BSDH(25)

442 20 1
                                    

Ruangan bercat hijau muda dengan banyak hiasan bunga itu tampak lenggang, dua penghuninya hanya diam saling berfikir. Satunya berumur sekitar 31 tahun, dan satunya lagi masih berumur 18 tahun.

"Bagaimana Ms, apa sudah ada keputusan? Ini sudah lewat dari waktu yang kamu tentukan Ms"

Wanita yang berumur 31 tahun itu bertanya kepada gadis yang berusia 14 tahun lebih muda dari dirinya.

"Mrs. Anda tau keinginan saya, tapi apakah hobi baru anda itu adalah memaksa?" gadis itu bukan menjawab pertanyaan malah mengajukan pertanyaan.

"Oh my god Ms, kamu salah menilai saya selama ini. Saya sekutu denganmu tapi ini demi—"

"Masa depanku. Yeah I know Mrs, I know about that. Tapi bisakah kalian mengubah rencana itu? Ini bukan jalan dan takdir saya"

"Tell me your destiny?"

Gadis itu tidak menjawab dan tidak mengajukan pertanyaan seperti tadi. Ia hanya diam memandang kedepannya.

"Menjadi seorang model? Melanjutkan dunia kepenulisanmu? It's not your destiny Ms. Varquez . It's just your talent. But your destiny is to be—"

Gadis itu mengeluarkan selembar kertas yang sudah beberapa minggu terakhir ini ia pertimbangkan, tanpa berkata apa pun gadis itu langsung keluar dari ruangan bercat hijau muda itu. 

Sedangkan wanita yang berusia 31 tahun itu tersenyun melihat isi surat yang ada diatas mejanya. Bunyi ponsel mengalihkan fokusnya, sehingga wanita itu mengangkat ponselnya yang berbunyi.

"But I need holiday a few days"

"The days is yours, Reina"

Ponselnya mati secara sepihak, wanita itu tak hentinya tersenyum. Misinya berhasil, ia menekan beberapa tombol kemudian tersambung dengan orang yang sedang ditelfonnya.

"Sir. She's agreed"

"I know you can do it Mrs. Thank you very much"

***

Reina menggeret koper hitamnya turun dari tangga rumahnya, saat berada dianak tangga terakhir ia bertemu dengan Kakaknya.

"Rei mau kemana?"

Reina menaikkan kaca matanya ke kepalanya lalu menatap datar Kakaknya.

"Liburan"

"Secepat ini? Lo belum bagi raport Rei"

"This my life, not yours."

Reina kembali menggeret kopernya keluar dari rumahnya. Ia memberikan koper hitamnya kepada supir taksi yang sudah menunggunya didepan halaman rumahnya. Setelah Reina merasa barang bawaannya sudah ia bawa semua, gadis itupun memasuki taksi dan tak lama taksi itupun melesat pergi menjauhi perumahannya.

Di dalam taksi Reina tak henti hentinya memijit pelipisnya, ia merasa pusing dan lelah. Lelah dengan semua orang di sekitarnya yang tiba-tiba menjadi sangat menyebalkan. Ponselnya bergetar tanda ada panggilan masuk, ia memang sengaja memasang mode silent agar perjalanannya tidak terganggu.

"Yes Mom?"

"Rei kamu pergi tanpa izin dengan Mommy? Kamu itu kenapa sih Rei? Kemarin juga masih baik baik aja ini udah kabur. Kamu pulang sekarang Rei"

Reina kembali menghela nafasnya, ia sudah cukup lelah hari ini dan berdebat dengan Mommynya bukanlah ide yang bagus.

"Oke dengerin Rei dulu ya Mom sayang. Pertama, Rei udah izin ke Dad jadi gak ada alasan kalau Rei belum izin. Kedua, Rei enggak kabur dari rumah. Rei cuma mau berlibur lebih awal aja Mom, and the last but not least Rei gak bisa pulang karena ya gitu Rei butuh liburan. Oke Mom? I love you so much. Bye!!"

Reina mematikan ponselnya dan langsung memasukkannya kedalam tas Bonia miliknya.

Menyetujui dan mendatangani surat itu bukanlah hal yang Reina inginkan, namun sekeras apapun ia menolak ujung ujungnya tetap ia yang kalah. Reina benar benar sudah menyerah dengan semua ini, ntah apa lagi yang akan terjadi tapi untuk saat ini Reina ingin jauh dari kenyataan.

"Nona kita sudah sampai" suara supir taksi itu melenyapkan lamunan Reina, ia turun dengan kaca mata coklat yang bertengger di matanya menutupi keindahan dibalik kaca mata itu. Setelah kopernya diturunkan dari bagasi, Reina membayar supir itu dan mulai memasuki bandara.

Ini memang belum masuk waktu liburan, karena suasana di bandara tidak sepadat saat waktu berlibur. Dengan gesit Reina melakukan check in dan setelah itu ia menuggu di ruang tunggu. Reina mengambil headset yang berwarna coklat muda senada dengan jaket kulit miliknya, kemudian menyetel lagu lagu dengan tempo yang lebih pelan.

Pesawat yang akan membawanya terbang itu telah mendarat dengan mulus, Reina dan para penumpang lainnya mulai mengantri untuk menunjukkan kartu indentitas dan tiketnya. Setelah itu Reina memasuki peswat dan langsung duduk tepat di sebelah jendela bagian sayap kanan pesawat. Masih dengan headsetnya Reina memperhatikan pesawat ini sudah akan lepas landas, lalu saat pesawat benar-benar sudah take off Reina malah memilih untuk tertidur dan setelah itu ia sudah benar benar di alamnya sendiri. Dengan lagu tempo yang lebih rendah, jauh dari semua hal yang membuatnya pusing, Reina melintasi langit dan bertemu dengan awan.

***

"Apa? Reina?"

"Tenanglah Eve, aku melakukan ini untuk dia. Untuk masa depannya, sudah lama aku merencanakan ini Eve"

"Devian tidak kah kau bisa melihat bakat anakmu? Reina tidak berbakat dibidang itu Dev, dia berbakat di dunia kepenulisan dan memaksanya melakukan itu hanya akan membuatnya terkekang" Evelyne memijit pelipisnya, rasa kesalnya menjalar keseluruh tubuhnya saat suaminya itu memberi tau alasan Reina liburan lebih awal.

"Honey, aku yakin Reina bisa. Dia cerdas sayang, dan Reina hanya butuh waktu untuk melihat sisi lain dari dirinya" Devian memeluk istirnya kemudian menciumnya dan tersenyum lembut.

"Trust me, she's can"

Evelyne tidak menjawab ia hanya mengangguk dan tenggelam didalam pelukan hangat suaminya. Alasan Reina memutuskan untuk berlibur lebih awal ternyata berhubungan dengan permintaan konyol suaminya, jika saja Evelyne tidak mencintai Devian ia akan menonjok wajah tampan itu dengan tangan kosong.

****

BSDH PART 25 DONE!!!!

JANGAN LUPA BERIKAN DUKUNGAN KALIAN DENGAN VOTE DAN COMMENTS CERITA INI

Bersama Senja dan Hujan(Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang