Bagian 1: Prolog

69 1 0
                                    


Dentuman Guntur dan suara gemericik air menyambut pagiku tanpa permisi, memaksaku untuk segera membuka mata yang telah berjam-jam terpejam menikmati dunia mimpi. 

"Arrghh.., hujan lagi" gumamku.

Aku membenci hujan, bukan tanpa alasan, hujan selalu menghalangiku untuk menikmati indahnya matahari terbit, merusak indahnya senja dikala matahari akan kembali ke peralihannya, hujan membuat matahari tak patuh untuk menampakkan sinarnya. Aku sangat heran, ketika melihat segelintir manusia yang menari, tertawa, dan bermain di guyuran hujan, apa enaknya? tanyaku selalu, bukankah sama saja dengan mandi di kamar mandi. Ah, entahlah, tetapi aku selalu menganggap manusia yang menyukai hujan sebagai manusia munafik, seperti salah satu temanku, tak usah kusebutkan namanya. Ia sering bercerita tentang hujan, ia berkata bahwa ia menyukai hujan, "Hujan itu Indah" katanya. Tetapi, nyatanya ia mengomel tanpa henti saat kepulangannya dari sekolah disambut dengan guyuran hujan deras, "munafik bukan?" Mana bisa hujan dibilang indah jika karenanya semua hal yang bisa dilakukan dengan mudah jadi sangat merepotkan. Kukatakan sangat, karena memang kenyataannya begitu.

Baiklah, aku terlalu banyak mengumpat tentang hujan dan lupa memperkenalkan diri. Aku anak bungsu dari tiga bersaudara yang paling "sedikit" mendapat kasih sayang Ayah. Maksudku sedikit itu apabila dibandingkan dengan kedua kakak lelakiku. Namaku Jelly Orlando Dewanta. "Jelly", bagimu pasti aneh mendengar nama ini. Wajar saja, aku saja aneh mendenganya. Tapi tak masalah, tak penting kita membahas itu. Hari ini hari pertama aku menginjakkan kaki di kelas XI, aku naik kelas ternyata. Kalimatku barusan terdengar seperti aku meragukan diriku. Ya, aku tak menguasai banyak pelajaran, aku hanya unggul dalam pelajaran matematika. Aku siswa salah satu SMA ternama di Sidoarjo dan masuk dalam jajaran anak-anak "Ikatan Pelajar Sukses" alias IPS. Aneh bukan? aku paling unggul dalam pelajaran matematika, tetapi masuk di kelas IPS. Tak masalah, karena apabila masuk kelas IPA, mungkin kewarasanku sudah sedikit berkurang karena memikirkan pelajaran Fisika dan Kimia. Hanya "memikirkan" saja sudah membuatku gila, apalagi mempelajarinya? Pikirkan sendiri jawabannya! Baiklah, cukup sampai disini dulu perkenalannya, aku akan beranjak untuk bersiap menuju sekolah. Karena sebenarnya dari tadi bunda sudah berteriak-teriak memintaku untuk mandi. Kita lanjutkan kisah ini setelah aku selesai bersiap.

----------

"Dewan..., sarapannya sudah siap dari tadi, kamu ini lama sekali? ngapain aja? jangan kayak cewek.., cepat turun!!!" begitulah bunyi teriakan bundaku pagi ini. 

Oh iya, lupa kuperkenalkan nama panggilanku. Ya, seperti yang tadi disebut bundaku, nama panggilanku Dewan, cukup mudah dilafalkan bukan? 

" Dewan...!!! ya ampun anak ini.." terdengar kembali suara bundaku dari ruang makan. 

Ya ampun bunda, memekikkan sekali, kupingku sakit dibuatnya.

