#KORUPSI

28 4 8
                                    

TAK SUDI

"Yang benar saja dok! Ingat ya, saya ini orang penting di negeri ini. Jangan main-main kamu!"

"Betul pak, bayinya seperti menolak semua vitamin ataupun nutrisi yang diberikan."

"Sayang, sudah jelas kalau si dokter ini korupsi. Masih saja didengerin!" ucap istriku dengan ketus.

Dengan kesal kami keluar dari ruang periksa. Tak lupa, mampir ke bagian resepsionis kemudian memaki pelayanan rumah sakit yang bobrok. Kami berdua yakin, manajemen sudah menilap uang pasien.

Hari bahagia itu tiba. Sang bayi bersedia terlahir ke dunia. Tubuhnya kurus kecil, tampak menyedihkan. "Maaf ayah, aku tak mau hidup dari uang haram." Sedetik kemudian, terdengar suara elektrokardiogram menjerit.

=====

WARISAN

Urat leher seluruh anggota keluarga yang hadir menegang. Tak ada satupun yang bersedia mengalah. Semua merasa berhak mendapat bagian yang lebih besar. Surat wasiat dan pengacara pun diabaikan.

"Hei, ingat pesan terakhir ayah! Kita harus membaginya sesuai dengan aturan islam!" ucap Abdul.

"Nggak bisa dong, selama ini aku yang mengurusi sisa hidup ayah!" Donna mendesak.

"Ya! Enak saja anak laki-laki mau dapat bagian besar dengan mudah." Siti dan Milla berkubu.

Tak lama terdengar suara pintu diketuk. Anton menemui sang tamu yang kemudian menyodorkan sebuah surat kepadanya.

"Maaf, kami dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Akan menyita semua aset milik almarhum. Terima kasih."

=====

TERCIDUK

"Yakin ya, kondisi sudah aman?" Warso mencoba lebih memastikan.

"Aman bos. Jadinya apel Washington nih? Nggak mau apel Malang?"

"Washington saja, lebih cepat habisnya."

Jantung Warso berdebar lebih cepat. Setelah melawan kebimbangan yang cukup hebat. Ia pun akhirnya berani mengambil keputusan. Sebuah keputusan besar yang akan menentukan nasib dirinya dan juga keluarganya di masa depan. Warso pun tiba di sebuah persimpangan jalan. Terlihat samar sebuah mobil box berhenti di pinggir jalan. Dengan gugup Warso mendekatinya.

"Angkat tangan! Anda sudah kami kepung!" Tubuh Warso lemas seketika. Kejadian lima belas tahun lalu kembali terulang. Padahal kini ia hanya seorang pedagang buah biasa.

=====

ARISAN

"Kasihan jeng Nia. Udah kelilit utang, suaminya ditangkap KPK pula," ucap Destri dengan tawa yang dibuat-buat hingga terlihat giginya yang berhias kawat emas dan berlian.

"Suaminya lagi apes aja kali jeng. Kurang pinter sih," timpal Pipit sambil menggoyangkan gelang emas yang berbaris di tangannya.

"Eh, jeng diem dulu deh. Itu denger berita terbaru di tivi."

"Ya, ada nama lain yang mendapatkan aliran dana tersebut. Kami akan menyita seluruh harta mereka. Sehingga tak ada yang layak untuk mereka wariskan selain sepiring singkong rebus." Nama tersangka korupsi terpampang dengan jelas di televisi.

Mereka terdiam. Dian tak sengaja menggores urat tangannya dengan pisau.

=====

TERSANGKA

Beberapa penyidik KPK tampak sangat serius dihadapan benda tersebut.

"Jadi bagaimana, sudah ditemukan bukti bahwa dia bersalah?"

"Tak semudah itu, jangan sampai kita terjebak ke dalam perangkap yang sama. Nanti dia mengajukan praperadilan lagi bagaimana. Sia-sia dong kerja keras kita selama ini."

"Tapi menurut kesaksian para warga yang berada di lokasi. Benda ini diam saja ketika Papa melabraknya. Kita tak akan mudah mendapatkan informasi darinya."

Sebuah pesan singkat masuk ke ponsel salah satu penyidik. Papa terbukti tak bersalah, semua petunjuk lenyap seiring kejadian tabrakan tersebut. Para penyidik saling tatap dan mengangguk bersamaan. Sang Tiang Listrik adalah pelaku korupsi yang sesungguhnya.

=====

KARMA

Você leu todos os capítulos publicados.

⏰ Última atualização: Jan 23, 2018 ⏰

Adicione esta história à sua Biblioteca e seja notificado quando novos capítulos chegarem!

#cerita5paragrafOnde histórias criam vida. Descubra agora