18 Prisoner ⛓

4.8K 616 70
                                    

           

Malam itu Mark memaksa Haechan untuk menginap di apartemennya. Tentu saja Haechan menolak mentah-mentah dan merengek minta diantar pulang ke asrama saja. Bahkan gadis polos itu mengeluarkan ancaman-ancaman yang bukannya membuat Mark takut, tapi malah membuat lelaki itu tertawa geli. Bagaimana tidak, Haechan mengancam akan menelepon polisi dan melaporkan Mark atas tudukan pelecehan seksual atau penculikan.

Mark hanya mendengus dan tertawa mendengar ancaman Haechan yang tidak menakutkan itu -malah sangat menggemaskan menurutnya-. Tawanya tak bisa ia hentikan sampai hampir 2 menit, membuat Haechan semakin menekuk mukanya kesal. Kekasih manisnya itu melotot, membesarkan kedua bola matanya dan memasang tatapan galak, namun sayangnya malah membuat wajahnya semakin imut menurut Mark.

Setelah puas tertawa, Mark kembali membujuk -sedikit memaksa- kekasihnya itu. Dan entah ada angin apa, sejam kemudian Haechan mengangguk pasrah. Menerima kenyataan kalau malam ini dirinya harus tidur di apartemen sang pacar. Mark pun tersenyum menang. Segala bujuk rayu bahkan ancaman kecilnya berhasil membuat si cantik tunduk. Namun perlu digarisbawahi kalau usaha Mark selama satu jam tadi tidaklah mudah, mengingat Haechan adalah anak polos tapi memiliki otak yang sangat imajinatif.

Dalam khayalan anak itu, tawaran dari Mark adalah semacam modus terselubung supaya mereka berdua bisa tidur sekamar dan kemudian seranjang, dengan lengan kekar Mark yang memeluk pinggangnya erat. Kemudian ketika malam semakin pekat, tangan-tangan nakal Mark akan menggerayangi tubuh sucinya yang tak pernah disentuh orang lain itu.

Tidak mau! Haechan tidak mau diperawani sekarang. Pokoknya tidak!

Namun untung saja khayalan liar Haechan itu tidak terjadi sama sekali. Gadis itu memandang pintu kamar Mark yang tertutup rapat. Kekasihnya itu sudah meninggalkannya sejak setengah jam yang lalu.

"Huuuft!!!"

"Kok kak Mark malah ninggalin aku sendirian sih?! Jahaat!"

Rutuk Haechan sambil menendang-nendang selimut coklat tebal milik Mark. Kalimat yang sangat aneh sebenarnya, mengingat dia sendirilah yang mengusir-usir Mark supaya pergi dari kamar itu tadi.

Mata bulat Haechan bergerilya mengamati kamar luas itu. Selain ranjang king size yang sedang ia tiduri itu, ada pintu coklat yang terbuka sedikit. Pintu yang menghubungkan kamar Mark dengan ruangan khusus yang ia jadikan sebagai wardrobe. Ada juga kamar mandi yang cukup nyaman dengan fasilitas shower dan bathtub -tadi Haechan sempat mengintip sedikit-. Perabotan dalam kamar itu sendiri cukup minimalis, dua buah rak buku besar, cermin tinggi seukuran tubuh, sofa baca dan meja kecil di depannya.

Haechan memandang ke arah kiri, berniat mematikan lampu kamar dan menggantinya dengan lampu tidur, ketika dia melihat sebuah figura kecil yang diletakkan terbalik. Haechan menguap kecil, ia mengenyahkan rasa penasarannya pada benda itu dan kembali mendaratkan kepala mungilnya di bantal. Kedua tangannya merentang, bergoyang naik turun di atas kasur luas itu. Rasa jengkelnya kembali saat menyadari kalau Mark tak kunjung kembali menemaninya di kamar itu.

"Iiiiih!!! Kak Mark ga asik! Aku jadi bete! Sebel sebel sebel!"




Di luar kamar, Mark menahan mati-matian gelak tawanya. Ia tengah menenggak air dingin dari botol ketika telinga tajamnya mendengar rutukan dan cacian dari Haechan untuknya, membuat ia hampir saja tersedak. Tangan kanannya mencengkeram pintu kulkas erat. Dengan pendengaran super tajamnya, Mark jelas bisa mendengar rutukan Haechan dari dalam kamarnya itu meski jarak antara kamarnya dengan dapur cukup jauh.

"Padahal kirain kak Mark mau tidur nemenin aku, malah aku ditinggalin sendirian! Kak Mark bohongan ah bilang sayangnya?!"

Mark tersenyum kecil mendengar cuitan lirih Haechannya. Ah, kekasihnya itu sangat lucu dan menggemaskan. Bisa-bisanya dia berkata begitu, padahal siapa tadi yang meneriaki Mark supaya lekas pergi dari kamarnya, hmmm?

Spellbound | MarkhyuckWhere stories live. Discover now