1st Crying: I See You.

1.2K 48 15
                                    


Apa yang akan kalian lakukan bila tiba-tiba kalian bertemu dengan seseorang yang pernah kalian sangat sayangi di masa lalu? Mungkin sekadar menyapa, mengobrol singkat, kemudian berlalu. Sebutlah aku seorang pengecut karena aku tidak akan melakukan itu. Bertemu dengan seseorang yang pernah sangat aku sayangi hanya membuat aku menderita lalu aku akan mati perlahan. Dia hanya satu. Begitu pula nyawaku.

***


Aku melihatmu kembali. Di sini, di bandara, di ruang tunggu keberangkatan yang sama. Aku melihatmu dari jauh dan berdiri terpaku cukup lama menyadari sosokmu yang sedang duduk di samping ransel sambil membaca buku. Nafasku tiba-tiba sesak.

Aku segera membalikkan badan dan menuju toilet hanya untuk menenangkan diri.

Aku menatap wajahku. Menarik nafasku dalam-dalam.

Aku tahu ini akan sangat sulit. Aku sempat berpikir untuk kembali pulang saja daripada harus satu pesawat denganmu. Namun, aku teringat Ibu. Dia menungguku saat ini. Aku tetap harus pergi.

Setelah membasahi wajah dan menarik nafas cukup panjang, aku lalu memakai masker setengah wajah. Berusaha untuk tidak dikenali. Aku meyakinkan diri bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Aku berjalan keluar, mencoba untuk menganggapmu tidak ada lalu duduk beberapa baris di belakangmu.

30 menit menuju lepas landas. Aku berusaha menyibukkan diri dengan membaca buku, namun mataku seakan terhipnotis untuk menoleh ke arahmu. Menatap punggung lebarmu diam-diam dari belakang. Tanpa sadar lalu aku menutup buku dan terpaku menatap punggung itu.

**

Sudah 7 tahun berlalu.

Kau adalah masa lalu.

Masa lalu yang pernah aku sebut sahabat. Masa lalu yang pernah mengajarkanku bahwa hidupku berharga. Masa lalu yang juga pernah membuatku terjatuh ke dalam jurang paling dalam di hidupku. Aku hampir lenyap dari dunia. Bukan karena kau mendorongku namun karena aku mendorong diriku sendiri.

Aku percaya bahwa kau sudah menjadi pria dengan pribadi yang matang saat ini.

Aku percaya bahwa kau sudah hidup bahagia saat ini.

Aku percaya bahwa saat ini kau masih memiliki sahabat-sahabat yang baik di sekelilingmu.

Aku percaya bahwa kau masih menjadi sosok yang ramah dan menyenangkan seperti saat di bangku kuliah dulu.

**

Kau memang pendiam namun kau adalah seorang pendengar yang baik.

Aku penasaran apakah kau masih diam-diam suka memakai krim mata karena hobi tidur sangat larut akibat menonton pertandingan bola. Kau hanya memakai krim mata di depanku. Semuanya hanya untuk menghilangkan kantung matamu yang sipit. Kau tidak ingin bola matamu hilang dan hanya tersisa garis.

Aku penasaran apakah kau masih suka menamai secara acak anjing-anjing dan kucing-kucing liar yang sering kita temui di jalan saat pulang kuliah dulu. Aku masih ingat beberapa nama mereka: Justin, Darmawati, Barbara dan Surya Palu. Ya, sebagian besar terinspirasi oleh nama-nama dosen yang menyebalkan.

Aku juga masih penasaran apakah kau masih suka mengoleksi ratusan kaktus. Alasanmu karena kau malas untuk menyirami itu semua dan bisa dipakai untuk melukai pencuri bila tiba-tiba datang.

**

Aku masih menatap punggung itu. Sudah 10 menit tanpa jeda. Bagiku punggungmu lebih menarik dari buku yang aku bawa. Walaupun aku tahu menatap punggungmu adalah hal yang menyakitkan karena melihat punggung itu seperti menonton film kehidupan pahit masa lalu yang ingin aku lupakan. Kembali aku terhipnotis pusaran waktu.

**

Terima kasih sudah mau mengajakku menjadi teman saat masa orientasi perkenalan mahasiswa baru. Kota Medan adalah kota asing bagiku yang lahir dan besar di Bali. Kau menjadikannya aman dan nyaman untukku.

Terima kasih sudah mengajarkanku cara beradaptasi pada situasi yang membuat aku ragu untuk bertahan disana saat aku menjadi bahan olokan satu angkatan perihal logatku yang sempat dirasakan aneh. Kau tidak membelaku ketika pertama kalinya di puncak emosi aku hendak melawan mereka. Kau justru hanya menarik lenganku menjauh dari mereka lalu membelikanku mie pangsit kesukaanku di kantin.

Terima kasih sudah mau menjadi alasan bagiku untuk bertahan disana dan menguatkanku bahwa aku tidak terjebak dalam jurusan yang salah serta mengingatkanku bahwa Tuhan punya rencana yang indah dalam setiap hal yang aku anggap buruk. Kau yang selalu mengajarkanku untuk berdoa.

**

Punggung itu tiba-tiba berbalik badan. Aku dapat melihat wajahmu. Mata itu masih dengan keteduhan yang sama. Mata itu masih memiliki terang yang sama. Wajahmu masih memiliki keluguan dengan ketegasan yang sama.

Kau tampak semakin dewasa dengan bulu-bulu kasar namun rapi di wajahmu dan terlihat berwibawa dengan kacamata yang kau pakai sekarang.

Aku yakin, kau sedang tidak melihatku saat ini. Namun, ingin rasanya aku menghentikan waktu untuk melihat wajah itu cukup lama.

Melihatmu walau dari jauh membuat nafasku kembali sesak. Aku memalingkan wajahku ke arah luar bandara.

Hujan. Memoriku mundur jauh ke belakang.

***

NEXT: 2nd Crying


7 Years Crying [COMPLETED]Where stories live. Discover now