BAB 2 (Promosi)

4.9K 122 0
                                    

NaGeen terbangun dari tidurnya. Ia duduk dengan napas tersengal sementara matanya mencari-cari sosok paman tirinya. Kosong. Ia hanya sendirian di dalam kamar serba pink, putih, dan cokelat muda ini. Rupanya cuma mimpi, pikirnya. Ia menghela napas lega, lalu kembali terlelap.

***

Paginya, NaGeen bertemu Ravaz di meja makan. Pria itu meletakkan garpu dan sendoknya lalu tersenyum menyambutnya. Pria itu tampaknya baru saja selesai sarapan yang dimasak oleh Mbok Yu.

"Selamat pagi, Na. Selamat datang kembali. Bagaimana novel bersampul hitam yang kautemukan kemarin?"

Aneh. Sepertinya Paman Ravaz semakin memesona saja setiap kali bertemu, pikir NaGeen bingung, atau mungkin hanya perasaannya saja. Wajah NaGeen bersemu. Ia menghampiri Ravaz lalu mencium tangan besar pria itu. "Pagi, Paman. Seharusnya yang pertama kali Paman tanyakan padaku adalah kabarku." NaGeen kemudian duduk di kursi di seberang pamannya.

"Baiklah. Bagaimana kabarmu selama tiga tahun ini?" Ravaz menatapnya lurus sambil bertopang dagu, dan entah kenapa, hal itu membuat NaGeen sedikit risi--padahal selama ini pamannya memang terkadang seperti itu saat berbicara dengannya.

"Aku baik-baik saja. Aku ... masih tetap NaGeen yang sama, yang penasaran dengan novel 'My Love, Angelica' tulisan Paman," tekan NaGeen.

Mata cokelat susu itu masih menatapnya. Wajah rupawan dengan alis tebal dan hidung lurus mancung bagai dipahat itu kini membuat NaGeen tidak bisa mengalihkan pandangannya. Terutama bibir merah seksi itu yang saat ini tidak mengulas senyum. Rahang pria itu yang dibayangi janggut halus tiba-tiba membuat perut NaGeen melilit.

"Sudah kubilang, Angelica dalam novel itu bukan ibumu."

"Aku tidak percaya."

Ravaz meminum air putihnya, lalu bangkit berdiri. "Terserah. Kau takkan bisa menemukan novel itu."

"Aku pasti akan menemukannya, Paman. Pasti. Dan, aku akan membaca novel itu." Mata NaGeen mengikuti sosok tinggi Ravaz yang menjauhi ruang makan. "Paman mau ke mana?"

"Ke ruang kerja. Kau sarapan saja. Mbok Yu sudah memasak nasi goreng yang lezat untukmu. Setelah sarapan, kutunggu di ruang kerja." Setelah itu sosok Ravaz menghilang, menuruni tangga menuju lantai bawah tanah.

Jantung NaGeen berdegup dengan cepat. Jangan-jangan akhirnya pamannya menyerah dan akan memberikannya novel itu! Dengan terburu-buru NaGeen menghabiskan nasi gorengnya. Kedua tangannya gemetar saat menyendok dan menyuap nasinya. Akhirnya!

Setelah meminum susu sapi murni, NaGeen buru-buru pergi ke lantai bawah tanah. Ia menyusuri lorong remang-remang menuju ruang kerja pamannya. Pintunya sedikit terbuka saat ia tiba di sana, menguarkan aroma jeruk segar.

"Paman?" NaGeen meraih handle dan mendorong pintu dengan jantung berdebar kencang, terdengar berisik di telinganya. "Paman?" NaGeen mencari sosok pamannya di meja kerjanya, namun tidak ada. Ia beranjak maju. Saat itulah, tiba-tiba tubuhnya disergap dari belakang, membuatnya terkejut. "Paman?!" Ia mencium aroma aftershave segar. "Lepaskan! Jangan bercanda!"

"Kau sudah besar, NaGeen," bisik suara serak itu, suara yang tidak dikenalnya.

Jantung NaGeen seolah melorot ke perut saat ia melihat Ravaz muncul dari ruangan rahasia di balik rak buku yang ternyata bisa digeser. Tepat di belakang meja kerja pria itu.

"Harley, lepaskan keponakanku. Kau membuatnya takut." Ravaz menutup pintu kayu cokelat lalu menggeser rak kayu tinggi--yang menjadi pintu rahasia itu--hingga menutup.

NaGeen masih terpaku menatap ke balik punggung Ravaz meski pria bernama Harley telah melepaskannya. "Itu... Paman... punya ruangan rahasia?!" Mata NaGeen membelalak takjub. "Bagaimana bisa? Selama ini aku selalu ke sini dan aku tidak tahu!"

LOVE STORY (NAGEEN & RAVAZ)Where stories live. Discover now