C H - 1 7 ( E N D)

15.3K 692 34
                                    

"Kalau sudah takdirnya bersama, mau di tolak bagaimana pun. Pasti akan kembali pada pasangannya."

* * *
Mungkin ini memang yang terbaik. Dilan memandangi Dara yang tengah serius mengamati guru yang sedang mengajarkan mata pelajaran ekonomi dari kejauhan.


Senyumnya mengembang tatkala Dara dengan berani mengacungkan jari tangannya untuk menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru pengajar tersebut.

Tiba - tiba sebuah tepukan mendarat di bahu kanan Dilan.

"Masih aja diliatin,"

Dilan mendengus kesal melihat dua cecunguk yang selalu bersamanya dari mereka masih sekolah dasar.

"SSG." jawab Dilan singkat.

[*SSG = Suka Suka Gue.]

"Karena semakin ingin melupakan rasa itu akan semakin menjadi-jadi, semakin ingin melupakan hati ini semakin tak merelakan."

Dilan terdiam. Mencerna setiap kata yang baru saja diucapkan oleh salah satu cecunguknya, Pajri.

"Auwh!"

Dilan baru saja menggeplak kepala Pajri, walau tidak keras, tetapi tetap saja berhasil membuat kepala berkunang-kunang.

"Alah, sok bijak lo." kata Dilan.

Pajri mengusap - usap kepala berulang - ulang, "Nggak menghargai gue banget sih lo. Itu kata - katanya gue baru dapet semalem dari gugel," curhatnya.

"Gue juga punya!" Athur mengangkat kepalanya yang sedari tadi hanya terfokus pada layar hanphone.

"Dengerin ya baik - baik,"

Pajri mengangguk dan mulai memasang telinganya, sedangkan Dilan tampak acuh.

"...Ditinggalkan itu menyakitkan, tapi bertahan pada suatu hubungan dimana kamu sudah tidak diinginkan, itu jauh lebih menyakitkan."

Mereka lalu diam, sesaat kemudian Pajri melonjak bangun dan bertepuk tangan keras-keras.

"Wahh!! Hebat. Anjirr, quotes mancay dah itumah," Pajri menepuk bahu kanan Athur berkali-kali sambil berdecak. "Keren juga lo bisa nemu kata-kata begitu. Nyari dimana?"

Athur mengendikkan bahunya, "Di Line banyak noh," katanya.

Entah kenapa Dilan merasa bahwa kata-kata yang diucapkan oleh dua cecunguknya itu memang benar.

"Sedang apa kalian disini?"

Mereka bertiga sontak berdiri ketika mendengar sebuah suara bernada dingin yang menangkap basah mereka.

"Ehh ada pak Handoko. Apa kabar pak?" Athur mendekat kemudian mengambil tangan kanan guru mata pelajaran ekonomi itu untuk disalimi.

"Saya tanya, kalian ngapain di sini? Kenapa tidak masuk ke dalam kelas?"

Dilan mengendikkan bahunya acuh. Memang tidak sopan, tetapi itulah Dilan. "Biasalah pak, kami kan di 'anak emaskan, jadi bisa berkeliaran di mana-mana, nggak harus berada di dalam kelas." jelasnya.

Pak Handoko berkacak pinggang sambil menatap mereka bertiga dengan tajam.

"Masuk. Daripada kalian berkeliaran tidak jelas dan mengganggu kelas lain, lebih baik kalian duduk di dalam supaya saya bisa mengawasi ka--,"

"Kita kan anak IPA pak, mana ngerti sama yang bapak ajarin?" Athur menyela.

"Hanya mendengarkan. Supaya kalian tetap dalam pengawasan saya. Dan ingat, jangan membuat keributan di kelas saya." kata pak Handoko yang kemudian melangkah masuk dan diikuti oleh Dilan cs.

My Possessive BoyfriendWhere stories live. Discover now