"Saudaranya?"

"Saudara tiri," Baekhyun membenarkan, menyerahkan identitasnya.


Mau tidak mau iamerasa khawatir, melirik Chanyeol dari ujung matanya dan mengira-ngira apa penyebab bocah ceria itu terlihat sedih dan lemah.

"Oh ya, saudara tiri, maafkan saya," balas petugas tersebut sembari mengisi beberapa dokumen dan menyodorkannya pada Baekhyun beserta sebuah pulpen.


"Kau hanya harus tanda tangan di sini, di sini, dan di sini, lalu Anda boleh pergi."

Baby's BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang