Hiraishin*

168 11 4
                                    

*Penangkal Petir



Malam itu, Techi bermimpi. Ia berhenti di sebuah persimpangan, dengan koper besar di tangannya. Dibalik persimpangan itu, ada asrama yang ditujunya. Ia berdiri di bawah sebuah pohon sakura yang sedang mekar, lalu ia menutup mata dan mengadahkan telapak tangannya, mencoba sebuah peruntungan. Jika selama 60 detik terkumpul 4 lembar kelopak bunga, maka tahun-tahun SMA nya akan baik dan menyenangkan.

Ia menghitung dari satu sampai 60 di dalam hati lalu membuka mata, menghitung kelopak bunga sakura di atas telapak tangannya. Hanya ada tiga. Techi kecewa. Padahal tadi ia sangat berharap akan dapat empat.

Tiba-tiba seorang gadis yang tak dikenalnya memegang puncak kepalanya, mengambil sebuah kelopak bunga sakura. "Ini kelopak keempatmu. Wah... sudah terkumpul empat ya! Berarti apa yang kau lakukan akan berjalan dengan lancar," ucap gadis itu ramah sambil memberikan kelopak keempat ke tangan Techi. Techi menatap kelopak sakura terakhirnya, berbentuk hati. Jantungnya tiba-tiba berdegup kencang.

"Ah... aku sedang buru-buru. Maaf ya! Aku pergi dulu. Bye bye!" ucap gadis itu, menyeret kopernya memasuki jalan di depan Techi. Koper? Apa gadis itu juga akan masuk asrama yang sama dengannya? Techi sangat ingin menanyakan namanya saat itu tapi rasanya kurang sopan karena keduanya baru sekali itu bertemu. Tapi gadis itu sangat ramah pada orang yang tidak dikenalnya, seperti pada Techi barusan.

Biar bagaimanapun, Techi sudah mendapat empat kelopak bunga sakura walaupun dengan sedikit bantuan gadis itu. Ia yakin dirinya pasti akan baik-baik saja. Jadi, ia menarik kopernya dan memasuki kamar sementara yang ditunjuk oleh pembina asrama.

Dua orang gadis yang sedang mengobrol di kamar itu langsung menarik perhatiannya. Gadis yang ditemuinya tadi. Jadi benar dugaannya, gadis itu masuk asrama yang sama dengannya. Apakah hal seperti ini dapat disebut takdir?

"Sayang sekali kau harus tinggal di kamar yang berbeda," ucap gadis lain kepada gadis yang ditemui Techi. Gadis itu tertawa renyah lalu tersenyum hangat sambil berkata, "Kau tenang saja. Aku akan sering-sering main ke kamar ini. Lagipula kamarku disebelah." Jantung Techi tiba-tiba berdegup cepat lagi. Ia sangat menyukai cara gadis itu berbicara. Hangat dan menenangkan.

"Permisi..." ucap Techi, memasuki kamar, menempati tempat tidur yang masih kosong. Perhatian kedua gadis yang sedang mengobrol tadi dengan cepat beralih padanya. "Eh? Kau bukannya gadis yang menghitung kelopak bunga sakura tadi?" ucap gadis yang ditemuinya. Techi mengangguk. Gadis itu menghampiri Techi sambil tersenyum. "Siapa namamu?" tanyanya. Tidak seperti biasanya, gadis itu tidak memperkenalkan namanya lebih dulu. Ia malah bertanya nama orang lain.

"Hirate Yurina," jawab Techi. "Hirate-chi, salam kenal. Namaku Yamagawa Hikari. Yoroshiku Onegaishimasu," ucapnya tersenyum. Entah kenapa gadis itu malah memanggilnya Hirate-chi, bukan Hirate-chan. Ya walaupun chan berasal dari 'chi' dan 'yan', dan gadis itu hanya menghilangkan akhiran 'yan', tapi memanggil seseorang dengan akhiran 'chi' diperkenalan pertama merupakan sesuatu yang aneh.

Namun, Techi menyukai nama itu. Ia tidak suka orang-orang memanggilnya dengan nama depan tapi Techi sudah SMA. Pergaulan SMA sangat ketat dan ia tidak mau memberi jarak dengan teman-temannya dari awal. Saat itu, ia memutuskan, ia ingin dipanggil dengan nama Techi.

Techi terbangun. Jantungnya berdegup dengan kencang. Ia membuka dompetnya, mengeluarkan sebuah kelopak bunga sakura berbentuk hati yang dilapisi plastik dengan rapi. Ya, bunga itu adalah bunga yang diambil dari kepalanya oleh Hikari dipertemuan pertama mereka. Hikari mungkin tidak ingat pernah memanggilnya Hirate-chi, tapi kejadian itu tak akan pernah Techi lupakan. Ia masih mengingat kejadian itu dengan jelas seakan-akan semua itu baru terjadi kemarin.

Koi no Koe (Sound of Love)Where stories live. Discover now