 "Iya bun, Dewan otw" kujawab sambil berlarian keluar kamar dan langsung menuju meja makan. Langsung kuambil secentong nasi goreng untuk sarapan, nasi goreng jawa bundaku ini tiada duanya, uenaaak sekali. Ku ambil satu sendok nasi goreng dari piringku lantas bundaku melanjutkan omelannya 

" Kamu ini, sudah tahu hujan mbok ya cepat-cepat berangkat ke sekolah, nanti jalanan keburu macet, masa ya hari pertama sekolah sudah telat le (le= panggilan untuk anak laki-laki bagi orang Jawa), kamu ini mbok ya yang rajin kayak mas-mas mu itu loh." 

" Mas Elang sudah berangkat bun?" kutanya

 " Ya sudah" jawab bunda. 

" Kalau mas Satya?" kutanya lagi.

 " sudah le, sudah berangkat dari tadi."

 "Oh.." gumamku

 "Oh? apa maksudmu Oh itu?" bundaku bertanya dengan tatapan tajam. 

Dahiku berkeringat dibuatnya, " Oh.. sudah berangkat, padahal tadinya mau bareng, gitu bun maksudnya."

" Ya salahmu sendiri males, yasudah, segera dihabiskan sarapannya" balas bundaku.

Aku mengangkat alis tanda setuju. Sambil menyantap sarapan, kujelaskan bagaimana bundaku ini. Bundaku ini gualak dan cerewet, hari-hari ku tidak akan seberwarna ini tanpa omelan beliau. Nama bundaku Dewi Sekartaji, seperti nama putri-putri raja zaman dahulu. Cocok memang, beliau cantik, kulitnya bersih, putih, tinggi semampai, pokoknya top lah. Fisik bundaku yang sepert ini menurun pada kedua kakakku, tapi hanya untuk kedua kakakku saja, menyedihkan sekali sebab aku tidak kebagian. Kata tetangga, aku memang cenderung mirip ayahku. Untuk kebenarannya sendiri aku masih belum tahu, karena sampai saat ini pun aku belum pernah bertemu beliau. Warna kulitku coklat sawo matang, rambutku ikal, dan hidungku sangat lucu apabila dikembang kempiskan, hehehe. Kembali ke bundaku, walaupun galak dan cerewet, tapi beliau ini sangat sayang pada anak-anaknya, beliau juga wanita yang kuat. Kukatakan demikian, sebab jika tidak seperti itu, mungkin bundaku sudah bunuh diri saat ditinggal ayah, paras bundaku yang cantik ini nyatanya tak mampu membuat ayahku ajeg pada satu wanita saja. Bundaku bahkan mampu mengantarkan kedua kakakku menjadi orang sukses.

Kakakku yangpertama, namanya Elang Arga Lancana, aku biasa memanggilnga "mas elang". Kakakku yang satu ini seorang polisi. Cocok memang dengan profesinya, ia orang yang tegas, sangat bertanggung jawab, agak sedikit kaku, dan.. pintar. Ya, mas elang memang pintar dari kecil, setidaknyaitulah yang sering diucapkan bundaku setiap kali melihat raport ku. Begitulah,nasib anak bungsu, selalu dibanding-bandingkan. Kakakku yang kedua namanya Rajawali Satya Narendra, biasa kupanggil "mas Satya". Kakakku yang ini bekerja disalah satu bank swasta di daerah Sidoarjo. Aku jauuh lebih dekat dengan mas Satya daripada mas Elang. Entah apa penyebabnya, tapi nayatanya aku memang cenderung lebih nyaman berbagi kisah dengan mas Satya, mas Elang itu agak susah diajak guyon alias bercanda. Kalau cerita sama mas Elang itu.. ending nya selalu jadi flat

Oh iya, gomong-ngomong aku sudah di atas motor, aku akan beranjak ke sekolah, nanti akan kuperkenalkan siapa-siapa saja yang biasa kuajak bergila ria dalam kelas bersejarah yang kuhuni. Kukatakan bersejarah, sebab disanalah aku dan kawan-kawan ku banyak mengukir impian, dari impian yang lazim sampai impian yang tak lazim.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 04, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Dia "Rindu"Where stories live. Discover now