Chapter 12 - Just Tell Me Everything

61 17 8
                                    

Sesampainya di Rumah Sakit, Minho meminta kami untuk menunggunya di depan ruangan tempat Hyunki dirawat. Tak lama setelah itu, dia kembali dengan muka yang sedikit ditekuk.

"Tadi diminta secepatnya datang ke sini. Tapi hanya karena ada lelaki itu aku disuruh ke luar" umpat Minho sambil menjatuhkan tubuhnya di salah satu kursi yang terletak tidak jauh dariku.

Aku hanya meliriknya sesaat karena pandanganku teralihkan oleh kehadiran Hyunki yang juga baru keluar dari ruangan yang sama, serta dengan raut wajah yang tidak jauh berbeda dengan Minho.

"Ada apa?" tanyaku seraya menghampirinya.

Yang ditanya tidak menjawab. Entah untuk yang keberapa kalinya dia tidak menjawab pertanyaanku sejak pertemuan pertama kami waktu itu. Mungkin itulah hobi barunya saat ini. Mengabaikanku.

Karena kesal, aku pun meninggalkannya dan memilih untuk duduk di samping Minho. "Untuk apa pergi ke sini jika akhirnya diabaikan" gumamku kesal.

"Kau tahu kemana aku saat pertengkaran itu terjadi?" tanya Minho tiba-tiba tanpa melihat ke arahku.

"Hmm?" aku hanya berdehem tak mengerti.

"Waktu itu aku baru pulang dari school trip ke Jeju Island. Suara keributan sudah terdengar samar dari tempatku berjalan. Sesampainya di depan pagar, aku berpapasan dengan Appa yang terlihat sangat marah sambil membawa tas berisi barang-barang kepunyaannya. Umurku lima belas saat itu, cukup bagiku untuk mengerti apa yang sedang terjadi. Ketika melihatku, Appa hanya menitipkan pesan yang sangat singkat tanpa ada niat untuk memelukku. 'Jaga Hyunki' katanya, lalu dia pergi dan tidak pernah kembali sejak saat itu. Apakah dia tidak menyanyangi kami?" muka Minho kini merah padam, tapi bukan karena marah. Melainkan karena menahan tangis yang kini sedang berkumpul di pelupuk matanya.

"Setengah mati aku berusaha melupakannya. Tapi hari ini, dia tiba-tiba muncul di hadapan kami. Mengaku kepada Dokter sebagai orang yang memiliki tanggung jawab atas Hyunki selain Eomma"

"Apa yang terjadi setelah Appa pergi meninggalkan rumah?" tanya Hyunki memotong penjelasan Minho. Ternyata dia menyimak perbincangan kami sejak tadi.

Mendengar suara Hyunki, air mata yang sejak tadi dibendungnya dengan susah payah kini mengalir deras di pipi Minho. Sambil terisak, dia melanjutkan ceritanya "Aku langsung lari ke kamar, mengurung diri di sana selama dua hari tanpa melakukan apa pun. Entahlah, waktu itu rasanya aku ingin mati saja. Tapi kemudian aku teringat ucapan terakhir Appa"

Minho berhenti sejenak untuk menarik nafas dan berusaha meredakan tangisnya.

"Begitu teringat ucapannya, aku segera keluar kamar. Di depan pintu kamar aku mendapati nampan dengan dua piring yang berisi penuh makanan. Begitupun di depan pintu kamar sebelahku. Mungkin Eomma yang menyiapkannya untuk kami. Melihat kondisi nampan dan piring yang masih penuh makanan, aku berasumsi bahwa si penghuni kamar itu juga melakukan hal yang sama sepertiku. Mengurung diri di dalam"

"Apakah itu kamar Hyunki?" tanyaku memotong penjelasannya.

"Siapa lagi?" jawab Minho.

"Aku mengetuk pintunya beberapa kali, tapi tidak ada jawaban dari dalam. Aku pun memutuskan untuk langsung membukanya, dan ternyata memang tidak dikunci" Minho menghentikan penjelasannya seraya menatap ke arahku. "Kau tau apa yang terjadi selanjutnya kan?"

Coba kutebak, pasti Minho tidak menemukan Hyunki di dalam kamar? Tentu saja, dia bahkan sudah menghilang sebelum Minho datang. Tapi, apa yang dia lakukan setelah mengetahui bahwa adiknya sudah tidak ada di kamar?

"Tentu saja aku panik dan langsung mencari Hyunki ke setiap sudut Rumah. Mencarinya ke tempat yang mungkin ia kunjungi, juga menghubungi semua teman-temannya. Tapi hasilnya nihil" jelas Minho seperti dapat membaca pikiranku.

"Kemana Eomma?" tanya Hyunki dengan wajah datar. Sungguh, Hyunki adalah satu-satunya orang yang dapat menyimpan ribuan emosi di balik wajah datarnya. Kau tidak akan mengerti apa yang sebenarnya dia rasakan. Entahlah, aku yakin sekali bahwa sebenarnya sekarang hatinya itu sedang bergejolak. Bagaimana tidak, Ayahnya pergi meninggalkan mereka, Kakaknya mengurung diri selama dua hari, Ibunya?

"Eomma melampiaskan kesedihannya dengan menonton tv series seharian dan hanya beranjak saat ke kamar mandi atau menyiapkan makanan untuk kita berdua. Setelah diberitahu jika kau tidak ada di kamar, dia segera lapor polisi. Tapi dia menyerah saat sebulan kemudian kau masih belum ditemukan. Ya, secepat itulah dia menyerah. Termasuk menyerah terhadap pernikahannya. Berbeda denganku yang tidak pernah bertemu Appa lagi setelah pertengkaran itu, Eomma masih sering bertemu Appa untuk mengurus soal perceraiannya"

Kami semua terdiam. Tidak ada yang perlu dikomentari dari kisah mengharukan itu. Jadi yang aku lakukan hanyalah mencoba merenunginya dan menjadikan sisi negatifnya sebuah pelajaran.

"Jadi jangan mengeluh saat ucapanmu tidak dihiraukan" ucap Minho seraya merangkul pundakku.

"Karena kau belum tahu bagaimana rasanya kehilangan orang-orang tersayang. Kau tidak tahu bagaimana rasanya mendatangi rumah yang seharusnya menjadi tempat kembali, kini justru berubah menjadi hal paling menakutkan. Aku benar-benar takut masuk ke rumah, karena di rumah aku tidak lagi dapat melihat Hyunki. Pintu kamarnya, fotonya, semua benda-benda yang berhubungan dengannya, seperti mencemooh keberadaanku.

"Di samping Appa yang tidak bertanggung jawab, Eomma yang menyerah padanya, dia juga memiliki Hyung yang tidak dapat menepati janji. Aku benar-benar menyesal. Maafkan aku, maafkan aku Hyun" kali ini tangisnya benar-benar pecah. Dia menangis sambil memelukku yang dianggapnya sebagai Hyunki. Di sisi lain, Hyunki masih berdiri di hadapan kami. Tanpa ekspresi, tanpa suara, dan juga tanpa air mata.

Apa yang sebenarnya ia rasakan? Berkatalah Hyun, ceritakan semuanya padaku. Jangan memendamnya sendirian.~

to be continued....
Spoiler: Segera setelah kejadian itu, Jeff menemukan jawaban kenapa ia begitu ingin mengetahui apa yang Hyunki rasakan.

SUPERVISEDWhere stories live. Discover now