Sequel: Tragedi ngambek

5.4K 732 71
                                    

Haee, ini ada sequel lagi. Maap ia tulisan & bahasanya campur campur wkwkwk. Moga suka iaaa

•••

Seperti pasutri pada umumnya, aku dan Jinyoung, setiap bulannya mengunjungi mal perbelanjaan. Aku yang selalu meminta Jinyoung untuk menemaniku, ya.. agar aku tidak dibilang ngenes saja, he. Meski begitu Jinyoung selalu mengangguk apabila aku memintanya untuk menemaniku.

Seperti halnya pada pagi hari ini. Aku sudah bersiap-siap sejak pukul sembilan. Aku sengaja berencana pergi pagi karena takut terkena macet apabila pulang di sore hari. Oh ya satu lagi, juga pekerjan rumahku yang belum tuntas.

"Sayangg, lets go shopping!!" Teriakku dari kamar sembari melangkah keluar. Aku mendapati Jinyoung masih terduduk di sofa beseta ponsel yang ia genggam. Awalnya aku tak acuh, lantas berjalan keluar rumah melewatinya lalu menuju mobil. Namun Jinyoung tak kunjung datang. Bahkan tak merubah posisinya saat terakhir kali aku melihatnya.

Aku meneriaki Jinyoung sekali lagi, "Sayang ayo, nanti pulang sore macetttt"

Jinyoung lekas bangun tanpa mengucapkan sepatah kata. Dia juga langsung masuk ke dalam mobil. Awalnya aku tak menyadari apapun semasa ia menyetir mobil hingga aku menemukan sedikit kerutan di keningnya.

"Kenapa?" Tanyaku. Jinyoung hanya menggeleng. Tumben, tak biasanya dia bereaksi seperti ini. Apa dia bete aku memintanya untuk terus menemaniku belanja? Bukankah itu tugas seorang suami?

Hingga sampai lah kami di mal. Aku langsung menuju tempat langgananku, ya tentu saja peralatan make up. Jinyoung mulai kembali sibuk pada ponselnya bahkan hampir menabrak tong sampah didepannya. Bahkan saat aku ke toilet ia juga tidak fokus dan malah masuk ke toilet wanita.

"Kamu jangan main hp terus, daritadi ga fokus tuh" Ucapku jengkel ketika kami masuk ke matahati convention store.

"Iya" Ucapnya singkat.

Aku mulai menelusuri isi toko ini. Untuk sekedar melihat lihat dan ya membeli satu atau dua tas baru hehe. Toh jika beli seribu pun Jinyoung juga tak akan marah.

"Sayang, aku duduk ya. Kalau sudah selesai panggil"

Itu kata terpanjang Jinyoung katakan hari ini. Aku mengernyit. Namun aku mengangguk kemudian. Mungkin dia lelah, pikirku. Berjalan sendiri juga tak apa.

Beberapa jam kemudian aku telah menyelesaikan ritualku, hanya melihat lihat, tak jadi membeli haha. Aku lekas kembali menuju tempat dimana Jinyoung duduk. Tapi yang kutemukan nihil. Tidak ada siapapun disana. Lantas aku mengambil ponselku untuk menghubungi Jinyoung.

Telpon tersambung.

Tapi kemudian terputus. Bahkan belum sempat terangkat. Aku menatap ponsel ku heran sekaligus jengkel. Bisa bisanya Jinyoung mematikan telepon ku. Tak selang beberapa lama Jinyoung datang dengan atmosfir yang berubah. Mukanya sudah ia tekuk mungkin hampir sembilan puluh derajat.

Jinyoung langsung menariku keluar dari toko tanpa mengatakan sepatah kata pun. Ia membawaku ke parkiran mobil. Untungnya tadi aku tidak jadi membeli apapun, kalau pun jadi ya aku harus membayar apa yang ku beli dulu bukan?

"Kenapa sih?" Tanya ku bingung.

Jinyoung menghela napas berat sambil memejamkan matanya.














"KALAU AKU LAGI MAIN MOBILE LEGEND TUH JANGAN DI TELPON!"






Astaga. Aku mematung seketika. Tak tahu harus berekspresi seperti apa. Di sisi lain aku terkejut karena Jinyoung memarahiku namun di sisi yang lainnya aku ingin tertawa karena sudah menghancurkan gamenya.

"Ya a-aku mana tau kamu main game" Ucapku membela.

"Udah ah ayo pulang!"

"Ihhh tapi kan kita belum makan"

"Makan di rumah"

"Lah aku ga masak"

Jinyoung mengepalkan tangannya. Mungkin kesal. Dia langsung berjalan melewati ku kemudian menuju tempat makan yang terdekat dari parkiran. Saat aku tanya Jinyoung ingin makan apa dia hanya menjawab 'terserah', huftt, harusnya yang bilang seperti itu kan aku. Yasudah akhirnya aku pesankan makanan yang sama denganku.

"Emang tadi kamu kemana?" Tanyaku membuka pembicaraan.

"Cari sinyal"

Cih, juteknya. Aku memutar bola mataku. Jika begini, Jinyoung akan enggan berbicara sampai mood dia kembali. Dan ujung-ujungnya kami makan dalam keadaan hening. Setelah itu kami bergegas menuju mobil untuk pulang.

"Maaf" Kataku ketika sedang perjalanan pulang. "Kan aku ngga tau"

Jinyoung membisu. Ayolah Jin, Bicara dong! Memangnya aku ini batu apa.

"Maaf sayang..." Kataku sekali lagi, mencoba membujuk.

Tak ujung di balas aku memutuskan untuk tidur. Tetapi baru mempersiapkan posisi yang nyaman Jinyoung mulai bersuara.

"Aku abis taruhan sama guanlin"

"Taruhan apa?"

"Yang kalah beliin mie ayam pakai baso"

"Terus?"

"Aku kalah"

Pft. Aku mulai tertawa kecil. Jinyoung bodoh. Untuk apa dia taruhan seperti itu.

"Jangan ketawa, itu salah kamu. Gamenya yang mainin jadi komputer gara gara kamu telpon"

Ya aku mulai tertawa sekarang. Nyatanya Jinyoung belum dewasa seperti yang kalian pikirkan. Ia masih memiliki sisi remaja. Meskipun begitu, aku tak pernah menjadikan itu sebagai masalah. Apabila itu membuatnya bahagia aku tak akan melarang kecuali apabila sudah berlebihan.

Cup.

Aku mengecup pipinya. Jinyoung sempat terlonjak kaget namun kemudian sebuah senyuman tersungging di bibirnya.

"Masih marah??" Tanyaku.

"Dikit"

Jinyoung mulai menunjukan bibirnya, "Disini dulu baru ngga ngambek"

"Apanya?" Tanyaku bingung.

"Yang tadi"

Oh aku paham. Tapi aku tak melakukannya. Jinyoung sedang menyetir mana mungkin aku melakukan hal itu. Yang ada kami akan berbeda tujuan menuju rumah sakit.

"Nanti di rumah"

Jinyoung langsung tersenyum lebar dengan banyak makna. Huh, dasar tukang ngambek!

Bae Jinyoung: Indra ke EnamWhere stories live. Discover now