16

1.4K 236 41
                                    


silahkan hidupkan lagu universe-exo jika kalian membaca chapter ini dalam kondisi offline. jangan lupa hidupkan media diatas jika membaca dalam kondisi online, enjoy!


Langit hampir sepenuhnya berubah warna menjadi jingga ketika pesawat yang membawaku dari Busan mendarat di landasan pacu. Dua hari yang kuhabiskan di Busan terasa sangat singkat, aku bahkan tidak sempat membelikan makanan yang Woojin minta.

Setelah dipersilahkan untuk turun, aku dan penumpang lainnya mulai mengantre menuju pintu keluar. Beruntung pesawat hari itu tidak terisi penuh, jadi aku tidak perlu menghabiskan banyak waktu untuk sekedar mengantri turun.

"Eunseol-ah, kau tidak mengambil barang-barangmu? " aku menghentikan langkahku menuju gerbang kedatangan ketika kudengar suara Somi──teman sekelasku──bertanya seraya menahan ransel biru tua yang kusandang.

"Aku sudah mengambil semuanya. " jawabku seraya tersenyum di akhir kalimat. Kulihat Somi mengangguk, kemudian melepas pegangannya pada tas sandangku.

"Kau mau kemana? Kenapa terlihat sangat buru-buru? "

"Aku harus pergi ke rumah sakit. Temanku sudah dirawat selama hampir tiga hari di sana. "

"Teman kecilmu yang sering kau ceritakan itu? " nada suara Somi yang terdengar susah payah untuk menahan tawanya membuatku menggeleng cepat. Detik selanjutnya, tawa Somi meledak. Ia lalu mencolek bahuku beberapa kali setelah memperbaiki letak tasnya.

"Aku masih ingat kau menceritakannya padaku sejak pertama kali aku mengenalmu di sekolah dasar dulu. " ujar Somi geli. Matanya melirik wajahku yang mungkin saja hampir menyamai warna kepiting rebus saat itu.

Aku dan Somi memang sudah berteman sejak kelas empat di sekolah dasar. Ia bahkan juga melanjutkan pendidikannya di sekolah berasrama yang sama denganku. Dan siapa yang akan menyangka Somi dan aku harus menghabiskan masa SMA bersama?

"Tapi Eunseol-ah, apa kau sadar? Kau hampir saja memendam perasaanmu selama delapan tahun dengan teman kecilmu itu. " kalimat Somi refleks membuatku tersenyum kecut.

Kurasa aku memang menyukai Jinyoung. Mungkin karena aku dan dia sudah sangat terbiasa untuk melakukan banyak hal saat kecil dulu, dan mungkin juga karena setiap senyum yang diberikannya padaku. Aku tidak tau kenapa jantungku harus berdetak hebat saat Jinyoung berada di dekatku.

Kenapa harus Jinyoung? Padahal aku juga terbiasa melakukan banyak hal dengan Daehwi, Jihoon dan Woojin. Mereka juga selalu tersenyum untuk menghiburku.

Kenapa harus Jinyoung? Kenapa harus dia yang bahkan tidak tau sampai kapan ia harus bertahan melawan penyakitnya?

"Kurasa kau harus pergi sekarang Eunseol-ah, kau pasti benar-benar merindukannya bukan? " ujar Somi lagi. Kali ini ia menyikut lenganku dan melemparkan sebuah senyum manis padaku.

"Kau harus mengatakan perasaanmu nanti jika kau tidak ingin menyesal selamanya. Tidak baik menunda-nunda sesuatu asal kau tau. " aku mengangguk kaku, dalam hati membenarkan apa yang Somi katakan.

Selang beberapa detik setelahnya, Somi pamit untuk pulang karena mendapat telepon dari ayahnya yang sudah menunggunya di gerbang kedatangan. Sementara aku memilih untuk menghidupkan handphoneku yang sengaja kumatikan sebelum naik pesawat.

Beberapa panggilan tidak terjawab seketika memenuhi bar notifikasi pada layar handphoneku. Entah mengapa semua panggilan tidak terjawab itu mendorongku untuk pergi ke rumah sakit lebih cepat. Pasalnya, ada puluhan panggilan dari Jihoon, Woojin, Daehwi, bibi Jihyun, bahkan Joohyun.

[✔] the first snow • bae jinyoung Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora