Chapter 13

68.1K 4.8K 97
                                    

Michel sedang berdiri menunggu lift terbuka. Sementara beberapa karyawan yang lewat berbisik-bisik kagum pada Michel dengan tatapan memuja. Walaupun ini bukanlah pemandangan pertama untuk hampir seluruh karyawan di perusahaan ini, tetapi melihat Michel secara langsung tak pernah ingin dilewatkan oleh mereka.

Ada beberapa karyawan menghampiri untuk memuji kecantikan Michel, dan ada juga yang hanya sekadar basa-basi karena Michel adalah calon istri dari Bos mereka. Pemberitaan tentang rencana pertunangan Michel dan Kris sudah diketahui oleh hampir seluruh warga Jakarta, heboh bagaikan pemilihan Pilkada.

"Len, lihat tuh ibu Michel. Cantik banget ya tuh cewek! Heran loh, Len, orang kayak begitu itu makannya apaan," Vika mengedikkan dagunya ke arah kerumunan di depan lift lobby.

Alena mengangguk kecil seraya mengulas senyum tipis menyetujui segala perkataan Vika.

Ibu Michel memanglah luar biasa cantik. Semua mata tertuju ke arahnya dengan tatapan memuja. Dia akan selalu jadi bahan perhatian di mana pun dia berada. Dan di sini aku, seorang Alena yang tak pernah dianggap keberadaannya oleh mereka. Menyukai kekasih si wanita sempurna dengan lancangnya.

Dosakah aku mengharapkan secuil kesempatan yang takkan pernah ada?
Mengharapkan hati Kris untuk menyambut sedikit saja kehadiran perasaan konyolku untuknya.

"Vik, balik yuk ke pantry? Takutnya orang sana nyariin kita," ajak Alena sambil menggandeng lengan Vika.

"Kamu udah nggak kenapa-napa? Kalau kamu mau duduk di sini meratapi kegalauan kamu, ya nggak apa-apa juga kali, Len. Urusan di pantri nanti aku yang handle," Vika ingin memberikan ruang untuk Alena menenangkan hatinya.

"Aelah, kayak apa aja kamu. Lagian aku cuma suka doang sama orang itu, paling seminggu lagi juga hilang rasa sukanya." Tukas Alena sambil menarik-narik tangan Vika untuk kembali ke tempat kerjaan.

Bagaimana jika perasaanku tak akan hilang dengan mudah dan selalu berada di tempatnya?!

"Ya udah. Cuma jangan nangis-nangis gini doong... Aku jadi syedih liat kamu galau kayak gini," Vika mengerucutkan bibirnya.

"Dihh... Nggak usah sok imut gitu deh!" Alena terkekeh geli melihat tingkah teman baiknya itu. Setelahnya, Vika menggapit lengan Alena dengan erat dan menyandarkan kepalanya di bahunya sambil berjalan menuju lift untuk kembali.

***
"Len, bisa tolongin aku lagi nggak? Ini memang udah tugas kamu nganterin ke ruangan CEO, kan? Anterin tehnya ke ruangan Pak Kris doong..." Afifah mendengkus, "lagian aneh banget tuh si Viona pake nyuruh harus aku segala yang anterin!" Ia berdecak sebal karena Viona menyuruhnya membuatkan teh, padahal itu tugas Alena. "Aku soalnya mau ke bawah juga ada urusan sebentar."

Tanpa mengatakan apa-apa, Alena mengangguk patuh tidak keberatan sama sekali seraya menyunggingkan senyum lebar.

Akhirnya aku ada alasan untuk melihatnya...

**
Sesampainya di depan pintu masuk, Alena mengecek penampilannya terlebih dahulu di depan cermin yang berada di dekat ruangan CEO itu. Rasa deg-degan menyergap tiba-tiba.

Arghhh... Kenapa rasa ini terlalu menggebu-gebu!

Alena mengetuk pintu, setelah itu suara sahutan dari dalam terdengar.
Terlihat Kris dan Michel yang sedang berpelukan di sana. Rasa sesak di dada Alena begitu melilit nyaris meremukkan seluruh pertahanan sok kuatnya. Ia baru menyadari perasaan beberapa hari yang lalu bukanlah karena tak nyaman akan pemandangan yang Alena saksikan, tapi lebih kepada rasa cemburu yang hati Alena rasakan. Sakit dan menyesakkan.

Alena masih terpaku di ambang pintu dengan mata mengarah langsung pada mereka. Menahan cemburu dan sesak di hatinya. Entah kenapa Michel dan Kris tidak sama sekali melepaskan pelukan walaupun mereka telah menyadari kehadiran Alena. Apa mereka dengan sengaja menggoreskan luka yang perlahan kian terbuka?

My Cute Office GirlWhere stories live. Discover now