Cappuccino Zone

8 1 0
                                    

Pukul 19.00 WIB

Selepas absen pulang kantor, jam masih terlalu sore buatku untuk kembali ke rumah. Ya, karena buat seorang lajang usia 30, pulang ke rumah di jam segini cuma bikin geje.

Di parkiran motor, coba men-chat beberapa teman dan sahabat yang kali aja bisa kuajak ngobrol ngalor-ngidul di café. Beberapa balasan kuterima, tapi tak ada yang oke untuk kuajak ngobrol malam ini. Di antara mereka mungkin kumaklumi karena berstatus isteri orang dan punya anak-anak yang harus ditemani belajar.

Di antara mereka yang sama-sama jomblo atau masih belum menikah pun memberikan alasan serupa.

Shashi : "Maaf ya, Nya'. Aku lagi nonton ama pacar. Next time, ok?".

Dony : "Duh, gimana ya, lagi mau ke luar kota nih, bray. Sabtu aja, ya?".

Mita : "Ada pengajian di rumah, besok-besok deh kutemenin. Aku yang traktir, deh,".

Akhirnya, aku pun tetap melajukan motor matik hitam ke café seorang kawan di kawasan Demangan. Kali ini, di meja kasir, aku memilih secangkir cappuccino hangat. Memang bukan sajian favorit, karena biasanya Vietnam Drip menjadi kopi spesialku di café ini.

Menanti tiap tetesan kopi bercampur dengan susu kental manis, itu terkadang sangat menyenangkan. Tapi kali ini, aku lelah menanti. Karena pada akhirnya, diri sendirilah teman sejati yang selalu ada.

Sejenak kuseruput cappuccino ini. Melegakan sedikit rasa kagolku pada hari itu. Tak ingin kusepikan angan dan melamun dalam sendu.

Dan pada akhirnya, kembali laptop. Menyibukkan setiap jengkal waktu malam sepulang kerja dengan ngeblog dan browsing.

Membunuh setiap detik, supaya malam segera larut dan aku akan pulang untuk tidur. Membangun mimpi dan mengulang hari yang sama, yang mungkin akan sama dengan hari ini.

Selamat malam, Kamis.
Sampai jumpa esok, Jumat.
Salam rinduku untuk Sabtu.

18 Januari 2018

Anya

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 18, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Coffee FriendWhere stories live. Discover now