Bertholdt & Reiner: Welcome!

269 27 7
                                    

.

.

.

.

"Sudah lama..."

Ucap Reiner sendu. Ia berdiri di hadapan nisan sahabat baiknya, Bertholdt Hoover. Tak terasa sudah empat tahun ia mengunjungi tempat ini setiap hari. Di pagi hari sebelum berangkat ke markas dan saat pulang di sore hari.

Ada kesedihan di wajahnya yang tak bisa hilang sejak kejadian itu. Tentu saja. Reiner kehilangan dua sahabat baiknya hanya untuk memata-matai Paradis. Sebuah tempat untuk iblis ataupun apalah itu yang pernah ia pelajari di sekolah waktu kecil di kampung halamannya.

"Hey, Bertl. Apa kau sedang tersenyum di surga... atau menangis di neraka yang kotor itu?"

Tiba-tiba angin berhembus menyisir lembut rambutnya. Tetapi Reiner tetap memandang nisan itu tanpa bergerak sedikit pun. Ia tak bisa menahan rasa sakit ini. Setetes demi tetes air keluar dari matanya. Turun melewati pipinya hingga jatuh ke tanah.

Ia menangis untuk sahabat baiknya. Segalanya dan hidupnya... yang tak akan pernah lengkap lagi tanpa Bertholdt.

"Jika aku punya kesempatan kedua, Bertl... aku akan bilang..."

Angin menerbangkan sebuah daun dari pohon yang tak jauh dari tempat Reiner berdiri. Terjatuh tepat di puncak kepala pemuda itu. Ada sensasi dingin yang membuat bulu kuduknya berdiri. Tapi Reiner tahu perasaan yang hangat ini. Ini darinya... Bertholdt ada disini...

"Bertholdt... ayo bertemu lagi... di masa depan..."

'Aku akan menunggumu... Reiner.'

.

.

.

.

Apakah kau mempercayai,

Sebutan reinkarnasi?

Dimana kita terlahir kembali,

Menjalani kehidupan baru,

Namun terikat peristiwa di masa lalu,

.

.

.

.

"Wah, kau bisa memasak?"

Keesokkan harinya Bertholdt dikejutkan dengan seporsi nasi goreng lengkap dengan telur setengah matang di meja makan. Mencium baunya saja sudah membuat perutnya berbunyi. Pemuda itu menarik salah satu kursi dan mendudukinya. Menunggu Sang pemilik rumah yang ternyata membuatkan coklat hangat untuk mereka.

"Aku sudah hidup sendiri selama lima tahun. Tentu saja aku bisa memasak," ucap Reiner sembari meletakkan salah satu mug di samping nasi goreng milik Bertholdt. Kemudian duduk di hadapan pemuda itu.

Bertholdt hanya tersenyum menanggapi perkataan Reiner. Ia menyendokkan nasi goreng itu ke dalam mulutnya perlahan, matanya melebar setelah sesuap nasi itu menyentuh lidahnya. 'E-enak..' gumamnya pelan sampai tidak bisa didengar .

"Ne, bagaimana rasanya, Bertholdt? Katakan!" Reiner menatapnya dengan penuh harap. Matanya berbinar-binar menantikan jawaban Bertholdt tentang makanan buatannya.

"Sangat enak, Reiner!" puji Bertholdt dengan wajah ceria. "Tapi... apa tidak apa-apa? Maksudku kau membuatkan sarapan. Padahal itu tidak ada di perjanjian 'kan?"

Senyum yang terukir di wajah Reiner makin mengembang.

"Anggap saja itu traktiran dariku," alarm dari jam tangannya tiba-tiba berbunyi. Reiner sedikit mendelik melihat jarum panjang di jamnya. "Ah, crap! Sudah jam segini. Hei, Bertl, aku kerja dulu, ya!"

Our Sins or Our Friendship? [Super SLOW Update]Where stories live. Discover now